Roshiifah Bil Haq
Read Time:2 Minute, 17 Second
Bingkai-bingkai foto penuhi ruang pameran Museum Nasional Indonesia. Dalam bingkai tersebut, tampak potret desain busana kebaya serta sajak di sampingnya. Selain itu, terdapat berbagai pose maneken berbalut desain kebaya yang dimodifikasi. Bagian tersebut dicahayai lebih, seakan menjadi pusat pameran. Pencahayaan sisi ruang lainnya redup, menonjolkan kesan klasik serta keindahan karya.
Letak pameran tersebut berada di lantai dasar Museum Nasional Indonesia. Ketika memasuki ruang pameran, berbagai pajangan foto perempuan berbusana kebaya menyambut para pengunjung. Dalam potret itu, terlihat jelas keelokan sang perempuan. Sebuah sajak berbunyi pada salah satu potret, Perempuan itu tak bisa dieja kecantikannya; Ia adalah kalimat utuh yang tak cukup sekedar dilisankan.
Puisi yang menemani setiap bingkai pada pameran Perempuan yang Tak Bisa Diejaini merupakan karya pujangga dan satrawan Sapardi Djoko Damono. Suasana pameran terasa tenang karena ketakjuban para pengunjung terhadap karya-karya yang dipamerkan. Tak hanya dapat memanjakan mata dengan visual yang ada, pengunjung juga dapat berbincang langsung dengan sang seniman.
Ialah Vera Anggraini, seorang perancang busana kebaya yang dipamerkan. Vera mengatakan, setiap perempuan itu cantik dan penuh misteri. Ia ingin menggambarkan keindahan perempuan melalui busana kebaya tradisional. “Karena kebaya itu, kan, tentang perempuan,” tutur wanita yang juga menjadi kurator pada pameran tersebut, Jumat (13/3).
Keindahan perempuan dengan busana kebaya ini diabadikan dengan nuansa Indonesia oleh seorang fotografer glamor dan fesyen Darwis Triadi. Seluruh foto potretan Darwis melengkapi pameran hasil kolaborasi tiga generasi. “Saya merasa terhormat ketika diajak kolaborasi dalam pameran ini,” tukas Darwis, Jumat (13/03).
Pameran ini ialah yang pertama kali dan khusus kolaborasi antara perancang busana, fotografer, dan sastrawan. Maneken busana kebaya menjadi salah satu karya yang paling diminati para pengunjung. Selain itu, berbagai acara turut digelar sejak Kamis (20/2) hingga Jumat (20/3). Di antaranya adalah kompetisi foto dan puisi, workshop fotografi, serta perayaan ulang tahun Sapardi Djoko Damono.
Pelaksanaan pameran ini bertujuan untuk membangkitkan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap kebaya sebagai warisan budaya. Seiring dengan berkembangnya zaman, Vera pun ingin menunjukkan bahwa kebaya juga bisa dimodifikasi agar dapat lebih diterima oleh kalangan luas. “Kain kebaya bisa disandingkan dengan kain apa pun dari Indonesia,” ungkapnya.
Ayodya—salah satu pengunjung pameran—menuturkan, ia memang sudah lama tertarik dengan potretan Darwis. Kemudian saat Darwis turut berpartisipasi dalam sebuah pameran, ia tidak ingin melewatkannya. Ayodya menambahkan, ia sangat menyukai keseluruhan tata letak serta pencahayaan yang ada. “Khususnya ketika objek potret Darwis seakan menyatu dengan puisi Sapardi di sebelahnya,” tutur Ayodya, Jumart (13/3).
Lain halnya dengan teman Ayodya bernama Dwi Keisyha. Ia awalnya tertarik dari tema pameran yang berkaitan dengan perempuan. Ketika Dwi mengetahui Vera Anggraini turut serta dalam pameran tersebut, ia menjadi lebih tertarik lagi untuk datang. Dwi sudah mengetahui desain busana kebaya oleh Vera sejak dulu. “Kebaya rancangannya pada 2020 ini lebih beda dari yang sebelum-sebelumnya,” ungkapnya.
Average Rating