BINSAXO saat latihan di Bintaro Sektor 7 |
Seksi, mewah, dan elegan. Mungkin ketiga kata itulah yang dapat mewakili pikiran kita saat mendengar dan menyaksikan seseorang memainkan alunan nada dari salah satu alat khas musik Jazz dan saxophone. Apalagi jika dimainkan oleh sang maestro, Kenny G, sudah pasti akan membuat anda terhipnotis akannya.
Itulah yang dirasakan Silvester Bambang, salah satu penggemar Kenny G yang mengaku ikut-ikutan jatuh cinta kepada saxophone lantaran mendengar sang idola amat piawai memainkan alat musik tersebut, “Nggak tahu ini kecebur apa nggak, yang jelas awalnya cuma iseng bilang ke orang tua kalau mau belajar saxophone. Eh, tahunya malah langsung dibeliin hari itu juga,” ungkapnya, Selasa (18/6).
Tidak hanya Silvester yang INSTITUT temui sebagai satu dari tiga orang yang tergabung dari BINTARO SAXOPHONE (BINSAXO), namun ada juga Ario Setio Adi dan Christian Pardomuan. Mereka bertiga merupakan anggota aktif dari sepuluh orang anggota aktif BINSAXO lainnya.
BINSAXO mulai berdiri pada Desember 2012 lalu. Lagi-lagi dengan konsep iseng, komunitas ini sudah berdiri lebih dari setengah tahun dan mendapat tawaran manggung di mana-mana, “Kemarin kita baru diundang oleh salah satu kafe di Lotte Mart,” ujar Christian.
Pada awal terbentuknya, Christian sebagai ketua komunitas ini mengaku baru saja belajar saxophone. Ia dan beberapa temannya menggagas berdirinya suatu komunitas saxophone di Bintaro. Namun tak dinyana, animo besar datang dari berbagai wilayah selain Bintaro, “Anak Parung juga ada.”
Dalam proses pembelajarannya sendiri, BINSAXO mengandalkan sistem sharing, “Beberapa dari kita kan sudah ada yang professional, bahkan ada yang sudah manggung di Java Jazz. Nah, yang sudah mahir itu mengajari yang pemula,” tutur Ario.
Ario melanjutkan, BINSAXO tidak memungut pembayaran untuk siapa pun yang ingin bergabung. Buat mereka yang terpenting adalah keinginan yang kuat untuk bisa bermain saxophone, “Sebenarnya bermain saxophone sebulan juga sudah cukup. Tapi sama saja seperti nyanyi, sebulan mungkin masih cempreng. Dua, tiga bulan berikutnya baru mulai enak terdengar,” katanya.
Menurut Silvester, di awal pembelajaran, pertama-tama kita harus menentukan seseorang mau bermain pada teknik sopran, tenor, atau alto. Namun biasanya, seseorang yang baru memulai akan memilih teknik alto, karena merupakan teknik yang paling paling mudah diantara ketiga teknik tersebut.
Baru setelah itu, meniup menjadi langkah terpenting selanjutnya, “Kita akan latihan meniup panjang, untuk melatih bulatnya nada. Kalau niup sudah bisa, kita belajar fingering,” papar Ario. Pria berkacamata ini mengaku suka lupa waktu dan merasakan sebuah sensasi ketenangan setelah bermain saxophone.
Selama setengah tahun berlalu, banyak pengalaman lucu yang mereka dapatkan. Silvester berkata bahwa yang paling ia suka dari komunitas ini adalah mendapatkan banyak teman serta pengalaman lebih. Sedang bagi Christian, ia teramat ingat masa-masa awal berdiri, ketika mereka masih berlatih di Taman Menteng, “Kita pernah dipalak preman,” kenangnya.
Beruntung, sekarang mereka dapat menjalani latihan setiap hari Sabtu di Sekolah BISA! Sektor 7, tepat di samping Body Shop Carefour. Sadar bahwa pecinta saxophone belum terlalu menjamur seperti alat musik lainnya, Ario dan Silvester turut meracuni teman-temannya di kampus.
“Biasanya saya manggung di kampus, dari manggung itu jadi banyak yang tertarik, ada yang tanya belajar di mana, gimana cara belajarnya. Kebetulan juga di kampus baru saya yang main saxophone,” ujar Ario.
Berbeda dengan Ario, Silvester lebih memilih jejaring sosial sebagai alat pendoktrinnya, “Sekarang kan jamannya jejaring sosial, jadi saya lebih banyak unggah video yang bagus dari permainan saxophone. Lagu Smash kalau pakai saxophone jadi bagus loh!” tutupnya mengakhiri perbincangan. (Aditya Putri)
Average Rating