“Pertahankan tanah Betawi sampai akhir hayat.”
“Allahuakbar!!”
Pesan tersebut merupakan pesan terakir dari Entong Gendut saat tertembak oleh penjajah, ketika melakukan penyerangan ke markas Belanda. Perlawanannya dimulai ketika penjajah Belanda lewat Jendral Von Imhoff ingin memperluas jajahan di daerah Condet, dengan cara menaikkan harga sewa tanah setinggi-tingginya.
Komedi Betawi yang berjudul “Entong Gendut dari Condet” ini disutradarai sekaligus ditulis oleh Syaiful Amri. Pertunjukan yang dilakukan di parkiran Taman Ismail Marzuki (TIM), menampilkan Hj. Nori, Qubil, Rinni SBB, Edi Oglek, Riyanto AR, Rudi Sipit, Rita Hamzah, Pijae Abnon, Jaya Noin, Madih, Fajar, Bachtiar, Marong, Kimung, Jumat (28/6).
Pertunjukan diawali dengan silat Betawi, salah satunya cingkrik dan beksi. Selain itu, juga diselingi nyanyian yang dibawakan oleh Neneng Fitri. Perpaduan antara menyanyi, silat dan lenong tersebut memberikan sajian yang jenaka, tak ayal penonton dibuat tertawa oleh para pemain.
Kematian Entong dimulai ketika Jendral Von Imhoff mengadakan pesta di markas Belanda, dimulailah penyerangan Entong Gendut dengan teman-temannya. Ia berhasil memukul mundur penjajah Belanda, namun dalam penyerangan ia tertembak oleh penjajah yang dikomandani Malik.
Kematian Entong Gendut oleh penjajah, mengakhiri komedi Betawi tersebut. Pertunjukan yang dilakukan kurang lebih sekitar dua jam ini menarik perhatian penonton. Penonton yang hadir bukan saja memenuhi tempat duduk yang disediakan panitia, tetapi juga duduk di depan panggung secara lesehan.
Salah satu penonton yang berada di depan panggung, Fajar Setio Utomo menjelaskan, pertunjukan Komedi Betawi tersebut sangat menarik, bela diri dan musik gambang kromong yang disuguhkan merupakan jenis hiburan yang menarik perhatian karena sangat jarang dilihatnya.
Syaiful Amri menjelaskan, “Sudah sepuluh tahun kita mengkombinasikan cerita tentang toponimi, nama-nama jalan yang ada di Jakarta. Salah satunya Condet, tentang bagaimana jawara Betawi, Entong Gendut mempertahankan tanah Betawi,” ujarnya (28/6).
Pertunjukan komedi Betawi yang sudah berjalan sekitar sepuluh tahun, membuat proses perpaduan tersebut tidak terlalu sulit dilakukan. Ia menjelaskan penyatuan tersebut bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Betawi. “Jangan sampai anak muda belajar bela diri luar, dan nggak mau belajar silat Betawi,” tambahnya. (Adi Nugroho)
Average Rating