Judul Buku: Filsafat Untuk Pemalas
Penulis: Ach Dhofir Zuhry
Penerbit: PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia
Tahun Terbit: 2023
Cetakan: Pertama
Jumlah Halaman: 288 halaman
Filsafat sering kali digambarkan dengan sebuah kerumitan yang membingungkan dan membosankan. Padahal, filsafat tidaklah se-menyeramkan itu. Bahkan, kaum rebahan nan pemalas sekalipun bisa berfilsafat.
Siapa yang tak kenal filsafat? Pelajaran yang membingungkan, membosankan, lagi menyusahkan bagi kebanyakan orang. Mengapa demikian? Sebab, filsafat mempersulit sesuatu yang mudah, memperpanjang yang singkat, dan mengaburkan yang sudah jelas. Semua itu tertera dalam buku dengan label filsafat. Entah itu kumpulan sejarah, teori, ataupun pemikiran tokoh-tokohnya, semuanya sama-sama membuat kepala nyut-nyutan.
Pasal “ada” misalnya, masih dipertanyakan dalam filsafat. Apa sebenarnya “ada” itu? Apakah sama dengan ke-ada-an ataupun meng-ada-kan? Siapa yang “ada”? Apakah keti-ada-an bagian dari “ada”? Lalu, apakah keti-ada-an itu sendiri “ada”? Demikian, seluruh pertanyaan yang memusingkan kepala menjadi konsumsi sehari-hari filsafat.
Kurang lebih, begitulah gambaran filsafat bagi kebanyakan orang yang baru terjun ke filsafat. Sebab gambaran itulah, khalayak menyimpulkan, filsafat hanya bagi; orang cerdas, orang rajin, plus orang yang cuma bengong tidak ada kerjaan karena hidupnya sudah terjamin nyaman tujuh turunan.
Sejatinya, filsafat tidaklah se-eksklusif itu. Siapa pun bisa berfilsafat. Orang-orang yang masih minim pengetahuan, kurang rajin, sekaligus defisit keuangan juga bisa berfilsafat. Lewat buku Filsafat Untuk Pemalas, Ach Dhofir Zuhry mencoba menjelaskan itu semua sekaligus meruntuhkan stigma-stigma filsafat. Ia ingin menunjukkan bahwa kaum rebahan yang hobi malas-malasan juga bisa berfilsafat dan memahaminya.
Pria yang akrab disapa Gus Dhofir itu merupakan pengasuh pesantren sekaligus pendiri Sekolah Tinggi Filsafat (STF) di Malang. Pendidikannya berawal dari pesantren tradisional, lalu ke perguruan tinggi dalam bidang filsafat dan sains. Perpaduan itu membuatnya jadi pendakwah yang modern tanpa kehilangan nilai-nilai keagamaan. Menurutnya, filsafat tidaklah bertentangan dengan agama, malahan menjadi alat dalam memahami agama.
Gus Dhofir menyebutkan dalam bukunya bahwa setiap orang sudah berfilsafat. Setidaknya, mereka sudah berfilsafat bagi dirinya sendiri. Filsafat bukan hanya sebuah metode ataupun disiplin ilmu, filsafat merupakan cara hidup. Manusia tentu hidup sesuai prinsip kehidupannya. Orang malas misalnya, karena prinsip hidupnya tidak mau melakukan sesuatu, ia pun sudah berfilsafat. Jadi, di mana pun, kapan pun, dan siapa pun itu, dapat berfilsafat.
Ia pun tak menyangkal filsafat penuh dengan persoalan yang sebenarnya hanya hal biasa yang dipersoalkan. Namun, baginya filsafat bukanlah se-onggok teori dan persoalan tak berkesudahan dalam buku. Filsafat adalah pengaplikasian tentang nilai-nilai tersebut dalam kehidupan. Hal itulah yang kurang dari pelajar filsafat saat ini. Maka dari itu, ia menyebut banyak orang yang belajar filsafat, namun tidak berfilsafat.
Mengenai persoalan filsafat yang cukup mendatangkan kegerahan itu, biarlah menjadi urusan mereka yang memiliki kapabilitas di dalamnya. Sebagai masyarakat pada umumnya, cukup berfilsafat dalam kehidupan, setidaknya dalam kehidupan sendiri. Pada akhirnya, semua orang pun akan memahami filsafat. Semuanya hanya persoalan waktu.
Buku ini menunjukkan betapa luasnya pengetahuan Gus Dhofir. Persoalan filsafat yang terbilang cukup pelik, dijelaskannya dengan mudah dan gamblang. Cara penyampaiannya yang ringan membuat kebosanan dalam membaca hilang. Kaum rebahan dengan niat melihat filsafat yang lebih indah bisa mencoba buku ini.
Namun, sebelum membaca buku ini, sebaiknya tahu sedikit gambaran kasar soal filsafat. Sebab, buku ini berupaya menghaluskan gambaran kasar itu. Selain itu, buku ini membubuhkan sejumlah pernyataan yang mencerminkan kerumitan filsafat. Tentu membingungkan bila tak punya pengetahuan soal filsafat sedikit pun.
Gus Dhofir juga menggunakan istilahnya sendiri dalam buku itu tanpa memberikan penjelasan. Meskipun begitu, hal tersebut tak mengurangi makna yang ingin disampaikan. Maka dari itu, perlu sedikit penalaran dan pembacaan berulang agar mampu memahami maksudnya.
Reporter: MAI
Editor: Wan Muhammad Arraffi