Jalawastu, Tanah Suci Penuh Tradisi

Read Time:2 Minute, 45 Second

Masih ada masyarakat adat yang eksis menjaga tradisi warisan leluhur. Jalawastu menjadi penjaga nilai-nilai tradisi lama yang bertahan hingga kini.

Jalawastu memiliki pesona berbeda dibandingkan desa-desa lainnya di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Umumnya, desa-desa di Brebes sudah terpengaruh oleh arus modernisasi. Namun tidak demikian dengan Jalawastu, letaknya cukup terpencil dihimpit perbukitan membuat Jalawastu kental dengan adat budaya. Masyarakat desa di dusun Jalawastu hidup rukun karena berpegang teguh kepada ajaran leluhur.

Dusun Jalawastu terletak di Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan tepatnya di lereng Gunung Kumbang. Pengunjung yang ingin ke sana sebaiknya melakukan perjalanan tatkala cuaca baik. Tak mudah menuju Jalawastu, selain akses jalan rusak, trek yang dilalui pun cukup terjal naik turun perbukitan. Jarak ke dusun Jalawastu dari kota kebupaten sekitar 50 kilometer dengan waktu tempuh 2 jam 30 menit.

Untuk sampai di Jalawastu, pengunjung dapat menggunakan transportasi umum dari kota Brebes. Pada musim tanam, di sepanjang jalan pengunjung akan dimanjakan dengan hamparan bawang merah yang daunnya menghijau. Sesampai di Ketanggungan, perjalanan harus dilanjutkan ke tujuan menggunakan ojek melewati jalan naik turun perbukitan. Mendekati Jalawastu, suasana asri pepohonan rindang akan didapatkan pengunjung. Tak hanya itu, monyet yang bergelantungan di pepohonan siap menyapa pengunjung.

Tak sembarangan untuk bisa memasuki kawasan Jalawastu. Pengunjung harus mendapatkan izin dari kepala adat. Tak hanya itu, terdapat peraturan adat yang harus dipatuhi. Pengunjung dilarang mengunakan alas kaki dan celana dalam. Kaitannya dengan busana yang diterapkan, menurut penduduk setempat tanah Jalawastu merupakan tanah suci.

Pada waktu-waktu tertentu, pengunjung dapat menyaksikan berbagai tradisi yang dilaksanakan masyarakat adat Jalawastu. Seperti Upacara Ngangsa diadakan setiap Selasa Kliwon pada Mangsa Kesanga. Ritual Ngangsa dipercaya penduduk sebagai perwujudan rasa syukur kepada Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam.

Pada Upacara Ngangsa, pengunjung akan melihat masyarakat Jalawastu berbondong-bondong menuju pusat tanah adat di lereng Gunung Sagara (Gunung Kumbang).  Upacara adat dimulai pukul 05.00 WIB ditandai dengan arak-arakan penduduk mengenakan busana adat. Kaum adam  mengenakan baju dan celana serba putih lengkap dengan ikat kepala. Sedangkan kaum hawa mengenakan kebaya putih yang menutupi hampir semua aggota tubuhnya dengan bawahan kain tapih.

Selama arak-arakan berlangsung, para wanita menjinjing rantang berisi berbagai makanan pokok berupa jagung, dedaunan dan umbi-umbian. Menjadi sebuah larangan bagi mereka untuk memakan nasi. Terlebih makanan yang bernyawa seperti daging hewan ternak hingga aneka ikan pun menjadi daftar larangan. Konon, menurut Kepala Adat Jalawastu Dastam jika masyarakat Jalawastu melanggar aturan akan mendatangkan malapetaka.

Sesampainya di pusat tanah adat, mereka membuat lingkaran besar menghadap  Pemangku Adat Jalawastu. Semua makanan diletakkan di tengah-tengah lingkaran mengunakan tikar anyaman. Setelah semua siap, pemangku adat membuka acara dengan membaca ajian. Acara dilanjutkan dengan Kaulinan Tradisional yang diakhiri dengan menyantap makananan bersama.

Jika pengunjung memerhatikan bangunan Jalawastu, maka suasana masa lampau akan amat terasa. Tak ada bangunan berarsitektur modern. Bahkan bangunan di desa tersebut tak satu pun menggunakan semen sebagai materialnya. Masyarakat Jalawastu mendirikan rumah dari kayu  yang beratapkan susunan kelaras. Rumah mereka tak padat hanya beberapa saja yang terpusat di lereng perbukitan.

Namun sangat disayangkan, jika pengunjung ingin berlama-lama di Jalawastu harus kembali ke kota Brebes. Pasalnya, di kawasan Jalawastu belum ada hotel atau pun penginapan. Walau pun begitu, Jalawastu yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat menjadikannya memiliki kesan tersendiri bagi pecinta, peneliti atau pun wisata tradisi Jawa.

M. Rifqi Ibnu Masy

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Hidup yang Tak Diinginkan
Next post Melawan Kekuatan Militer