Kopi dan Harapan di Balik Kafe Treestori

Kopi dan Harapan di Balik Kafe Treestori

Read Time:3 Minute, 9 Second
Kopi dan Harapan di Balik Kafe Treestori

Di tengah krisis kesempatan kerja dan persyaratan yang belum ramah inklusi, Kafe Treestori hadir dengan semangat keberagaman. Melalui pelatihan yang mendukung pengembangan potensi, orang dengan disabilitas dapat bekerja sebagai barista profesional dan berkontribusi aktif di sana.


Pagi itu, suasana Stasiun Angke tampak ramai dengan iringan bunyi klakson ojek online dan lalu-lalang pedagang asongan. Aroma khas pasar dan terik matahari menyelimuti stasiun. Tujuan saya kali ini adalah salah satu cabang Kafe Treestori yang berlokasi di Wholesale Trade Center (WTC) Mangga Dua, tepatnya Coffee Corner. Gerai pusatnya, Coffee House, berlokasi di Taman Alfa Indah, Jakarta Selatan. Bertajuk #BaristaHebat, Kafe Treestori membantu individu disabilitas bekerja sebagai barista profesional. 

Bila hendak menuju ke sana memakai transportasi umum seperti kereta, Stasiun Kampung Bandan adalah lokasi terdekat. Kafe Treestori juga cukup dekat dengan Stasiun Angke yang hanya berjarak sekitar 4 kilometer dari WTC Mangga Dua.

Sesampainya di WTC Mangga Dua, saya langsung menanyakan lokasi kafe kepada satpam yang berjaga. “Kafe Treestori ada di blok D, sekitar kantin,” ucap satpam tersebut.  Tak butuh waktu lama, saya langsung menemukan kafenya. Terlihat seorang karyawan tunawicara tengah melayani pembeli perempuan yang berdiri di depan kasir. Namanya Darren, dengan cekatan, ia mencatat dan langsung membuatkan pesanan tersebut. Selang beberapa menit, ia kembali datang. Pesanan perempuan itu disuguhkan dengan sopan sembari merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. 

Giliran saya pun tiba. Melihat daftar menu yang harganya cukup terjangkau, saya memutuskan untuk memesan salt caramel coffee. Pesanan itu tiba di meja saya lima menit kemudian. “Mas-nya yang sudah janjian di instagram, ya?,” ucap seorang laki-laki paruh baya yang datang menghampiri. Dia Iwan, pengelola Kafe Treestori yang merangkul para karyawan disabilitas. Iwan mulai bercerita.

Sebelum karyawan disabilitas menjadi barista di Kafe Treestori, mereka harus mengambil kelas sesuai bidang yang hendak didalami selama enam bulan hingga satu tahun. Ada dua kelas yang bisa diambil, baking dan barista. Kelas-kelas tersebut berlokasi di Hasyim Asy’ari, Jati Negara, WTC Mangga Dua, dan Taman Alfa Indah.

Kelas itu terjadwal sehari dalam seminggu. Keterbatasan karyawan disabilitas dan minimnya pengajar menjadi alasan utama mengapa diadakan sekali dalam seminggu. “Dalam seminggu itu ada sekali pertemuan. Jadi, enggak sampai berkali-kali, karena pengajarnya juga baru sedikit,” ucap Iwan pada Jumat (2/5).

Jadwal kegiatan karyawan disabilitas berawal dari pukul delapan pagi, dan berakhir pukul lima sore. Ada sekitar lima karyawan di sana, termasuk Darren. Sisanya Ratna, Edo, Dion, dan Kevin. Mereka bergantian jadwal setiap dua jam sekali. 

Doronganmembantu kehidupan mereka agar menjadi lebih baik, terlebih karena adanya stigma yang melekat pada disabilitas, menjadi alasan Iwan membuka lowongan pekerjaan dan kelas pelatihan barista. Iwan berharap agar setelah mereka selesai bekerja di Kafe Treestori, mereka dapat membuka usaha sendiri dengan ilmu yang telah didapat.

Beberapa karyawan disabilitas di sana didampingi oleh walinya. Ratna, salah satunya. Meiti, wali dari Ratna Sukasari menjelaskan, sebelum menjadi karyawan, Ratna belajar di kelas barista selama satu tahun. Kemudian baru melanjutkan sebagai barista di Coffee Corner WTC Mangga Dua. 

Sebelumnya Ratna juga menempuh pendidikan normal seperti anak-anak lainnya. Ia mendapat ijazah setelah lulus dari Ujian Nasional (UN) di sana. Ia juga menempuh pendidikan di Student Learning Center (SLC) Saraswati, Cempaka Putih selama lima tahun. Hal itu yang membuatnya menjadi lebih percaya diri dan aktif.

Memulai karier sebagai barista di Kafe Treestori tidak mudah. Berangkat dari Cempaka Putih, Ratna perlu menempuh jarak yang cukup jauh untuk sampai di WTC Mangga Dua. Walaupun sudah menjalani pendidikan yang cukup lama, Ratna masih butuh pengawasan, terutama dari orang tuanya.

Meiti berharap agar Ratna bisa lebih mandiri di lingkungan Kafe Treestori. Ratna yang berumur 27 tahun memiliki tiga saudara kandung. Meiti yang sudah berumur pun berharap agar Ratna dapat melakukan segala hal sendiri, termasuk memasak, menyapu, dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Tentunya, itu semua untuk keberlangsungan hidup Ratna yang lebih baik.

Reporter: AZH
Editor: Inda Bahriyuhani

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Refleksi Realita HAM Pasca 27 Tahun Reformasi Previous post Refleksi Realita HAM Pasca 27 Tahun Reformasi
Perluas Kewenangan, RUU Polri Ancam Hak Masyarakat Next post Perluas Kewenangan, RUU Polri Ancam Hak Masyarakat