Jerat Maskulinitas Pada Laki-laki

Jerat Maskulinitas Pada Laki-laki

Read Time:3 Minute, 3 Second

 

Jerat Maskulinitas Pada Laki-laki

Maskulin adalah tolak ukur mengenai penampilan, perilaku, dan kebiasaan yang dilekatkan pada seorang laki-laki. Maskulin juga dianggap sebagai konsep abstrak yang dinilai melalui sejumlah karakteristik berdasarkan gender. Ciri dari maskulin adalah agresif, pemberani, tidak berempati, kuat, dan mandiri. Seorang laki-laki baru bisa dikatakan laki-laki ketika dirinya mampu memenuhi standar kelaki-lakian yang dikonstruksi oleh masyarakat.

Muhadjir Darwin seorang peneliti kajian gender,kesehatan reproduksi, dan kebijakan publik dari universitas Gadjah Mada. mengatakan bahwa Stereotype maskulinitas mencakup berbagai aspek karakteristik individu, seperti karakter atau kepribadian, perilaku peranan, okupasi, penampakan fisik, ataupun orientasi seksual. 

Semisal, laki-laki memiliki ciri  watak yang terbuka, kasar, agresif, dan rasional. Dalam hubungan individu laki-laki diakui maskulinitasnya jika terlayani oleh perempuan.  Dalam hal okupasi pekerjaan yang mengandalkan kekuatan dan keberanian seperti tentara, sopir, petinju, dsb, disebut sebagai pekerjaan maskulin.  

Masyarakat dibuat percaya bahwa laki-laki yang sejati adalah laki-laki yang mampu memenuhi standar kelaki-lakian yang terebentuk dalam konstruksi sosial masyarakat. Representasi maskulinitas acap kali dipertontonkan melalui sebuah iklan. Iklan yang menjadikan laki-laki sebagai model utama biasanya membawakan narasi laki-laki berada di ruang publik, menjadi penguasa,menyukai tantangan, pencinta alam,  selalu tampil kuat dan macho. 

Hadirnya iklan-iklan seperti iklan minuman supelmen , iklan rokok, dan sebagainya, selalu mencitrakan laki-laki yang sangat merepresentasikan nilai-nilai maskulinitas. Seperti dalam iklan extra joss biasanya selalu menampilkan laki-laki yang terlihat agresif, tidak kenal takut, dan menyukai tantangan.   Iklan tersebut seakan membenarkan dan membentuk konsep bahwa laki-laki harus selalui memenuhi standar maskulinitas jika ia ingin tetap diakui sebagai laki-laki  sejati. 

Salah satu peminat kajian maskullinitas, Nur Hasyim pernah mengatakan bahwa maskulinitas setiap masyarakat memiliki konsep laki-laki yang ideal dan maskulinitas selalu dikaitkan dengan feminitas. Namun setiap masyarakat memiliki konsep maskulinitas yang berbeda-beda.  Laki-laki terobsesi untuk menjadi laki-laki seperti yang diidealkan. Laki-laki terlibat perilaku yang berisiko untuk memenuhi  norma-norma laki-laki yang patriarkhis. Seperti terlibat kekerasan, kriminalitas, perilaku seks yang berisiko, dll.

Norma  maskulinitas juga mempengaruhi perilaku laki-laki dalam mencari pertolongan atau layanan kesehatan. Ketidakmampuan laki-laki untuk dapat memenuhi ekspetasi tentang menjadi laki-laki ideal akan mempengaruhi pembentukan citra diri yang negatif. Pada dasarnya budaya maskulinitas dan patriarki ini sangat menyiksa laki-laki karena ia terjebak dengan budaya yang mengharuskannya untuk selalu menjunjung tinggi norma-norma kemaskulinitasan.

Dalam sebuah buku dengan judul  Saatnya Berbicara Soal Laki-laki yang diterbitkan oleh Yayasan Jurnal Perempuan. Mengatakan maskulinitas diposisikan sebagai moralitas yang menjadi tolak ukur kepantasan dalam pergaulan hingga pada akhirnya maskulintas menjadi dogma yang tidak mungkin terbantahkan. Buku tersebut juga  menuliskan bahwa menentang maskulinitas berarti melanggar moralitas dan mematuhi maskulinitas bermakna meraih superioritas dan kemuliaan hidup sebagai laki-laki. 

Salah satu  media Inggris yaitu Guardian pernah membuat liputan khusus mengenai Modern Masculinity. Dalam liputannya, sang jurnalis mewawancarai beberapa kalangan dari laki-laki mulai anak remaja hingga orang dewasa. Mereka membagikan prespektifnya mengenai apa itu maskulinitas dan menjadi laki-laki. Salah satu remaja laki-laki menjawab menjadi laki-laki adalah melindungi keluarga, memastikan semua orang bahagia, memiliki karakter, memiliki harapan, dan membela apa yang dianggap benar.

Sementara laki-laki lainnya mengatakan akhir-akhir ini maskulinitas disalahartikan. Maskulinitas bukanlah apa yang dilihat di televisi atau majalah yang memperlihatkan kekuatan atau memiliki perempuan yang banyak. Tapi maskulinitas adalah tentang integritas, tentang menjadi diri sendiri, melakukan hal yang benar dan memiliki kesadaran diri.

Seorang fasilitator isu gender pernah mengungkapkan maskulinitas yang berkembang sekarang ini semestinya direduksi menjadi maskulinitas yang transformatif yaitu maskulinitas yang tidak mendasarkan pada sistem power over, menghargai martabat setiap manusia, menghargai kesetaraan dan anti kekerasan. 

Firda Amalia Putri

 

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Antara Etika dan Tekanan Batin Previous post Antara Etika dan Tekanan Batin
Titik Pijak Hukum Vaksin AstraZeneca Next post Titik Pijak Hukum Vaksin AstraZeneca