![]() |
Sejumlah mahasiswa saat mengikuti pelatihan diplomasi yang diselenggarakan ISC di Kopertais DKI Jakarta. (Dok. Pribadi) |
Read Time:2 Minute, 33 Second
Masyarakat dunia yang saling terkoneksi di era globalisasi membuat isu internasional menjadi penting untuk diketahui. Namun, pada kenyataannya memantik keingintahuan mahasiswa tentang hal yang berbau isu internasional di UIN bukan hal mudah. Apalagi sebelum tahun 2011, belum ada kelompok studi yang mewadahi mahasiswa UIN Jakarta berdiskusi tentang isu.
Berangkat dari pemikiran itulah, Andri Zainal, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta tergerak untuk membentuk International Studies Club (ISC) pada Agustus 2011 silam. Bermula dari kepekaan serta kepedulian si pendiri, ISC dibentuk sebagai kelompok studi yang concern pada isu-isu internasional seperti HAM, korupsi, AIDS, ekonomi, politik dan budaya internasional.
Bagi Andri, ISC hadir membawa stigma berbeda. Menampik anggapan mahasiswa bahwa masalah internasional hanyalah monopoli mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, menurut Andri, isu tersebut perlu diketahui semua orang. Untuk itu, ISC terbuka untuk mahasiswa UIN dari semua fakultas dan konsentrasi jurusan yang berbeda.
“Isu internasional merupakan masalah yang harus dan dapat dipahami oleh semua profesi. Tidak harus Jurusan HI, misalnya di jurusan pendidikan. Dengan tahu isu pendidikan internasional, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dapat mengetahui masalah pendidikan di negara lain serta cara negara itu menyelesaikan masalahnya. Otomatis, dengan adanya pengetahuan tentang masalah internasional, transfer ilmu pun akan terjadi,” ujar Andri, Rabu (27/2).
Sebagai kelompok diskusi dan juga organisasi independen, ISC memiliki beberapa macam cara pembahasan isu internasional yang kesemuanya wajib menggunakan bahasa Inggris. Cara pertama, isu tersebut dapat dibahas dengan diskusi yang dipandu oleh satu koordinator yang juga akan mempresentasikan tema pembahasan. Cara lain, pembahasan isu juga dapat dilakukan dengan mempraktekan langsung sidang simulasi PBB. Dengan begitu, setiap anggota dapat berlaga seperti delegasi PBB.
Selain diskusi, ISC juga memiliki sejumlah agenda lain. Seperti, agenda pelatihan mendelegasikan negara di sidang simulasi PBB, seminar memperkenalkan tata cara simulasi sidang PBB atau yang biasa disebut Model United Nations (MUN) Workshop, kursus singkat berdiplomasi atau International Studies Club Diplomatic Course (ISCDC) dan juga agenda perayaan hari-hari international, seperti hari HAM atau korupsi sedunia.
Soal pencapaian anggota, Andri mengatakan, hampir satu setengah tahun ISC berdiri, beberapa anggota menunjukan peningkatan. Menurutnya, saat ini banyak anggota yang ikut dalam ajang berskala internasional. Hingga saat ini, ada sekitar 15 mahasiswa dari 40 anggota keseluruhan yang tembus di dalam acara seminar, pelatihan ataupun konferensi di beberapa negara seperti Jepang, Norwegia, Amerika Serikat, India, Australia, Malaysia, dan Thailand.
Azka Muhammad, mahasiswa Jurusan Manejemen Internasional yang juga menjadi anggota ISC menuturkan, kelompok studi isu internasional ini membuat wawasan globalnya semakin luas. Tidak hanya itu, sejak bergabung di ISC kemampuan bernegosiasi dan organisasinya pun semakin terasah.
Azka menjelaskan, karena anggota ISC berasal dari berbagai fakultas, dirinya pun bisa bertukar pengetahuan dengan sesama anggota. “Jadi di sana kita bisa sharingdengan teman-teman fakultas lain. Bahkan, kadang kita juga bisa mencari relasi suatu topik dari berbagai sudut pandang, seperti sudut pandang HAM, politik, sejarah dan sebagainya,” tandasnya, Kamis (28/2). (Adea Fitriana)
Average Rating