Maccera Tasi, Pesta Laut Rakyat Sulawesi Selatan

Read Time:3 Minute, 16 Second

Para pemangku adat Sulawesi Selatan naik ke atas Ance (singgasana Raja Muda) di tengah laut Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palopo, Sulawesi Selatan. Mereka sedang melaksanakan ritual Maccera Tasi, Minggu (30/6).

Ratusan perahu berjejer di sepanjang Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palopo, Sulawesi Selatan. Namun, di antara ratusan perahu tersebut, tampak tiga perahu yang mengapung di tengah laut. Tiga perahu tersebut menopang sebuah panggung megah yang berdiri di batas antara pasang dan surut laut. Panggung kecil di atas laut itu disebut Ance yang berfungsi sebagai singgasana raja muda.

Ketika terik mentari pagi bersinar panas dan menyengat, terlihat sebuah mobil berwarna hitam mendekati  TPI  Palopo. Keluar seorang lelaki bertongkat dari dalam mobil tersebut. Lelaki itu mengenakan baju adat kerajaan berwarna hitam. Dialah Datu Luwu Opu Cenning (Raja Muda). Di belakang Opu Cenning, tampak empat gadis berbaju adat Sulawesi Selatan berwarna merah marun memayungi kepala Opu Cenning sembari berjalan ke arah TPI Palopo.

Siang itu, Minggu (30/6), jam sudah menunjukkan pukul 11 ketika Opu Cenning menaiki perahu beratapkan kelambu keemasan. Puluhan perahu lain pun mengelilingi perahu Opu Cenning, layaknya rakyat mengelilingi raja mudanya. Hal ini menjadi tanda bahwa ritual adat Pesta Laut Maccera Tasi akan dimulai.

Tak lama kemudian, sebuah perahu nelayan dengan panjang sekitar sepuluh meter mendekati perahu yang diduduki  oleh  Opu  Cenning. Perahu tersebut bernama Perahu Pua Puawang. Puluhan perahu lain pun ikut mengiringi di belakang Perahu Pua Puawang. Tampak dua orang lelaki berjas hitam dan memakai sarung kotak-kotak turun dari Perahu Pua Puawang. Mereka adalah pemangku adat Sulawesi Selatan. Mereka menginjakkan kaki di atas perahu Opu Cenning.

Sementara itu, di belakang pemangku adat, tampak seorang lelaki muda menjunjung seorang gadis. Mereka juga berpakaian adat Sulawesi Selatan. Mereka menuju singgasana Opu Cenning guna melaksanakan ritual cium tangan kepada Opu Cenning.

Setelah lelaki dan gadis melakukan cium tangan kepada Opu Cenning, para pemangku adat kembali ke Perahu Pua Puawang. Perahu Pua Puawang pun menuju ke arah Ance (singgasana Raja Muda) dan mengelilingi Ance sebanyak tiga kali. Setelah itu, perahu yang ditumpangi Opu Cenning dan Kapal Pua Puawang merapat ke Ance.

Opu Cenning beserta para pemangku adat naik ke panggung kecil tersebut. Walikota Palopo, HPA Tenriadjeng pun menaiki singgasana tersebut dan duduk di  atas kursi yang telah disediakan. “Matikan semua mesin kapal !” seru salah seorang pemangku adat.

Usai seruan tersebut, tak lagi terdengar suara mesin perahu yang mengiringi perahu Opu Cenning dan Perahu Pua Puawang. Suasana hening terasa di tengah laut. Ratusan pengiring ritual ini nyaris tak bersuara. Berdasarkan adat Sulawesi Selatan, ritual hening ini bertujuan perekatan dan pendekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ritual pun dilanjutkan dengan turunnya pemangku adat dari Ance ke Perahu Pua Puawang. Di kapal ini, pemangku adat membuang sebuah tabung dari rakitan bambu. Tabung itu berisi hasil bumi. Para nelayan dihimbau mengambil isi tabung rakitan bambu tersebut jika isi tabung itu sudah terendam semuanya.

Usai melakukan ritual tersebut, Perahu Pua Puawang dan perahu yang ditumpangi Opu Cenning kembali ke pantai. Perjalanan kedua perahu itu kembali diiringi oleh ratusan kapal nelayan. Setibanya di daratan, ritual kembali dilakukan. Para pemangku adat menyerahkan sepiring nasi ketan empat warna kepada petani. Ritual ini bernama Mappangngolo Lise Rakki.

Perwakilan Masyarakat Adat Nelayan dan Petani Andi Rahmawati menuturkan, pegelaran pesta laut Maccera Tasi bertujuan tidak hanya sebagai acara adat, tetapi juga sebagai penarik wisatawan ke Kota Palopo.

Ia menambahkan, ritual yang dilakukan oleh masyarakat Palopo juga memiliki banyak makna. “Contohnya, ritual pemangku adat membuang rakki (tabung rakitan dari bambu berisi hasil bumi) ke laut. Ritual ini bermaksud menyerahkan kekayaan laut nelayan kepada Allah  SWT,” ungkapnya. Selain itu, nelayan harus mengambil isi rakki yang sudah terendam guna mendapatkan berkah bagi nelayan yang berhasil mengambilnya. Hal ini sudah menjadi adat di Sulawesi Selatan sejak dulu.

Usai melakukan beragam ritual di atas, beberapa perlombaan pun dilaksanakan untuk memeriahkan pesta laut tersebut. Lomba yang diadakan cukup unik, seperti lomba tangkap bebek, lomba panjat pinang di laut, dan lomba mengikat batu di jaring. (Gita Juniarti)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
100 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Saat Buya Hamka Bercerita
Next post Nobbs: Perempuan Bukanlah Harapan