Oleh: Muhammad Rofiqi
Pasangan dari Partai Demokrat—Joe Biden dan Kamala Harris—keluar sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2020 yang dilaksanakan pada Rabu (3/1). Dilansir dari CNN, Joe Biden dan Harris berhasil mengungguli perolehan suara atas pasangan dari Partai Republik, Donald Trump dan Mike Pence. Joe Biden memenangkan Pilpres AS 2020 dengan raihan 290 electoral votes. Sedangkan lawannya Donald Trump hanya mendapat 217 suara.
Kemenangan Joe Biden tidaklah begitu mengejutkan bagi publik dunia. Mengingat bahwa sang petahana Donald Trump memiliki reputasi buruk menjelang digelarnya kontestasi Pemilihan Presiden AS yang mulai dilaksanakan sejak 3 November 2020 lalu. Mulai dari gagapnya Trump dalam menangani badai pandemi, hingga kegagalannya dalam menekan angka pengangguran di AS yang semakin hari terus bertambah.
Sistem pemilihan umum yang dilakukan di AS berbeda dengan sistem pemilihan yang berlaku di Indonesia. Jika di Indonesia peraih suara terbanyak merupakan pemenang pemilu, tetapi di AS tidaklah demikian. Presiden dan Wakil Presiden AS dipilih oleh lembaga formal yang disebut Electoral College. Sedangkan elector yang dimiliki setiap negara bagian jumlahnya berbeda-beda, tergantung seberapa banyak penduduk dan anggota kongres AS (perwakilan di DPR dan Senator) dari sebuah negara bagian. Total keseluruhan electorsendiri adalah 538 orang. Dan untuk memenangi pemilu, seorang kandidat Presiden harus mengumpulkan minimal 270 suara elector.
Sistem pemilihan seperti ini sudah diberlakukan sejak AS merdeka pada tahun 1776. Kala itu, sempat terjadi beberapa perdebatan mengenai bagaimana Presiden pertama mereka dipilih. Sebagai negara yang baru merdeka, tentu AS belum memiliki prosedur pemilihan yang tetap dan masih meraba-raba mana sistem yang cocok dan terbaik untuk ke depannya. Setelah perdebatan panjang, akhirnya disetujui sistem pemilihan yang berlaku hingga saat ini.
Walaupun sudah diterapkan sejak 200 tahun silam, bukan berarti sistem electoral college ini merupakan sistem yang sempurna. Banyak pihak yang mengkritik dan menentang sistem ini hingga sekarang. Bagaimana tidak, kandidat yang kalah dalam popular vote bisa saja menang dalam electoral vote. Salah satu kandidat yang mengalami nasib tragis seperti ini adalah Hillary Clinton saat pemilu AS tahun 2016. Di mana pada saat itu ia memperoleh 3 juta suara lebih banyak dibanding lawannya. Namun hal ini tidaklah menjadi Hillary keluar sebagai pemenang, karena penentu kemenangan ada dalam sistem electoral college.
Dilansir dari BBC, negara bagian akan memberikan semua suara electoral college kepada kandidat yang memperoleh suara popular atau popular vote paling banyak. Misalnya seorang kandidat memperoleh 50,1 persen suara di negara bagian California, maka otomatis ia mendapat semua jatah suara electoral California yang berjumlah 55 suara.
Sama halnya dengan di Indonesia, Pemilihan Presiden AS diwarnai dengan aksi saling klaim kemenangan sebelum hasil pemilu diumumkan secara resmi, ini juga terjadi di Indonesia. Jika di Indonesia, aksi kekanak-kanakan ini dilakukan oleh Jokowi dan Prabowo pada Pilpres 2019 silam. Maka di Amerika Serikat, hal ini dilakukan oleh Trump dan Joe Biden. Bahkan istilah pendukung kedua calon pun mencuat, jika di Indonesia ada istilah Cebong-Kampret. Maka di AS ada Trumpisme-Bidenisme. Trumpisme jelas sebutan untuk pendukung Trump, dan Bidenisme untuk pendukung Joe Biden. Beberapa kesamaan ini cukup menarik untuk dianalisis dan kemudian ditulis karena baik Indonesia maupun AS, keduanya adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Meskipun pada prakteknya, memiliki banyak ketidaksamaan.
Kembali ke Pilpres AS. Setelah beberapa jam pemungutan suara dilaksanakan, Donald Trump mengklaim bahwa dialah pemenang dari pemilu kali ini. Bahkan ia sempat mengulang pernyataan ini beberapa kali. “Kita sudah siap memenangi pemilu ini. Sebenarnya kita sudah memenangi pemilu ini,” ungkap Trump di Gedung Putih pada Rabu (3/11) seperti dikutip dari berbagai media AS.
Berbeda dengan Trump, Biden lebih bersikap hati-hati dalam menyampaikan optimismenya untuk memenangkan Pilpres AS 2020. “Kita sudah tahu ini akan lama tetapi lihat, kita merasa baik mengenai di mana kita sedang berada. Kita percayaa kita sudah berada di jalur kemenangan pemilu ini,” kata Biden.
Hal ini sangat menarik bagi kita masyarakat Indonesia, karena lagi-lagi kita bernostalgia kembali ke momentum Pilpres Indonesia setahun silam. Di mana kedua kandidat kala itu, Jokowi dan Prabowo saling mengklaim kemenangan juga. Padahal AS adalah negara yang mengusung demokrasi di dunia dan demokrasi di Indonesia mengacu pada demokrasi di sana. Tetapi ketika kontestasi Pilpres, dinamika Pilpres AS seakan mencontoh dinamika Pilpres ala Indonesia.
Bahkan seorang jurnalis senior ABC Australia David Lipson mengomentari fenomena ini. Melalui akun Twitternya, ia mengungkapkan bahwa aksi saling klaim kemenang itu mirip dengan kondisi Pilpres di Indonesia. “Feeling like Indonesian politics,” tulisnya. David sendiri pernah meliput Pilpres di Indonesia pada tahun 2019 yang pada saat itu diikuti oleh Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Average Rating