Setumpuk Masalah di Marunda

Setumpuk Masalah di Marunda

Read Time:5 Minute, 10 Second

 

Setumpuk Masalah di Marunda

Tak mudah hidup di pesisir Utara Jakarta. Hadirnya perusahaan batubara yang tak berizin lingkungan membuat polusi udara dan setumpuk masalah lain. Hak hidup warga di sana terancam.


Aktivitas bongkar muat batubara PT Karya Citra Nusantara (KCN) di kawasan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, secara resmi dicabut oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pencabutan izin dilakukan setelah menjatuhkan sanksi administratif paksaan pemerintah Nomor 12 Tahun 2022 tertanggal 14 Maret 2022.

Setelah pencabutan izin kegiatan bongkar muat batubara, nyatanya tak membuat polusi udara di pesisir Jakarta Utara itu, jadi lebih baik. Sekolah satu atap atau satap yang berada di Marunda, menjadi salah satu tempat yang berdampak dari aktivitas bongkar muat batubara. 


Satap menampung tiga sekolah, yaitu SDN Marunda 05, SMPN 290, dan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 8. Namun, di tahun ini SLBN 8 dipindahkan dan diganti dengan Taman Kanak-Kanak (TK). Gedung yang baru dibangun tahun 2018 itu, sudah tampak memudar catnya akibat terlalu banyak debu batubara yang menempel di setiap dinding ruangan.

Nur Mujayanah, seorang guru honorer di SMPN 290 masih merasakan dampak dari sisa-sisa bongkar muat batubara PT KCN. Aktivitas mengajarnya terganggu akibat debu abu batubara yang masih ada. “Di sini (kawasan Marunda) pakai masker bukan hanya karena pandemi, tapi juga untuk menghindari abu batubara,” ucapnya, Minggu (28/8).

Sejak 2019, warga Marunda sudah merasakan dampak buruk akibat terpaan debu batubara. 

Tinah, salah seorang warga di rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Marunda, mengeluhkan debu batubara yang mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Sebelum izin PT KCN dihapus, banyak debu abu batubara tersebar di rumahnya. Tinah pun  menyapu debu itu  berkali-kali. “Sekarang lumayan berkurang debunya,” ujar Tinah, Minggu (28/8). 

Masalah di Marunda, tutur Mujayanah, bukan hanya soal polusi. Contohnya saja pada layanan kesehatan yang belum memadai. Tak ada layanan khusus untuk pengobatan saluran pernapasan. Padahal jika ditinjau, warga Marunda sangat rentan mengalami gangguan pernapasan. “Selama ini, hanya ada pengukuran tinggi badan dan pemberian pil penambah darah untuk anak perempuan,” ungkap Mujayanah.

Masalah lainnya adalah jumlah tenaga pengajar yang terbatas. Mujayanah dan guru honorer lainnya pun mengeluhkan hal tersebut. Selain itu, sarana dan prasarana juga sangat minim. Lapangan sekolah yang rusak, terbatasnya komputer, hingga gaji guru yang kecil dengan jam mengajar ekstra. Mujayanah harusnya cukup mengajar hingga 25 jam pelajaran. Namun dia mengajar sampai 40 jam pelajaran.

Enam bulan Mujayanah pernah merasakan tidak digaji. Statusnya sebagai guru honorer membuat ia tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu adanya dana khusus untuk para guru honorer. “Kalo mengajar di sini harus ikhlas dan ridho, karena jarang (ada guru) yang mau mengajar di sekolah ini,” tuturnya.


Perjuangan Warga Marunda

Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (F-MRM) berdiri atas penderitaan serupa para warga Rusunawa Marunda. Mereka bersatu lewat aksi unjuk rasa. Hal ini sebagai salah satu upaya penghentian operasi batubara PT KCN. Aksi tersebut dilakukan sejak 14 Maret 2022 lalu.

Terbitnya pencabutan izin bongkar muat batubara PT KCN merupakan hasil dari perjalanan panjang dari F-MRM dan warga Marunda . F-MRM rutin mengadakan diskusi tentang pencemaran lingkungan bersama warga Marunda. Setelah itu mereka bergerak untuk mengumpulkan bukti-bukti pencemaran lingkungan kepada instansi terkait. 

Upaya tersebut berbuah manis hingga pemerintah menindak lanjuti dengan menerbitkan sanksi administrasi kepada PT KCN. Tidak hanya berhenti di situ, F-MRM merespons kebijakan tersebut dengan melakukan aksi turun ke jalan untuk menuntut perusahaan bongkar muat, yang telah menyebabkan terjadinya pencemaran di lingkungan Rusunawa Marunda. 

Lebih lanjut, F-MRM menuntut kepada Kementerian Perhubungan untuk mencopot Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda yang tidak menjalankan fungsinya sebagai regulator dengan baik.

Kepala Biro Media dan Propaganda F-MRM, Chepi, menuntut korporasi PT KCN bertanggung jawab terhadap lingkungan, kondisi kesehatan masyarakat, dan kehidupan sosial masyarakat. Namun, tuntutan tersebut belum dilaksanakan. Ia juga menuntut PT KCN membuat Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

Pada tanggal 6 April 2022, pertemuan dengan pihak PT KCN pun dilakukan oleh F-MRM untuk membicarakan kelanjutan pertanggungjawaban perusahaan atas pencemaran lingkungan yang berdampak buruk bagi warga Marunda. Sayangnya, ucap Chepi, pertemuan itu tak mendapatkan hasil sesuai tuntutan pihak F-MRM.

Menurut Chepi, dalam pertemuan tersebut, PT KCN hanya menceritakan pemberian Corporate social responsibility (CSR) kepada warga Marunda. Akan tetapi, warga Marunda merasa tidak pernah mendapatkan bantuan tersebut. “Walaupun ingin memberikan CSR, kami akan tolak, karena itu memang kewajiban perusahaan,” ujarnya.

Chepi beralasan bahwa pemberian CSR bukan solusi pamungkas atas permasalahan pencemaran lingkungan di kawasan Marunda. Baginya, keberadaan AMDAL harus lebih dulu diutamakan. Menurut keterangan Chepi, PT KCN tidak memiliki izin AMDAL, sehingga harus mengurus terlebih dulu perizinan lingkungan.

Lebih lanjut ia berharap setelah dicabutnya izin bongkar muat batubara, PT KCN harus membuat izin lingkungan berupa AMDAL. “Harapan kami, sudah tidak ada lagi pencemaran lingkungan di kawasan Marunda khususnya di kawasan Rusunawa Marunda dan sekitarnya,” tuturnya, Sabtu (4/9).


Tak hanya cabut izin

Pengacara Publik LBH Jakarta, Jeanny Silva Sari Sirait mengungkapkan upaya penghentian kerusakan lingkungan akibat aktivitas bongkar muat batubara PT KCN, tidak hanya berhenti pada pencabutan izin. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini masih ada proses pengosongan batubara di tempat penyimpanan sementara batubara (stockpile) PT KCN.

Jeanny menganggap bahwa  pencabutan izin lingkungan dan penghentian sementara izin operasional, sudah merupakan langkah yang baik. Upaya tersebut memberikan angin segar kepada warga Rusunawa Marunda. “Paling ngga kalo dari update terakhir sampai hari ini, keadaan udara Marunda tidak separah saat masih beroperasi,” ucapnya, Sabtu (3/9). 

Namun menurutnya, pemerintah belum melakukan tindakan atau upaya  pemulihan atas pencemaran udara yang dialami oleh warga. Pemulihan wilayah bekas bongkar muat tambang dan kerugian lainnya seperti kesehatan. “Selama ini belum ada pemulihan atas dampak kesehatan yang dirasakan oleh warga,” ujar Jeanny.

Berdasarkan pantauan LBH Jakarta, disinyalir, PT KCN akan beroperasi lagi dan akan membentuk AMDAL baru. Jeanny menegaskan, pelibatan warga dalam proses pembuatan AMDAL harus diupayakan. Entah itu membuat  AMDAL baru atau perusahaan lain yang berganti nama. Sebab, hal ini bersifat merugikan lingkungan dan memberangus hak hidup warga. 

Dalam kasus ini, LBH Jakarta masih mengawal proses pengosongan batubara. Selama 3 bulan, PT KCN berkomitmen mengosongkan batubara. Kini, sudah berjalan hampir 2 bulan. Jeanny berharap, jangan sampai ketika proses pengosongan, kualitas udara di Marunda malah makin buruk.  “Intens banget, kan, ketika batubara dipindahkan dari stockpile ke tempat-tempat lain, khawatir malah berpotensi mencemari lagi,” pungkas Jeanny.


Reporter: Anggita Raissa Amini

Editor: Syifa Nur Layla

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Satu PBAK Universitas, Tiga Auditorium Previous post Satu PBAK Universitas, Tiga Auditorium
HAM dalam Kampus Merdeka Next post HAM dalam Kampus Merdeka