Read Time:3 Minute, 12 Second
Banyak pengalaman didapat relawan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ditolak hingga diusir warga menjadi sebuah kewajaran.
Euforia pilkada belum selesai di tengah masyarakat. Setelah diramaikan oleh pemilihan umum (pemilu) serentak Februari lalu, hal serupa kini dirasakan warga Jakarta. Menjelang pemilihan putaran kedua, antusiasme warga mendukung pasangan calon (paslon) kembali muncul. Dukungan tak hanya dalam bentuk suara April ini, tapi dengan menjadi relawan, buzzer, atau simpatisan.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Muhammad Syauqi misalnya. Syauqi menjadi buzzer paslon Anies-Sandi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Buzzer merupakan istilah untuk kegiatan marketing yang dilakukan di media komunikasi untuk memberikan gangguan yang ditujukan pada kompetitor.
Selama menjadi buzzer, Syauqi bertugas menyebarkan kampanye di media sosial. Kampanye berupa video, gambar, dan tulisan. Tak jarang Ia harus menyebarkan coding —bahasa pemrograman— baru. “Biar bisa menarik perhatian masyarakat, jadi lebih bervariasi,” ungkap mahasiswa Jurusan Kimia semester dua ini, Rabu (12/4).
Lain Syauqi lain juga Nubzatus Saniyah. Ketika pilgub DKI putaran pertama, Ia menjadi relawan yang menemui masyarakat secara langsung. Berawal dari ajakan teman, Mahasiswa Manajemen Dakwah ini mendaftar menjadi relawan paslon Agus-Sylvi dan bertugas di kawasan Pela, Mampang, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut Nubza mengatakan keikutsertaannya menjadi relawan untuk mencari pengalaman dan menghilangakan penat. Pengalaman diusir warga pendukung paslon lain juga pernah dirasakannya. “Padahal baru salam, belum sempat ngomong, tapi sudah diusir,” cetus Nubza melalui pesan WhatsApp, Jumat (14/4).
Ketika menjadi relawan yang bertemu langsung dengan masyarakat, Nubza mencoba meyakinkan de-ngan mengenalkan visi misi paslon, membagikan brosur, kalender, hingga mendengarkan keluhan masyarakat. Pekerjaan itu Ia lakukan selama satu minggu dengan mendatangi 400 rumah warga.
Selaras dengan Nubza, Muhammad Faiz Almaki juga melakukan hal yang sama. Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ini memperkenalkan paslon pilkada Banten Wahidin-Andhika. Ia harus mendatangkan paslon ke daerahnya agar dapat meyakinkan masyarakat untuk mendukung paslonnya.
Ketertarikan pria 21 tahun ini menjadi relawan berawal dari keikusertaannya di berbagai organisasi seperti karang taruna, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Pemuda Pancasila. Pengalaman itulah yang coba Ia praktikan di masyarakat. “Biar ada manfaatnya,” tegasnya, Jumat (14/4).
Terkait pilihan, Faiz yang merupakan mahasiswa semester 6 ini menambahkan dukungannya kepada salah satu paslon murni dari hati nurani. Ia menganggap paslon pilihannya mempunyai program, visi, dan misi sesuai dengan keadaan dan keinginan masyarakat.
Berbeda dengan Nubza dan Syauqi yang hanya satu minggu, Faiz menjadi relawan selama enam bulan, terhitung sejak September 2016 hingga hari pelaksanaan pemungutan suara. Di bulan pertama menjadi relawan tingkat kelurahan, dan lima bulan selanjutnya sebagai koordinator di Legok, Tangerang. “Alhamdulillah, dinilai baik kinerja gue,” ucapnya.
Ihwal keterlibatan di pilkada Banten, membuat Faiz mendapat banyak teman dan pengetahuan baru. Setelah menjadi relawan, Ia bertemu orang baru dari sesama relawan hingga kalangan partai pengusung paslon. Bahkan mampu bertemu dengan ketua DPRD Ban-ten, Walikota Tangerang Selatan, dan calon gubernur Banten dukungannya.
Kemudian, semasa menjadi relawan, Faiz kerap menerima tip. Besaran yang diberikan tak tentu, mulai Rp400 ribu-Rp500 ribu. Pada umumnya tip diberikan seusai menghadiri pertemuan relawan. “Cukuplah buat transport sama jajan,” ujar Faiz.
Tak hanya Faiz, Nubza dan Syauqi pun menerima uang dari hasil kerjanya sebagai relawan. Besaran dan cara pembayarannya berbeda. Syauqi menerima tip ketika Ia mengisi daftar hadir. Dalam seminggu Syauqi menerima Rp400 ribu. Sementara Nubza bekerja dengan sistem kontrak, seminggu Nubza menerima uang kisaran kurang dari Rp3 juta.
Menanggapai fenomena relawan kampanye tersebut, Wakil Rektor III UIN Jakarta Yusron Razak mengatakan, itu sebagai pembelajaran politik. Yusron berpesan agar mahasiswa tetap berpijak pada tiga asas. Ketiganya yakni objektifitas, sportifitas, dan toleransi.
Sebagai insan akademis, Yusron menambahkan mahasiswa harus mampu memberikan pelajaran pada masyarakat awam tentang pentingnya saling menghormati satu sama lain. Lebih lanjut Yusron menegaskan insan akademis siap menerima secara lapang dada, apapun hasilnya. “Siap kalah, dan siap menang,” tegas Yusron, Kamis (13/4).
Muhammad Ubaidillah
Average Rating