Read Time:2 Minute, 40 Second
Oleh: Muhammad Silvansyah Syahdi Muharram
Indonesia merupakan salah satu lahan penjualan rokok terbesar di dunia. Dilansir dari Tempo.co, World Health Organization telah menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga dunia setelah Cina dan India. Lebih dari sepertiga, tepatnya 36,3 persen, penduduk Indonesia saat ini perokok.
Hampir di mana pun berada, kita dapat melihat perokok. Di jalanan, angkutan kota, lingkungan rumah, bahkan di sekitar lingkungan belajar-mengajar seperti sekolah dan kampus pun tak luput dari perokok. Sifatnya pun berbeda-beda. Ada yang tahu diri memperhatikan orang di sekitarnya, ada pula yang tak acuh sama sekali.
Teringat ketika beberapa mahasiswa duduk di lantai dasar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sore itu. Sebagian dari mereka mengeluarkan sebatang rokok dan membakar ujungnya menggunakan pemantik. Rokok itu dihisapnya, kemudian asap terembus dari mulut-mulut mereka. Mahasiswa yang tidak merokok berpindah posisi duduk menjadi berlawanan dengan arah embus asap. Melihat gerak-gerik itu, para perokok pun segera bergeser menjauh.
Bukan hanya di lantai dasar fakultas, di gedung Student Center UIN Jakarta bahkan lebih banyak lagi yang merokok. Sebenarnya, bolehkah merokok di dalam kampus? Apa ada aturan yang melarangnya? Belum lama, dipasanglah spanduk besar bertuliskan kawasan dilarang merokok di lantai dasar beberapa fakultas.
Dalam spanduk tersebut, kawasan dilarang merokok diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Pada Pasal 22 tertulis, salah satu kawasan tanpa rokok adalah tempat yang secara spesifik sebagai proses belajar-mengajar.
Di lingkup UIN Jakarta, larangan merokok ditegaskan dalam Surat Keputusan Rektor UIN Jakarta Nomor 469 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Mahasiwa. Tertulis pada Pasal 5, merokok di gedung dalam kampus termasuk bentuk pelanggaran kode etik. Akan tetapi, permasalahan rokok ini seakan menjadi hal sepele karena tidak adanya tindak tegas dari pihak kampus sendiri. Bahkan, tidak hanya mahasiswa yang merokok, tetapi juga para dosen dan staf. Pemasangan spanduk seolah menjadi formalitas dari aturan perundang-undangan saja.
Klise memang kalau membicarakan soal rokok dan kampus, seakan tak ada ujungnya. Pada kenyataannya, rokok di dalam kampus memang seperti larangan yang terlalu lazim untuk dilanggar tanpa ada dampak yang baik bagi lingkungan maupun perokok itu sendiri.
Rokok mempunyai dampak buruk bagi kesahatan, baik perokok aktif maupun pasif. Seperti pada slogan rokok terdahulu, ‘Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin’. Malah, beberapa tahun lalu, slogan rokok berubah menjadi ‘Merokok membunuhmu’. Bungkusnya pun bergambar penyakit-penyakit menyeramkan akibat rokok. Tak hanya itu, dampak rokok bagi lingkungan pun tidak kalah mengerikannya.
Dilansir dari Doktersehat.com, fakta ini diungkapkan oleh salah satu tim peneliti dari Tobacco Control Unit of Italy’s National Cancer Institute. Tingkat polusi udara yang disebabkan tiga rokok filter hampir 10 kali lebih besar daripada mesin diesel yang berkapasitas 2 liter bahan bakar solar bersulfur rendah.
Maka dari itu, di sinilah pentingnya peran pihak kampus untuk ikut membantu pemerintah dalam mengendalikan jumlah perokok di Indonesia. Alangkah baiknya jika ada tindak tegas bagi pelanggar aturan rokok di dalam kampus. Saling menegur ketika ada yang merokok juga dapat menjadi langkah kecil yang sangat membantu. Memang, para perokok mengaku sulit untuk tidak merokok bahkan sekadar saat hanya di dalam kampus. Namun, mari kita berusaha bersama agar kampus tercinta kita ini menjadi kampus yang terbebas dari asap rokok.
Average Rating