Read Time:1 Minute, 28 Second
Nadya, perempuan berusia 20 tahun berjalan mengitari Bundaran Hotel Indonesia (HI) lengkap dengan kertas berwarna putih di tangannya. Kertas tersebut bertuliskan data kematian akibat penyakit preeklamsia, di mana melonjaknya tekanan darah pada ibu hamil.
Saat ini, preeklamsia menjadi penyakit pembunuh pertama pada ibu hamil. Karena itu, perempuan bernama lengkap Nadya Maghfira Bernady bersama sejumlah kawannya yang tergabung dalam Center for Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta menggelar aksi peduli perempuan yang bertepatan dengan International Women’s Day.
Dalam memperingati hari tersebut, organisasi yang didirikan pada 2001 ini menggelar acara bertema ‘Everyone for She’. Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok untuk memberikan edukasi tentang preeklamsiapada perempuan berusia minimal 30 tahun.
Tak hanya itu, CIMSA juga menyediakan wadah bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi dengan membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan waspada preeklamsia. Dengan maskot seorang ibu hamil, dokter, dan pelajar yang berada di samping banner, CIMSA menarik beberapa pengunjung untuk ikut serta mendukung sebagai bentuk apresiasi.
Organisasi yang bekerjasama dengan Brazil, Maroko, dan Columbia ini juga mengajak para remaja untuk peduli dengan hak-hak perempuan yang kerap kali diabaikan. Hal tersebut diungkapkan ketua pelaksana, Rohman Sungkono. Ia menambahkan, perempuan Indonesia memiliki hak yang setara dengan laki-laki. “Kita ingin perempuan Indonesia sadar kesetaraan gender,” ujarnya, Minggu (8/3).
Kesulitan mengadakan acara ini, sambung laki-laki yang biasa disapa Pono ini adalah koordinasi antar anggota yang berasal dari 4 negara. Ia berharap, adanya acara ini dapat menurunkan angka kematian ibu hamil akibat preeklamsia, serta mampu memperjuangkan hak-hak perempuan.
Kegiatan tersebut disambut baik oleh pengunjung, di antaranya Risa Sandi Lubis. Mahasiswi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini mengaku beruntung mendapat edukasi yang diberikan CIMSA. “Jadi nambah wawasan tentang perempuan, juga jadi tahu penyakit pembunuh tertinggi,” katanya, Minggu (8/3).
Arini Nurfadilah
Average Rating