Wisuda menjadi salah satu kesempatan bagi para fotografer mengadu nasib untuk mengais rezeki. Dengan berbekal kamera, kerap kali mereka menawarkan jasa foto kepada para wisudawan yang hadir.
Maraknya jasa foto turut meramaikan Wisuda Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ke-129. Bermodal kamera digital, para fotografer dari segala kalangan usia mengadu peruntungannya. Selain studio foto, terdapat pula fotografer jalanan yang andil menjajakan hasil foto para wisudawan.
Moh. Nasuha (65) menjadi salah satu fotografer yang datang ke Wisuda UIN Jakarta. Pria asal Demak itu tak lelah menawarkan hasil jepretannya kepada para keluarga wisudawan yang hadir. Nasuha mengatakan, pekerjaannya saat ini sudah ia tekuni sejak tahun 1970-an. “Awal terjun ke dunia fotografi sejak tahun tujuh puluhan karena ikut saudara yang bekerja sebagai fotografer hingga berlanjut sampai sekarang,” kata Nasuha, Minggu (27/8).
Sejak lulus Sekolah Dasar (SD), Nasuha memilih untuk merantau seorang diri ke Jakarta. Dengan menumpang hidup dan menekuni fotografi di tempat saudaranya. Perlahan ia menjadi tukang foto keliling menggunakan kamera analog. “Dulu saya membuka jasa foto keliling dan biasanya saya dibayar hanya sepuluh rupiah,” kenangnya.
Seiring berkembangnya zaman, Nasuha beralih ke kamera digital. Berbekal informasi dari teman seprofesi, ia menerima informasi terkait acara-acara yang akan berlangsung. “Biasanya kita dikasih tau acara wisuda kampus melalui WhatsApp,” jelas Nasuha.
Selain bekerja sebagai fotografer, Nasuha juga membuka usaha membuat bingkai foto di rumahnya. Jadi, setiap foto yang datang dari luar akan ia bingkai sesuai pesanan. “Saya dikasih fotonya sama pelanggan, kemudian saya kerjakan. Untuk waktu prosesnya tergantung banyaknya foto,” jelasnya.
Selain Nasuha, ada pula Daan— fotografer yang hadir. Pria asal Garut tersebut mulai menekuni dunia fotografi sejak tahun 1991, tepat setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dari menggunakan kamera analog hingga kini menggunakan kamera digital. “Saya belajar foto otodidak, semakin maju teknologi, saya beralih memakai kamera digital,” kata Daan, Minggu (27/8).
Daan melanjutkan, dirinya tak hanya pergi ke satu kampus saja, ia kerap pergi ke beberapa kampus sekitar Jakarta hingga Bandung. Jika lokasi cukup jauh dari tempat tinggal, Daan akan berangkat pada malam hari menggunakan kendaraan umum. Namun, jika jarak lokasi tidak terlalu jauh, ia biasa mengendarai motor sejak pukul empat pagi. Menurutnya, ia sudah harus sampai di lokasi pukul enam pagi.
Baik Nasuha maupun Daan memiliki kesamaan dalam menggeluti profesinya, yakni datang pagi ke lokasi, mengambil banyak foto, dan langsung dicetak ke studio foto terdekat. “Kalo di sini (Ciputat) biasanya nyetak di Mayestik, Kebayoran Baru. Harganya cukup murah dan sudah langganan juga,” ucap Daan.
Banyaknya pesaing di satu lokasi menjadikan para fotografer jalanan tersebut harus selalu berkepala dingin. Nasuha mengaku bahwa tak jarang terjadi rebutan area foto dengan fotografer lainnya. “Di lapangan sesama fotografer itu saingan, makanya harus berkepala dingin kerjanya,” ungkapnya.
Reporter: Nabilah Saffanah, Desy Rahayu
Editor: Ken Devina