Tiga Pandangan Berbeda tentang Konsep Kenabian

Read Time:1 Minute, 50 Second

Begitu banyak keyakinaan berbeda mengenai konsep kenabian, seperti Sunni, Syiah, dan Ahmadiyah. Sebagai aliran dalam Islam, ketiganya memiliki pandangan dan dasar yang berbeda soal konsep sang pembawa pesan Tuhan itu.

Ahmadiyah misalnya, meyakini bahwa harus ada pembeda antara Rasul sebagai sang pembawa ajaran Tuhan, dan nabi yang menjalankan sekaligus melestarikan ajaran Rasul. Oleh karenanya, sekte Islam yang diprakarsai oleh Mirza Ghulam Ahmad itu meyakini bahwa Mirza sebagai nabi setelah Rasul Muhammad.

“Nabi pembawa syariat yang terakhir tentu saja Nabi Muhammad. Namun, nabi yang hanya menerima wahyu dari Allah masih bisa ada lagi setelah Nabi Muhammad,” ujar Abdul Rozak, tokoh Ahmadiyah dalam seminar Konsep Kenabian Lintas Aliran: Sunni, Syiah, dan Ahmadiyah di lantai 4 ruang teater Fakultas Ushuluddin, Rabu (17/9).

Menurut Rozak, konsep kenabian menurut Ahmadiyah telah sesuai dengan Al-Qur’an. Ahmadiyah, katanya, meyakini bahwa masih ada nabi setelah Nabi Muhammad. Namun, nabi tersebut hanya menerima kabar gaib dari Allah dan harus tetap taat pada ajaran Nabi Muhammad.

Bertolak  belakang  dengan  Ahmadiyah, sebagai  sekte Islam yang dianut mayoritas Muslim Indonesia, aliran Sunni percaya bahwa tak ada nabi terakhir setelah wafatnya Nabi Muhammad. Sunni, seperti kata Edwin, meyakini Nabi Muhammad adalah nabi yang terakhir. Begitu pula dengan wahyu Tuhan yang sudah tertutup bersamaan dengan wafatanya Nabi Muhammad.

Salah satu perwakilan Sunni, Edwin Syarif menambahkan, berita gaib berupa ilham yang masih bisa turun setelah zaman Nabi Muhammad. Penerima ilham ini disebut sebagai wali. “Arti khatamun nabiyin adalah nabi penutup. Nabi Muhammad adalah nabi terakhir menurut pandangan Sunni,” ujar Edwin, Rabu (17/9).

Lain Sunni, lain pula Syi’ah. Muhsin Labib, selaku perwakilan Syi’ah dalam seminar tersebut mengutarakan, nabi merupakan posisi luhur yang tak bisa setiap orang menjastifikasinya. Terlebih, nabi adalah utusan yang sudah mendapat hak khsusus untuk berkomunikasi dengan-Nya. Hal ini juga yang kemudian landasan Syiah dalam meyakini konsep kenabian.

Muhsin menyesalkan kekerasan kerap terjadi di Indonesia. Menurutnya, masyarakat Indonesia masih  belum bertoleransi dalam beragama. “Seharusnya kita tidak perlu mencampuri keyakinan orang lain, tidak usah mengganggu keyankinan orang,” tuturnya.

Seminar ini diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Akidah Filsafat. Mereka bekerjasama dengan Forum Filsafat UIN Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka menggiatkan kembali forum diskusi filsafat di kalangan mahasiswa.

Erika Hidayanti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Madu, Sumber Devisa Negara
Next post Robohnya Media Massa