Gema Jabar, Bangkitkan Identitas Kultural Sunda

Read Time:1 Minute, 44 Second

Banyak pemuda Indonesia saat ini mengabaikan gagasan kebudayaan suku bangsa asalnya. Pemuda cenderung mengikuti kebudayaan modern yang dianut oleh masyarakat pada umumnya. Namun, hal ini tidak terjadi pada Djaka Badranaya, alumnus Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) angkatan 1996.

Dosen yang mengajar di FSH sejak 2002 ini memiliki semangat melestarikan kebudayaan yang kental, terutama pada suku kelahirannya. Saat masih menjadi mahasiswa, ia membuat perkumpulan mahasiswa Sunda. “Gagasan saya atas pengumpulan itu visioner. Hal itu berdasarkan UU Otonomi Daerah Tahun 1999 dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengelola daerahnya sendiri,” kata Djaka, (10/1).

Ia berpikir, identitas kultural itu penting melekat bagi setiap bangsa Indonesia. Hal itulah yang membuat ia mendirikan, mengatur, dan memfasilitasi Gerakan Masyarakat Jawa Barat (Gema Jabar) tahun 2002. Djaka menghimpun orang-orang Sunda dalam satu organisasi bersama dengan teman-teman yang aktif di berbagai bidang,

Gema Jabar dijadikan sarana untuk mengenal jati diri dan menelusuri identitas kultural suku Sunda. “Banyak orang yang sudah mengalami degradasi semangat melestarikan kebudayaan,. Bukan hanya suku Sunda, tetapi juga suku-suku yang lain,” kata pria kelahiran  tahun 1977 ini.

Ia termotivasi dari Soekarno yang mengatakan bahwa negara ini ditopang oleh suku-suku (kaki-kaki) yang ada.. “Untuk menjadi Indonesia yang baik, maka jadilah Jawa yang baik, Sunda yang baik, Minang yang baik, Bugis yang baik dan suku bangsa lain yang baik,” tutur Djaka.

Terkait dengan program yang dilaksanakan, Gema Jabar mengadakan pelatihan yang menghimpun 100 orang Sunda setiap tahun. Mahasiswa yang ingin mengikuti program tersebut harus lulus kriteria dan syarat. “Syarat mahasiswa harus memiliki IPK di atas 2,75 untuk jurusan eksakta dan 3,00 untuk jurusan non-ekstakta,” jelas Djaka.

Pelatihan Kepemimpinan Urang Sunda kemudian dikelompokkan menurut bidang masing-masing anggota. Bidang kewirausahawaan atau politik, misalnya. Dalam pelatihan itu, akan dimentori oleh alumni angkatan-angkatan sebelumnya. “Progress anggota akan dipantau agar sesuai dengan harapan organisasi kami,” tuturnya.

Nilai sense sosial yang dimiliki membuat ia hidup bukan untuk kepuasan pribadi. Ia ingin  memberikan makna dan manfaat pada orang lain. Hal tersebut yang membuatnya menjadi pengamat kebijakan publik Tangerang Selatan sampai saat ini dan social committee organizer selama menjadi mahasiswa. (Maulia)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Pakar Pendidikan Bicara Kesehatan
Next post Biogas Jadi Alternatif yang Menguntungkan