Kontradiksi Keabsahan dan Implementasi Cryptocurrency pada Investasi Syariah

Kontradiksi Keabsahan dan Implementasi Cryptocurrency pada Investasi Syariah

Read Time:3 Minute, 19 Second

Kontradiksi Keabsahan dan Implementasi Cryptocurrency pada Investasi Syariah
Sumber: http://cms.bisnis.com
*Oleh : Maulia Nurul Hakim
Revolusi teknologi keuangan yang berkembang sangat cepat direspon baik oleh masyarakat untuk bertransaksi dengan cara baru yang menguntungkan dan memudahkan. Cryptocurrencysepuluh tahun belakangan turut serta dalam menciptakan mata uang seperti bitcoin dan ethereum. Animo pemanfaatan teknologi pun paralel dengan gerakan global yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara bahkan dunia. Selain kegiatan konsumsi dan produksi, sebuah negara bertumbuh pula dengan adanya instrumen investasi.  Dalam memilih keputusan penanaman modal, mayoritas masyarakat muslim dipengaruhi oleh aspek keagamaan sebagai bentuk taat terhadap agamanya dan menghindari risiko ekonomi kapitalis. Maka tak heran, instrument investasi syariah banyak diminati sebagai bentuk simpanan jangka panjang.
Investasi syariah mengembangkan ekonomi Islam yang maslahah sesuai dengan kaidah maqasid syariah. Uang dalam Islam melakukan “peran sosial,” itulah sebabnya tujuan utama keuangan Islam dalam bentuk penanaman modal bermanfaat  dalam mendistribusikan kekayaan secara efisien, mempromosikan keadilan sosial-ekonomi, dan memastikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua orang. Bitcoin atau koin digital dapat mewakili berbagai proyek pembangunan berkelanjutan melalui skema koperasi. Dengan berinvestasi dalam koin ini, investor dapat mendiversifikasi portofolio mereka dengan investasi yang tidak hanya memberi mereka pengembalian tetapi juga membuat perbedaan dalam kehidupan orang-orang.
Di tengah kontroversi keabsahan penggunaan bitcoin, Pusat Internasional untuk Pendidikan Keuangan Islam (INCEIF) sedang mengembangkan aplikasi blockchain untuk investasi dengan mata uang digital bitcoin. Jika seseorang khawatir terhadap penggunaan dana investasinya, blockchain dapat menjadi solusi dari masalah tersebut sebab teknologi ini ibarat buku besar yang terdesentralisasi dan dapat berkembang dalam bentuk daftar catatan serta dapat diakses melalui jaringan peer to peer yang efisien. Keamanannya dilindungi oleh algoritma kriptografi. Teknologi keuangan yang belum pernah ada sebelumnya ini memiliki kemampuan untuk melacak letak transaksi pergi, tiba, dan letak dana tersebut digunakan untuk mengatur inefisiensi dan korupsi organisasi. Artinya perhatian utama kontributor investasi syariah dalam hal transparansi dan akuntabilitas telah terpenuhi.
Investasi dengan virtual currency bitcoin melalui blockchain banyak menuai antitesis seperti telah dditulialam buku Muamalah Kontemporer karya Dr. Oni Sahroni bitcoin belum memenuhi dua kriteria mata uang yaitu belum dapat diterima masyarakat luas dan bukan diterbitkan oleh otoritas sebuah negara. Beberapa cendekiawan Afrika Selatan mengatakan cryptocurrency dilarang, tetapi salah satu cendekiawan terkemuka di dunia – Shaikh’ Abdul Sattar Abu Ghuddah – mengatakan bahwa  mata uang digital ini duduk di perbatasan antara diizinkan dan dilarang. Larangannya terletak pada risiko keamanan dan sarat akan spekulasi akibat tidak adanya otoritas yang bertanggung jawab dan tidak terdapat administrator resmi .
Cendikiawan yang menyetujui eksistensi bitcoin berpendapat bahwa adanya konsep persetujuan sosial. Tetapi dipatahkan oleh pendapat yang mengatakan ini tidak berarti bahwa cryptocurrency dapat diakui sebagai bentuk mata uang yang sah.  Selain itu pula, ada konsep dasar yang penting dipahami oleh investor yakni cryptocurrency diakui sebagai media pertukaran dalam suatu komunitas dan diidentifikasi sebagai token dengan kepemilikan digital, bukan uang kertas atau koin fisik. Dibutuhkan upaya untuk memecahkan ‘crypto’ atau puzzle untuk mengidentifikasi kepemilikan digital. Oleh sebab itu sistem ini disebut cryptocurrency.
Namun, kembali ke definisi awal. Dari perspektif syariah, mata uang adalah apa yang telah disepakati bersama, sedangkan dari perspektif konvensional, mata uang dianggap sebagai alat pembayaran yang sah di suatu negara. Simpulannya berakhir pada cryptocurrencybukan bentuk mata uang yang sah kecuali dianggap sebagai alat pembayaran yang sah di suatu negara atau sampai mereka menjadi ukuran global.
Saat ini banyak investor institusi menempatkan miliaran dolar ke berbagai cryptocurrency, yang secara efektif menciptakan permintaan buatan bagi mereka. Dr Ziyaad Mahomed, Dekan Pendidikan Eksekutif Dan E-Learning di INCEIF,  tidak setuju dengan para pendukung cryptocurrencyyang mengatakan token digital ini tidak dapat digunakan untuk pencucian uang karena transparansi yang mereka berikan. Pemilik cryptocurrency adalah pseudonim dari anonim. Satu-satunya informasi yang dimiliki seseorang adalah ID token yang hanya berupa angka.
Pemanfaatan teknologi baru cryptocurrency untuk memberi manfaat bagi semua pihak dengan cara investasi yang sah dan halal belum dapat diterima. Ketidakpastian yang berlebihan disebabkan oleh sifat spekulatif yang didorong oleh pihak pedagang kapitalis untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi mata uang. (Maulia)
*Penulis adalah Mahasiswa Master Keuangan dan Ekonomi Islam, Kajian Timur Tengah Dan Islam di Sekolah Kajian Statejik dan Global, Universitas Indonesia.

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Mengenang Reformasi 1998 Previous post Mengenang Reformasi 1998
Next post Tabloid Edisi 61