Read Time:3 Minute, 11 Second
Menjadi surveyor tak sekadar mendapatkan pendapatan sampingan saja. Namun juga menambah pengalaman dan ilmu baru untuk mahasiswa.
Sebelum melaksanakan tugasnya untuk menyurvei masyarakat, terlebih dahuluAhmad Shidqi Maulana mengikuti pembekalan dalam bentuk workshop yang lembaga penelitian laksanakan. Di lapangan Shidqitidak langsung dihadapkan pada masyarakat, melainkan dituntut untuk mencari data dengan metode wawancara. Itulah gambaran yang lazim Shidqi lakukan selama menjadi surveyor di beberapa lembaga penelitian.
Tak cukup sampai di situ, surveyor kembali melakukan survei. Kali ini, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) meminta tanda tangan sebagai perwujudan permintaan izin kepada struktural desa yang akan dijadikan responden. Bak seorang tamu ia meminta izin terlebih dahulu kepada struktural desa selaku tuan rumah. Walhasil, mahasiswa mulai melakukan pencarian data dengan menggunakan metode acak di rumah seseorang yang nantinya akan menjadi responden.
Ketertarikannya menjadi surveyor lantaran banyaknya survei yang meneliti kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi politik. “Kebetulan pas dengan jurusan yang tengah saya pelajari,” ungkapnya, Kamis (21/10). Menurutnya, selain memberikan pendapatan tambahan, mahasiswa juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dengan mempraktikkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif di lingkungan nyata.
Serupa dengan Shidqi. Sarah HN juga pernah menyurvei masyarakat dan terlibat dalam suatu lembaga penelitian.Ia tertarik menjadi surveyor lantaran ingin menambah pengalaman dan berhadapan dengan lingkungan baru.
Saat melakukan survei, kata Sarah, iaberusaha menjelaskan kepada masyarakat agar mereka memahami isi kousiouner. Menurutnya, kesulitan yang ia hadapi salah satunya adalah jauhnya jarak antara desa yang satu dengan desa yang lain. Hal ini didukung pula oleh sulitnya akses transportasi menuju lokasi.
Beberapa kali mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) ini pernah membawa kousioner yang tak terisi kosong karena penolakkan dari para responden. “Saya juga pernah mendapati responden yang tidak berada di rumah,” kenangnya, Rabu (19/10).
Ia juga memiliki pengalaman menarik ketika melakukan survei di sebuah lembaga terkait pemilihan gubernur (pilgub).Tak sedikit orang-orang yang salah paham dan menganggap jika Sarah adalah orang bayaran dari salah satu kandidat.“Banyak pelajaran yang diambil, seperti menghadapi orang-orang yang berada di lingkungan baru. Ada trik-trik tersendiri untuk berkomunikasi, sebelumnya kita berusaha menjelaskan dulu agar masyarakat memahami isi kousioner,” tambahnya.
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Ferizco Khusyufi Setiawan juga mempunyai cerita tak menyenangkan tatkala menjadi surveyor. Seringnya penolakan dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap koesioner yang ia berikan seringkali menjadi kendala bagi mahasiswa yang akrab dipanggil Ferizco ini.
Namun berbeda dengan Shidqi dan Sarah yang memang dari awal tertarik dengan kegiatan sebagai surveyor, terlibatnya Ferizco menyurvei masyarakatberawal dari ajakan seorang teman.“Awalnya biasa aja karena berawal dari ajakan teman saya,”tegasnya, Jumat (21/10). Ia mengaku mendapatkan pengalaman dan uang saku tambahan dari pekerjaannya menjadi surveyor.
Terlibatnya mahasiswa menjadi surveyor dibenarkan pula oleh Irfan Abu Bakar selaku Direktur Pusat Kajian Agama dan Budaya atau Center For Study of Religion and Culture (CSRC). Melibatkan mahasiswa dalam survei merupakan sebuah tujuan praktis karena mahasiswa diasumsikan telah mengerti dan dapat diandalkan terkait survei di lapangan.
“Kenapa mahasiswa?Karena secara dasar mereka telah mempelajari beberapa metode penelitian. Selain tidak hanya metode penelitian saja,” tutur Irfan di ruang kerja, lantai dua pusat bahasa UIN Jakarta, Jumat (21/10). Ia mengasumsikan mahasiswa dapat diandalkan lantaran memiliki sikap yang baik.
Salah seorang peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)Endi Aulia garadia juga membenarkan adanya keterlibatan mahasiswa dalam melakukan survei. Memang tidak ada aturan yang menetapkan mahasiswa sebagai surveyor.Ia mengungkapkan, bisa saja dosen atau peneliti sebenarnya yang melakukan survei langsung ke lapangan. ‘Hanya saja dosen dan peneliti hanya memiliki waktu terbatas karena harus berada di kampus atau lembaga penelitian,” tambahnya, Kamis (21/10).
Tak hanya itu,prosedur penarikkan mahasiswa sebagai surveyor cukup sederhana dan tidak membutuhkan akomodasi besar. Mahasiswa juga dianggap lebih mengenal medan.“Dibandingkan dengan dosen, mahasiswa mobilitasnya lebih luwes jadi lebih menguasai medan dan bergerak lebih bebas,” ungkapnya, Rabu (19/10).
Aisyah Nursyamsi
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating