Menolak Hukuman Kebiri

Read Time:2 Minute, 9 Second
Maraknya kejahatan dan kekerasan seksual yang terjadi di kalangan wanita dan anak-anak, memunculkan kekhawatiran masyarakat luas. Pemerintah pun mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan perppu, pelaku kejahatan seksual memungkinkan adanya pemberatan hukuman yaitu kebiri. Setelah Presiden Joko Widodo mengesahkan perppu tersebut, muncul penolakan dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Berikut hasil wawancara reporter Institut dengan Ismail Hasani, yang ditemui di Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Jakarta sekaligus peneliti di Setara Institute, lembaga pendukung HAM dan pluralisme, Kamis (9/6).
Dimana letak pelanggaran HAM dalam hukuman kebiri?
Kejahatan seksual tidak melulu tentang perkosaan. Bahkan, ketika seorang bersiul kepada perempuan dan membuat risih pun tergolong kejahatan seksual. Sementara itu hukuman kebiri merupakan bagian dari hukuman badan yang juga termasuk hukuman mati, rajam, dan cambuk. Sebagian besar negara di dunia sudah menghapus bentuk hukuman tersebut.
Hukuman kebiri layaknya kebijakan yang diproduksi dalam kepanikan masyarakat saja. Seharusnya negara membuat hukuman yang lebih manusiawi. Dalam konstitusi dan konvensi anti hukuman penyiksaan yang kejam dan tidak manusiawi mengatakan, semua orang bebas dari bentuk penyiksaan, dan diskriminasi. Sementara hukuman badan bertentangan dengan konstitusi tersebut.
Apakah ada batasan kejahatan seksual yang dilakukan untuk dapat dihukum kebiri?
Kalau tidak salah di dalam perppu tidak ada syarat yang tegas. Namun terdapat norma materil yakni melihat dampak dari pelanggaran yang dilakukan. Nantinya di persidangan, ada pertimbangan subjektif hakim berdasar pada fakta yang diperoleh. Ya,ini juga termasuk dalam pelanggaran HAM.
Jika saya seorang hakim, dan memungkinkan bagi terdakwa dijatuhi hukuman kebiri, sebisa mungkin akan saya hindari. Saya lebih baik memenjarakannya seumur hidup.
Bukankah justru ada keringanan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual?
Dalam HAM terdapat hukum yang terbatas atau derogable right. Jika melakukan pelanggaran maka mendapat hukuman yang setimpal. Tetapi hukuman kebiri bukan hanya bentuk penghukuman bagi terdakwa justru menimbulkan pelanggaran baru. Dalam hal ini yaitu pelanggaran HAM bagi terdakwa.
Apakah hukuman kebiri ini punya nilai positif?
Menurut saya ada atau tidaknya dampak positif, masih belum dapat diukur. Jika mengkaji secara konstitusional, tentang semua orang bebas dari kekerasan dan diskriminasi, ini jelas bertentangan dengan konstitusi. Yang jelas hukuman kebiri merupakan pelanggaran HAM.
Lantas apa hukuman yang cocok untuk para pelaku kejahatan seksual?
Bila memang kejahatannya sangat serius, pelaku pantas mendapat hukuman penjara seumur hidup. Bahkan hukuman mati pun saya tidak setuju karena termasuk pelanggaran HAM. Lebih dari itu, kejahatan seksual bukan hanya terletak pada persoalan hukumnya saja. Melainkan beberapa aspek yaitu kebudayaan, edukasi, moralitas publik, dan keamanan yang mana berpengaruh terhadap keselamatan wanita dan anak-anak.

NPR

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Why Should GB Parking?
Next post Menanyakan Kelanjutan Beasiswa DIPA