Tidak hanya mahasiswa beragama Islam yang berkuliah di UIN Jakarta. Terdapat mahasiswa non-muslim yang menjadi perwujudan kampus Insklusif.
Bagian Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mendata lebih dari 32 ribu mahasiswa aktif per November 2024. Berdasarkan data tersebut, terdapat tiga puluh mahasiswa non-muslim yang menjadi keunikan bagi UIN Jakarta. Pasalnya, mereka belajar di kampus dengan mayoritas mahasiswa Islam
I Ketut Wisnu Laksana, mahasiswa Program Studi (Prodi) Jurnalistik beragama Hindu merupakan satu di antara tiga puluh mahasiswa non-muslim. Ia mengungkapkan, UIN Jakarta adalah kampus yang ia targetkan, meski Prodi Jurnalistik merupakan pilihan kedua setelah Psikologi.
Kemasyhuran kampus Islam di Ciputat tersebut menjadikan Wisnu mendambakannya sebagai wadah bagi pendidikannya. Ia menjadikan kampus sebagai tantangan untuk beradaptasi dan belajar dilingkungan yang mayoritas berbeda dengan dirinya.
Ia juga mengalami berbagai peristiwa unik di kampus. Salah satu contohnya ketika Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), setelah makan siang, mentornya menyuruh Wisnu untuk ikut salat berjamaah. Ia menolak ajakan mentornya dengan alasan ia bukan beragama Islam. “Mentor gue gak percaya, terus gue tunjukin kartu identitas, akhirnya dia percaya, “ ujar Wisnu.
Wisnu sempat mengira UIN Jakarta mempunyai lingkungan kampus berkehidupan Islami sehingga susah untuk beradaptasi. Setelah ia menjadi mahasiswa, dugaannya terpatahkan. Ia mengungkapkan, lingkungannya seperti kampus pada umumnya.
Adaptasi yang Wisnu alami bukan hanya masalah sosial, mata kuliah yang berbasis agama Islam menjadi tantangan baginya. “Dari situ mungkin agak struggle, karena ada pelajaran-pelajaran yang mengarah ke agama Islam, seperti fikih, studi Islam, dan sejenisnya, ”ujar Wisnu, Selasa (6/11).
Wisnu juga mengungkapkan, tingkat toleransi terhadap mahasiswa non-muslim di UIN Jakarta cenderung tinggi. Candaan yang dilontarkan terkadang mengusiknya, namun teman-temannya memperlakukan dirinya dengan baik. “Menurut gue selama ini, gak bener-bener kayak diskriminasi yang ngejauhin, justru pada baik-baik semua,” kata Wisnu.
Lingkungan toleran juga terasa oleh Kristina Kriswindiani Zai, mahasiswa Prodi Fisika beragama Protestan. Ia sempat merasa ragu terhadap sikap tertutup lingkungan kampus terhadap dirinya. Akan tetapi keraguannya terbantahkan oleh sikap keterbukaan teman-temannya terhadap Kristina.
Bahkan, ia sering berbagi pengetahuan tentang agamanya kepada lingkungannya. “Ada yang sebelumnya tidak tahu tentang agama aku, karena kita ngobrol, akhirnya mereka tahu,” ungkap Kristina, Rabu (6/11).
Lingkungan kampus juga menjawab rasa keingintahuan Kristina terhadap kehidupan dengan berbagai macam latar belakang. Sebelum resmi menjadi mahasiswa UIN Jakarta, lingkungan Kristina hanya terbatas pada agama Protestan. Maka dari itu, mahasiswa semester tujuh tersebut sangat penasaran bagaimana kegiatan agama yang dahulu ia lihat di televisi.
Mahasiswa Doktor jurusan Pengkajian Islam, Yane Octavia Rismawati Wainasari mengungkapkan alasan berbeda. Agama Protestan yang dianut tidak menghalangi dirinya untuk melanjutkan pendidikan di UIN Jakarta. Menurut Yeni, Sekolah Pasca sarjana (SPs) UIN Jakarta merupakan panutan bagi kampus naungan Kementerian Agama.
Alasan tersebut juga menunjang profesinya sebagai dosen sekaligus tim akreditasi. “Saya juga termasuk tim akreditasi Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangkaraya,“ ujar Yane, Rabu (6/11)
Rektor 2015-2019 UIN Jakarta Dede Rosyada pernah menyampaikan, UIN Jakarta adalah kampus inklusif. Pengakuan para mahasiswa non-muslim membuktikan UIN Jakarta sebagai kampus yang toleran terhadap berbagai agama.
Reporter: SR
Editor: Shaumi Diah Chairani