Melawan Oligarki

Read Time:2 Minute, 57 Second
Oleh: Makhruzi Rahman*
Pilkada DKI Jakarta baru selesai. Tidak seperti pemilihan kepala daerah lain, pilkada DKI boleh jadi yang paling bikin berat kepala banyak orang Indonesia. Hampir semua orang membicarakannya. Pilkada DKI pula membuat orang kehilangan banyak teman atau saudaranya. Paling tidak di media sosial. Saya heran mengapa banyak orang yang rela kehilangan teman demi para oligarki. 
Secara sederhana, oligarki diartikan sebagai bentuk pemerintahan dengan kekuasaan yang berada pada hanya segelintir orang.  Segelintir orang itu pula yang membuat kebijakan untuk mengatur hajat hidup rakyat banyak. 
Menurut Winters dalam Oligarki, oligarki adalah pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi. Beradasarkan pengertian ini oligarki berhubungan dengan ketimpangan material. Kekuasaan material ini pula yang dipegang oleh segelintir konglemerat yang sedikit sekali jumlahnya.
Partai membutuhkan uang, maka para konglemerat dijadikan kader partai politik. Sila periksa sendiri ada berapa banyak pengusaha yang jadi kader partai. Serta seberapa berkuasa perusahaan para konglemerat itu di Indonesia.
Ketimbang mendahulukan kepentingan rakyat banyak, oligarki mendahulukan kepentingannya sendiri. Slogan berjuang kepada rakyat banyak itu omong kosong saja. Konglemerat yang membiayai oligarki tersebut tentu saja membutuhkan timbal balik. 
Timbal balik yang diberi penguasa kepada para konglemerat sponsor ini macam-macam. Mulai dari kebijakan subsidi langsung kepada perusahaan mereka. Kontrak karya yang jumlahnya sangat besar. Sampai perlindungan kepada perusahaan mereka walaupun melanggar aturan dan menyengsarakan rakyat. 
Oligarki memosisikan rakyat sebagai objek bukan subjek yang berperan langsung menentukan hajat hidupnya sendiri. Para oligarki menentukan bagaimana rakyat hidup. Bagaimana rakyat makan dan segala macam hajat lainnya. Kalau begini, demokrasi boleh dibilang berasal dari oligarki, oleh oligarki, untuk oligarki. Demokrasi apanya.
Penggusuran dan perampasan tanah tanpa dialog kepada rakyat adalah salah satu contohnya. Rakyat tidak pernah ditanya bagaimana baiknya. Sebab rakyat adalah objek. Pemerintah lebih senang berdialog kepada para pengusaha ketimbang rakyat yang digusur.
Demokrasi Akar rumput
Banyak idealis yang ingin membuat perubahan dengan masuk ke birokrasi, ikut kontestasi pemilu, sampai jadi kader partai. Tentunya pilihan mereka tidak buruk. Namun pada akhirnya para idealis menjadi bagian dari sistem yang dibuat oleh oligarki yang berkuasa atas mereka.
Membuat gerakan alternatif yang berasal dari akar rumput boleh jadi lebih baik. Atau membangun komunitas di lingkungan sendiri pun sama baiknya. Rakyat harus mandiri untuk menentukan hidupnya sendiri.
Rakyat, di mata oligarki hanyalah domba yang tidak bisa dianggap partisipasinya. Partsipasi rakyat yang sangat dihargai oleh oligarki adalah suaranya dalam pemilu saja. Selebihnya rakyat harus pasif menerima segala sesuatu yang sudah diatur untuk mereka. 
Sebenarnya sebelum konsep negara muncul, masyarakat bisa mengatur dan mengelola sendiri hajat hidupnya. Sebagai contoh, Athena kuno pernah membangun tradisi demkokrasi langsung (tatap muka). Demokrasi ini melibatkan partisipasi masyarakat di dalam komunitasnya. Masyarakat diberi keleluasaan untuk memikirkan dan menyelesaikan sendiri masalahnya secara mandiri dengan rapat warga. Namun bentuk Athena ini belumlah demokratis. Masih ada ketimpangan dan perbudakan.
Di Indonesia, komunitas suku-suku tradisional telah mengenal konsep demokrasi. Tahun 1933 Mohammad Hatta menulis tentang demokrasi asli Indonesia. Menurutnya masyarakat Indonesia telah mengenal konsep demokrasi. Musyarawarah yang dilakukan oleh masyarakat tradisional Bugis, Minangkabau dan daerah lainnya adalah contoh dari demokrasi asli Indonesia itu. Musyarawah itu dilakukan untuk memecahkan masalah bersama secara kolektif.
Menurut Hatta demokrasi desa atau musyawarah rakyat tadi jadi pincang karena feodalisme raja-raja di masa lalu. Para raja, seperti halnya oligarki tadi, menggunakan rakyat untuk kepentingannya sendiri. Bangsa Indonesia celaka sampai bangsa asing datang menjajah, kata Hatta.
Maka, membangun gerakan alternatif rakyat sangat penting. Jangan lagi menyerahkan semuanya kepada para oligarki. Bangunlah komunitas kolektif sendiri. Rakyat berhak menentukan hidupnya sendiri. Kata Hatta, rakyat adalah raja atas dirinya.

*Mahasiswa akhir sekali

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Korupsi Sebagai Isme
Next post Membidik Maraknya Kasus Kejahatan