CPA, Berperang Melawan Korupsi

Read Time:2 Minute, 51 Second

CPA saat memperingati hari anti korupsi sedunia yang jatuh pada 22 Desember 2012, menggelar aksi tanda tangan.

Belakangan ini, berbagai media terus menyoroti kasus korupsi, mulai dari kasus korupsi Bank Century sampai proyek Hambalang. Apalagi, kasus tersebut banyak menyeret nama petinggi negara. Lahir dari sebuah kesadaran untuk melawan korupsi yang tengah merajalela, berdirilah komunitas Corruption Preventing Alliance (CPA).
Arief Hakim P.Lubis mulai bercerita, komunitas ini didirikan oleh anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) pada tahun 2008. Walau dibentuk oleh BEMJ Akuntansi, namun CPA adalah organisasi independen.
Senyum tersungging di bibir laki-laki berkacamata ini saat mengenang pengalamannya masuk CPA pada 2009 lalu. Kini, pria yang kerap disapa Arief telah menjadi ketua komunitas yang dulunya bernama komunitas anti korupsi. Ia pun berbagi pengalamannya itu kepada INSTITUT.
Untuk menjadi anggota CPA, para pendaftar harus melewati empat tahap seleksi.Tahap pertama yaitu, menulis esai dua halaman folio mengenai permasalahan korupsi. Tahap kedua, memecahkan kode, tahap ketiga wawancara dan tahap keempat pengumuman.
“Tahap kedua itu yang menarik, kami diberi kertas isinya kode berupa angka. Kami harus menelusuri dan memecahkan kode tersebut. Ternyata, kode tersebut merupakan salah satu nomor klasifikasi buku di Perpustakaan Utama,” ujarnya antusias, Senin (18/2). Dari dalam buku tersebut, mereka mendapat petunjuk untuk ke tahap selanjutnya.
Hingga tahap keempat, dari ratusan mahasiswa yang mendaftar, hanya tiga puluh orang bertahan. “Kami punya beban moral di sini, karena memberantas korupsi itu tidak mudah. Jadi, CPA membutuhkan mahasiswa yang mempunyai keinginan kuat untuk berkata tidak pada korupsi,” ujarnya. Tiga puluh orang yang bertahan tersebut, selanjutnya dikirim ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengikuti sekolah perisai.
Sekolah perisai merupakan sekolah yang diselenggarakan KPK secara gratis. Selama seminggu, anggota CPA mendapat pendidikan pengenalan anti korupsi dari KPK. Selain itu, mereka pun terjun langsung ke lapangan untuk menelusuri praktek korupsi yang ada di masyarakat.
Dengan peralatan seperti kamera pengintai dan alat perekam, mereka berperan sebagai intel yang mengamati tindakan oknum yang melakukan penyimpangan mulai di pasar hingga jalan raya.
Setelah mendapat pelatihan, mereka disebar ke berbagai sekolah yang ada di wilayah Tangerang Selatan dan Jakarta Selatan. Sebagai perpanjangan tangan KPK, mereka memberikan pelatihan anti korupsi di sekolah-sekolah. Respon yang baik semakin memacu semangat mereka, betapa pentingnya membangkitkan jiwa anti korupsi pada generasi muda.
Selain di lembaga pendidikan, CPA juga memberikan pelatihan di Kampung Pemulung, Pisangan. Arief menuturkan, korupsi itu tidak mengenal kalangan. Suatu saat orang-orang seperti mereka pun bisa menjadi orang besar. “Pelatihan anti korupsi ini tidak terbatas pada kalangan tertentu saja,” ujarnya.
Tidak hanya aktif memberikan pelatihan di luar kampus, mereka juga memberikan pelatihan anti korupsi bagi kalangan mahasiswa dengan menggelar workshop, seminar, dan talkshow. “Kami pernah menggelar seminar, orang KPK yang menjadi pembicara, salah satunya Antasari Azhar (sebelum tersangkut kasus hukum),” tuturnya.
Arief menjelaskan, mereka pernah mengadakan acara parenting di kampus. Orang tua beserta anaknya diundang untuk mengikuti pelatihan anti korupsi. Melalui dongeng dan permainan, anak-anak mulai ditanamkan jiwa anti korupsi. Orang tua pun diberi pelatihan bagaimana cara mendidik dan menanamkan nilai akhlakul karimah pada anak.
Penanaman jiwa anti korupsi perlu ditanamkan sejak usia dini, sebagai generasi muda penerus bangsa, anak-anak Indonesia harus mempunyai mental-mental pemenang, bukan mental-mental tukang korupsi.
Arief mengaku, selama ini CPA belum pernah mengadakan demonstrasi. Baginya, pendemo yang menyuarakan anti korupsi itu bukanlah aktifis korupsi. Aktifis korupsi ialah orang yang berada di dalam lingkungan birokrasi pemerintah, yang mempunyai kesempatan untuk korupsi tapi dia tidak melakukan korupsi. (Anastasia Tovita)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post ISC, Ruang Diskusi Isu Internasional Mahasiswa
Next post Sempat Ditolak, Kini UIN Bisa Ikut PKM