
Peralihan sistem dari AIS ke E-Semesta justru membawa berbagai persoalan baru bagi mahasiswa. Minimnya fitur dan sosialisasi membuat pengguna merasa kebingungan dan tidak terbantu.
Laman internet Elektronik Sistem Manajemen Terpadu Perguruan Tinggi Agama (E-Semesta) merupakan sistem informasi akademik mahasiswa berbasis digital di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, mahasiswa menggunakan Academic Information System (AIS) untuk mengakses informasi akademik. Namun, peralihan ini tidak membuat fitur E-Semesta lebih matang dalam pengaplikasiannya. Terdapat banyak kendala yang membuat berkurangnya produktivitas dan efektivitas E-Semesta.
Sebagai Mahasiswa Program Studi (Prodi) Sistem Informasi, Zikri Azizi Abdillah merasa fitur Virtual Class dan Academics tak terlalu menunjang aktivitas akademik. Saat itu, Zikri sempat mempunyai dua jadwal mata kuliah yang dialihkan dan terpaksa menunggu konfirmasi perpindahan jadwal tersebut. Menurutnya, perpindahan jadwal mata kuliah seharusnya dapat dilakukan melalui E-Semesta agar mempermudah aktivitas akademik.
Zikri beranggapan bahwa fitur di E-Semesta kurang lengkap karena belum terdapat fitur konfirmasi perpindahan jadwal. Sistem informasi akademik atau layanan akademik mahasiswa sudah seharusnya memiliki fungsi yang dapat menunjang kegiatan mahasiswa, bukan mempersulit mahasiswa. Berdasarkan pengamatan Institut, fitur Virtual Class; Diskusi Online, Tugas Kuliah, Forum Diskusi, Ujian Kelas, Pengumuman, Agenda Pribadi, File Sharing, dan Referensi hanya berisi halaman kosong saat dibuka.
Menurut Zikri, tampilan E-Semesta yang terlalu kompleks dan tidak rapi juga menyulitkan mahasiswa baru yang hendak menggunakannya. Banyak sekali warna yang tidak imbang dan tidak sedap dipandang, beda dengan tampilan sistem informasi akademik universitas lain. “Kesan pertama membuka E-Semesta membuat sakit mata, tampilannya kurang rapi tidak seperti sistem informasi akademik di univ lain seperti Universitas Negeri Semarang,” jelasnya Kamis (27/4).
Apalagi, sosialisasi terkait E-Semesta saat Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) juga dinilai kurang menyeluruh. Tidak ada penjelasan mendalam terkait penggunaan dan pemanfaatan fitur di E-Semesta. “Saat PBAK, sosialisasi mendalam terkait E-Semesta ini juga kurang, kita sebagai mahasiswa baru jadi bingung,” lanjutnya.
Sistem atau fitur yang ada di E-Semesta tidak jauh berbeda dengan AIS. Maka dari itu, ia mempertanyakan urgensi perpindahan sistem informasi akademik itu. “Terdapat kerancuan dalam peralihan ke sistem baru ini, apakah hanya untuk menambah anggaran saja atau ada tujuan lain?,” tanya Zikri saat itu.
Pengisian timbal balik atau masukan untuk dosen pun menjadi kendala yang dialami oleh Zikri. Saat ingin melihat Indeks Penilaian Semester (IPS) di fitur Kartu Hasil Studi (KHS), ia terhambat dengan pengisian masukan untuk dosen yang juga bermasalah. Di situ, Zikri terus terlempar ke halaman awal padahal sudah mengisi semuanya dengan benar. Kejadian itu membuatnya jengkel dan berakhir mengisi dengan seadanya berulang kali.
Beberapa waktu terakhir, perpindahan Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) juga membuat mahasiswa tidak dapat mengakses E-Semesta. Berdasarkan laporan yang diunggah Institut dalam berita yang berjudul “Mendadak Pindah Faskes”, mahasiswa diwajibkan mengisi data perpindahan Fasyankes ke Klinik Pratama UIN Jakarta. Kejadian ini cukup krusial karena bertepatan dengan pengisian mata kuliah dan kegiatan akademik untuk satu semester ke depan. Kebijakan tersebut membuat mahasiswa terutama Zikri, terhambat dan terkendala untuk mengakses fasilitas di E-Semesta.
Zikri berharap setidaknya E-Semesta dapat 50% lebih baik dari AIS, terutama dari segi fitur dan sistem yang fundamental agar lebih sistematis. Mahasiswa dengan prodi yang relevan seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika, dapat membantu mengembangkan laman E-Semesta. Hal tersebut juga dapat mendukung mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmunya di bidang teknologi.
Pihak kampus juga dapat berkolaborasi dengan alumnus UIN Jakarta yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan laman E-Semesta, Zikri menyarankan berkolaborasi dengan PT Nusantara Beta Studio (NBS) yang CEO-nya merupakan alumnus UIN Jakarta, Shidiq Permana.
Selain itu, sistem pemberitahuan dan dashboard interaktif terkait background mata kuliah, serta elemen-elemen materi yang dipelajari dan relevan dengan dunia kerja perlu diadakan. “Saya menyarankan adanya fitur yang memuat informasi yang menunjang perkuliahan dan karir mahasiswa, agar E-Semesta ini dapat berfungsi sebagai pusat informasi perkuliahan,” ungkap Zikri.
Berbanding terbalik dengan yang dialami Zikri, Muhammad Nur Gunawan, dosen Prodi Sistem Informasi menyebut kendala yang ada dalam E-Semesta tidak krusial. Sistem yang dipakai dosen dengan mahasiswa tentunya berbeda dan memungkinkan tidak ada kendala serius terkait fitur E-Semesta yang dipakai dosen.
Namun, Gunawan menjelaskan ada satu kendala yang menjadi sorotan untuk fitur dosen. Kendala tersebut yaitu fitur Absensi Mahasiswa yang tidak dapat menyimpan data di database. Hal itu mengakibatkan dosen tidak dapat memasukan data absensi mahasiswa ke dalam sistem. Meski begitu, lanjut Gunawan, hal tersebut sudah menjadi daftar perbaikan untuk Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda).
Fitur untuk dosen sudah disosialisasikan oleh Pustipanda. Akan tetapi, karena saat itu hanya ada tiga pertemuan, banyak dosen belum memahami dan mengerti cara menggunakan beberapa fitur di E-Semesta.
Gunawan juga mengatakan bahwa peralihan dari AIS ke E-Semesta merupakan keputusan baik selama sistem mampu menjalankan semua kegiatan akademik dari awal sampai akhir. Berbeda dengan mahasiswa yang kerap menghadapi berbagai kendala dalam prosesnya.
Beberapa dosen juga memakai platform atau aplikasi lain dibandingkan fitur di E-Semesta untuk perkuliahan. Menurut Gunawan, penggunaan aplikasi lain untuk menunjang perkuliahan tidak masalah karena tidak menyalahi aturan. “Saya juga memakai Microsoft Teams untuk menunjang kegiatan akademik, Teams ini salah satu alternatif yang disarankan UIN,” jelas Gunawan.
Dengan perbedaan sistem antara mahasiswa dan dosen, membuat beberapa kendala sulit untuk diselesaikan. Perbedaan sistem ini mengacu pada fitur pada akun khusus mahasiswa dan akun khusus dosen. Sehingga penerapan dan pengembangan fitur ini tidak seimbang yang memungkinkan penyelesaian masalah pun berbeda antara dosen dan mahasiswa.
Di sisi lain, selaras dengan Zikri, Abdullah sebagai Kepala Divisi Data dan Informasi Pustipanda pun turut menilai, sosialisasi penggunaan E-Semesta kurang masif. Menurutnya, mahasiswa baru tidak tahu bagaimana cara menggunakan E-Semesta ini seperti yang dialami oleh Zikri. Abdullah juga mengatakan bahwa E-Semesta ini tidak user friendly, dibuktikan dengan fitur-fitur yang belum bisa diakses dan pengalaman buruk user.
Permasalahan tak berhenti hanya pada pengalaman pengguna E-Semesta. Ujar Abdullah, komunikasi dengan pihak kampus juga kurang intens dan perlu diperbaiki. Pustipanda tidak tahu-menahu terkait penyusunan jadwal perkuliahan. Ia hanya sekedar tahu bahwa pihak fakultas menjadi penanggungjawabnya. Selain itu, tanda tangan Ketua Prodi (Kaprodi) untuk Kartu Hasil Studi mahasiswa (KHS) juga tidak tersedia saat mahasiswa hendak mencetaknya di E-Semesta. Sebab, di dalam KHS perlu tercantum tanda tangan basah Kaprodi di dalam KHS.
“Admin atau penanggungjawab untuk setiap fitur keuangan, jadwal kuliah dan akademik mahasiswa sudah ada dari pihak universitas maupun fakultas, namun masih saja banyak kesalahan komunikasi dalam pelaksanaannya,” ungkap Abdullah.
Kemudian, Abdullah mengonfirmasi bahwa keseluruhan fitur di E-Semesta masih dalam tahap transisi, masih ada sekitar 16 modul (aplikasi) yang sedang dikembangkan. Lantaran transisi tersebut, masalah dan kendala yang terjadi belum bisa diatasi. Hal ini juga terjadi karena tidak ada akses untuk mengirim keluhan pengguna, sehingga kurangnya feedback dari pengguna. Pustipanda masih mengembangkan E-Semesta yang merupakan aplikasi yang dibeli dari PT Solusi Kampus Indonesia, unit usaha milik Universitas Gadjah Mada di bidang teknologi.
Transaksi aplikasi tersebut sudah terjadi pada tahun 2023 dan direalisasikan pada tahun 2024. Kemudian, pada tahun 2025 akan dikonversikan dengan kebutuhan akademik UIN dan pendampingan pengguna E-Semesta.
Meski Pustipanda terus berusaha finalisasi 16 modul untuk menyempurnakan sistem E-Semesta, hal itu belum tentu dapat terselesaikan dalam jangka waktu pendek. Banyaknya masalah dan kendala yang dialami pengguna membuat aktivitas perkuliahan tidak produktif. Saran, kritik dan feedback dari pengguna yang tak terwadahi juga menjadi masalah Pustipanda.
Reporter: AZH
Editor: Rizka Id’ha Nuraini
