Hadapi Modernisasi, NU Bentuk Lesbumi

Read Time:1 Minute, 54 Second


Judul: Lesbumi Strategi Politik Kebudayaan
Pengarang: Choirotun Chisaan
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Isi: 247 Halaman
ISBN: 979-1283-43-5
Sejak menarik diri dari Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) tahun 1952,   Partai Nahdatul Ulama (NU) terus berupaya memodernisasi diri dengan membentuk Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi). Lesbumi merupakan lembaga yang menghimpun berbagai macam artis, pelukis, bintang film, pemain pentas dan sastrawan.
Seiring lahirnya gerakan kebudayaan tahun 1950-1960-an, lahir pula Lesbumi yang dilambari oleh beberapa faktor. Pertama, dikeluarkannya Manifesto Politik pada 1959 oleh Presiden Soekarno. Kedua, pengarusutamaan Nasakom dalam tata kehidupan sosio-budaya dan politik Indonesia pada awal tahun 1960-an, dan ketiga, perkembangan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) (1950), organisasi kebudayaan yang sejak akhir tahun 1950-an dan seterusnya kian menampakkan hubungan dekat dengan PKI baik secara kelembagaan maupun biologis.
Ketiga peristiwa tersebut merupakan faktor ekstern yang mendasari lahirnya Lesbumi. Di samping faktor ekstern, faktor intern pun tak luput ambil peran. Semisal, kebutuhan atas pendamping bagi kelompok seni budaya di lingkungan nahdliyyin (anggota NU). Dan kebutuhan akan modernisasi seni budaya.
Kelahiran Lesbumi tak bisa dilepaskan dari peristiwa politik dan momen budaya. Peristiwa politik seperti dikeluarkannya Manifesto Politik pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno, Pengarusutamaan Nasakom dalam tata kehidupan sosio-budaya dan politik Indonesia, serta perkembangan Lekra yang semakin menampakkan hubungan dekat dengan PKI merupakan alasan-alasan yang membuat tokoh seperti Djamaludin malik, Usmar Ismail dan Asrul Sani menyuarakan pentingnya mengartikan kembali agama dalam konteks Indonesia yang tengah merintis pembangunan kebudayaan.
Namun, karena kondisi politik yang memanas hingga berujung terjadinya tragedi kemanusiaan 1965, Lesbumi akhirnya lenyap. Peristiwa itu pun menjadi awal matinya dinamika seni dan budaya Indonesia yang terbilang masih anyar.
Buku yang ditulis oleh Choirotun Chisaan ini, ingin menyampaikan sejarah Lesbumi bukan hanya dari kacamata profil Lesbumi saja. Melainkan, buku ini juga mengupas pemahaman berbeda dari cara pandang NU dan lembaga budaya ihwal hubungan antara agama dan politik dalam pemikiran kebudayaan.
Buku yang berjudul Lesbumi ini juga menjelaskan penilaian para tokoh serta lembaga budaya dan politik terkait  perkembangan Lesbumi di tengah perdebatan politik pada 1960-an. Pula memberikan pengetahuan tentang warna politik dan budaya dalam sejarah politik Indonesia.
Tak hanya itu, buku yang pertama mengulas lembaga budaya Indonesia ini lebih menekankan pada bagaimana perkembangan lembaga-lembaga budaya di bawah naungan NU. Sementara, lembaga budaya di luar kaum sarungan ini tak disinggung.

IP

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Musik Nyentrik Ala Endah Laras
Next post Mengagungkan Kebudayaan, Punakawan Abaikan Kewajiban