Penanganan Psikologis Pada Korban Bencana

Read Time:1 Minute, 48 Second
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikolog Universitas Indonesia ketika memberikan
penjelasan tentang pertolongan pertama pada korban bencana secara psikologi
Sabtu (26/1) di teater psikologi UIN Jakarta

Dalam sebuah bencana tentunya akan ada kehilangan, baik kehilangan harta benda maupun kehilangan orang-orang terdekat. Rasa kehilangan itu tentunya bisa diatasi oleh si korban seiring berjalannya waktu, karena jika tidak diatasi akan menjadi masalah yang buruk.
Menurut Pusat Krisis Universitas Indonesia (UI) Wahyu Cahyono, untuk membantu korban bencana, langkah awal yang diakukan seorang psikolog yakni meminimalisir rasa tidak berdaya si korban.
“Psikolog juga tidak boleh memaksa korban untuk bercerita hal-hal yang dialami. Biarkan mereka bercerita atas inisiatif sendiri,” ujar Wahyu pada acara seminar yang diadakan Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi (ILMPI) di teater Fakultas Psikologi UIN Jakarta, Sabtu (26/1).
Lanjutnya, dalam psikologi tidak ada istilah memaksa orang untuk melakukan tindakan konsultasi psikologi. “Itu bedanya psikolog dengan dokter,” katanya. Wahyu mengatakan bantuan secara psikologi bukan menyembuhkan, melainkan membantu mengurangi dampak yang lebih buruk bagi korban akibat bencana.
Psikolog UI Sarlito Wirawan Sarwono menyampaikan seorang psikolog jangan bertindak langsung memberikan saran. “Biarkan ia mendapat jawaban sendiri, dengan begitu psikolog tidak bertindak  seolah lebih mengetahui kebutuhan korban,” ujarnya.
Sebaiknya, tambah Sarlito, setiap psikolog berhati-hati mengunakan istilah trauma, karena trauma merupakan efek seumur hidup. Menurut penjelasan Sarlito korban bencana yang mengalami trauma dapat diketahui enam bulan pasca bencana, setelah dilakukan diagnosa terhadap korban. 
Seorang psikolog yang turun ke lapangan untuk membantu, sebaiknya jangan terburu-buru mengadakan konseling trauma. Biarkan korban menyesuaikan diri dengan kehilangan dan kondisi hidup yang berubah. Hal ini bertujuan agar psikolog dapat melakukan pendekatan yang tepat terhadap korban,” lanjutnya.
Orang luar yang tidak bisa sepenuhnya merasakan apa yang terjadi pada diri korban perlu memberi kesempatan untuk beradaptasi dengan keadaannya. menurut Wahyu  manusia memiliki kemampuan adaptasi secara alamiah yang memungkinkan korban untuk meghadapi dan bankit dari persoalan.
Dalam penanganan korban bencana, Wahyu mengatakan siapa saja bisa membantu  bahkan orang awam sekalipun. Tentunya sesuai dengan kode etik psikologi yakni tidak dipungut biaya.
Saat ini jumlah psikolog dan psikiater di Indonesia terbilang rendah. Dari data menteri kesehatan yang dijelaskan Wahyu, psikolog tidak lebih dari 400 orang. Sedangkan jumlah psikiater tidak lebih dari 300 orang. (Karlia Z)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Suara Rakyat di Atas Kanvas
Next post Kilau Emas Fira Basuki di Balik Noda