Salah Pengelolaan Limbah Rusak Lingkungan

Read Time:3 Minute, 33 Second

     Pengelolaan limbah yang baik penting untuk menjaga lingkungan. Ada undang-undang yang mengatur namun realitasnya belum maksimal.
Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk tetap menjaga keamanan lingkungan yang seringkali tercemar oleh limbah-limbah berbahaya. Seperti limbah yang mengandung zat-zat berbahaya dan beracun  (B3) serta limbah non B3. Salah satunya dengan membangun lembaga Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan membuat aturan khusus terkait pencemaran lingkungan. Aturan tersebut ialah Peraturan Menteri (Permen) Nomor 14 Tahun 2013 tentang pengelolaan limbah B3. 
Namun pada kenyataanya penerapan peraturan tersebut masih dirasa lemah, karena didapati pelanggaran dari pencemaran lingkungan. Sebagai badan usaha yang bersentuhan dengan zat-zat B3, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta wajib mempunyai prosedur pengelolaan limbah. Disebabkan kampus ini memiliki fakultas dan jurusan yang bersentuhan langsung dengan limbah B3. Namun nyatanya, UIN Jakarta masih belum mempunyai kejelasan terkait prosedur pengelolaan dan penempatan limbah. Berikut hasil wawancara reporter Institut Aisyah Nursyamsi dengan Pemerhati lingkungan Sapariah S. Harsono saat ditemui di kediamannya kawasan Palmerah, Sabtu (18/3). 
Bagaimana limbah semestinya diproses?
Sesuai dengan aturan yang terdapat di Permen No 14 Tahun 2013 setiap lembaga atau pun usaha masyarakat yang menghasilkan limbah, wajib memiliki instalansi pembuangan limbah. Termasuk dalam tingkatan universitas yang bergerak di bidang akademik untuk memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terutama bagi jurusan yang menghasilkan limbah B3 seperti Kedokteran, Kimia, Biologi dan Farmasi. Tanpa adanya IPAL dan teknologi yang mengelola limbah, sebuah lembaga bahkan universitas dinilai melanggar aturan pemerintah dan dapat ditindaklanjuti BLH.
Apakah fungsi dari BLH?
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007, BLH mempunyai tugas utama membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan dan melakukan koordinasi di bidang lingkungan hidup. Sekaligus lembaga yang melakukan pengawasan dan pengendalian pencemaran serta kerusakan lingkungan hidup. Untuk UIN Jakarta yang mendapat pengawasan dari BLH Tanggerang Selatan.
Rutinkah Pengawasan yang dilakukan oleh BLH ini?
Secara teori memang harus dilakukan secara rutin. Apa lagi untuk lembaga seperti rumah sakit, perusahaan dan universitas. Hanya saja walau ada pengawasan tapi masih saja terdapat keluhan dari masyarakat. Itu terbukti jika pengawasan yang dilakukan masih sangat lemah. Terutama dalam penanganan antara B3 dengan non B3.
Apa bedanya antara limbah B3 dengan non B3?
Perbedaannya terletak pada apa yang terkandung dalam limbah tersebut. Jika limbah non B3 mengandung bakteri seperti escherichia coli (E.coli) yang terdapat dalam Urine, feses dan lainnya. Berbeda dengan limbah B3 yang sifatnya dapat meledak, mudah terbakar, mengandung racun yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selanjutnya limbah non B3 sebagian besar dapat diurai, berbeda dengan zat B3 yang terkadang bersifat abadi atau sulit terurai.
Apakah setiap lembaga/universitas diharuskan memiliki aturan terkait pengelolaan limbah?
Memang tidak ada keharusan bagi setiap lembaga untuk memiliki aturan khusus tentang pengelolaan limbah. Namun semua kegiatan lembaga yang menghasilkan limbah B3, wajib untuk memiliki IPAL. Tak berhenti sampai di situ, limbah yang telah diolah pun harus dipastikan tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan.
Bagaimana proses pem-buangan limbah B3 dan non B3?
Penampungan limbah B3 perlu melewati beberapa proses khusus agar aman dilepas setelahnya. Terutama yang masih mengandung racun, diperlukan pengelolaan intensif agar tidak tercampur dengan zat-zat yang diperlukan manusia. Setelahnya bisa saja di bawa ke penampungan limbah atau dijual kepada perusahaan yang menangani limbah B3. Lain halnya dengan penampungan limbah non B3 yaitu berbentuk septic tank. Nantinya limbah tersebut akan di bawa ke tempat pembuangan akhir.
Apa yang terjadi jika limbah B3 tersebar ke lingkungan masyarakat?
Dampak yang ditimbulkan ketika limbah berbahaya masuk ke lingkungan masyarakat tidak langsung terasa. Bahkan membutuhkan waktu hingga puluhan tahun seperti yang terjadi di Jakarta. Yaitu polusi yang dikeluarkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Muara Karang, Jakarta. Hasil riset dari Harvard University bahwa limbah yang dihasilkan oleh PLTU tersebut mengandung racun yang berpotensi membunuh 100.000 orang. Di mana udara di kawasan tersebut sudah mencapai 2,5 derajat keasaman (pH), normalnya udara yang baik untuk dihirup manusia adalah 10 pH. Hal ini pun tidak diketahui oleh warga kawasan PLTU, otomatis setiap harinya banyak yang menghirup udara tidak sehat.
Belum lagi beberapa lembaga kesehatan seperti rumah sakit dan klinik yang terkadang lalai terhadap prosedur pembuangan limbah. Tak hanya berupa cairan tapi juga bentuk padat seperti alat suntik dan jarum infus. Benda-benda ini dibuang sembarang tempat dan pada akhirnya disalahgunakan oleh pihak yang tidak berkepentingan seperti mengonsumsi narkoba.

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Iseng-Iseng Berhadiah, Asah Kreatifitas
Next post Berkeliling Pulau Nikmati Peninggalan Sejarah