Read Time:1 Minute, 54 Second
Bunyi terompet menggema ke seluruh ruangan. Seorang laki-laki berbalut busana khas jawa memasuki panggung. Berdiri tegap ditopang tongkat digenggaman tangan, ia berkisah tentang raja ketiga Kerajaan Mataram, Sultan Agung. Dikenal sebagai raja yang kuat dan hebat, Sultan Agung berhasil menguasai hampir seluruh tanah jawa. Sayang, ia tak mampu mengambil alih Banten yang kala itu dikuasai oleh Belanda.
Tak lama berselang, pasangan suami istri penduduk Mataram yang bernama Pak Ne dan Bu Ne pun tiba. Tampak begitu asyik berbincang soal Kerajaan Mataram. Antusias terpancar di wajah Bu Ne tiap kali menyebut Kerajaan Mataram. Semakin jauh perbincangan pun berlanjut. Seketika Bu Ne meminta Pak Ne untuk bergabung menjadi prajurit kerajaan. Sontak, raut wajah Pak Ne yang riang pun berubah ketakutan. Kasih sayang tampaknya melebur ketakutan Pak Ne, ia pun berkenan untuk bergabung menjadi prajurit kerajaan.
Selanjutnya, sosok berkumis tebal mengenakan baju berwarna merah lengkap dengan topi hitam dan senapan di tangan pun tiba. Bersama sosok tentara kebangsaan Cina, serdadu Belanda tersebut merancang rencana untuk menyerang Kerajaan Mataram. Peperangan pun pecah, pasukan Mataram dengan gagahnya melawan tentara Belanda di Batavia. Namun, nahas pasukan Mataram kalah dalam pertempuran itu. Pada akhirnya pemimpin pasukan Mataram memukul mundur prajuritnya. Semenjak kejadian tersebut, pasukan Mataram tak pernah lagi mengirimkan pasukan ke Batavia.
Kemudian datang dua orang pelajar, laki-laki dan perempuan. Lelaki yang mengenakan topi merah itu berceloteh malas belajar tentang sejarah. Berbeda halnya dengan perempuan dengan tas menjuntai, dengan semangat ia meyakinkan temannya itu untuk mencintai sejarah. Menurutnya, sejarah menyenangkan dan penting karena berkaitan dengan peristiwa terbentuknya bangsa dan negara.
Pertunjukan Teater koma yang bertajuk Mangan Ora Mangan Gempur ini digelar untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Acara ini diselenggarakan oleh Direktur Museum Nasional Siswanto bertempat di Museum Nasional Indonesia.
Menurut Manajer Riset dan Pendidikan Dapoer Dongeng, Hilman Handoni pertunjukan tersebut selain sebagai sarana hiburan juga sebagai media pendidikan. Pertunjukan Teater Koma menitikberatkan pada pendidikan karakter melalui tokoh-tokoh yang diperankan. “Naskah ini lebih dikembangkan, diolah dengan kreativitas dan dipadukan dengan Komedi agar lebih menarik pengunjung,” ujar Hilman, Minggu (29/4).
Salah satu pengunjung Museum Nasional, Meldi Oktaviani mengungkapkan teater ini cukup menarik. Selain itu, pertunjukan tersebut juga terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan teladan bagi siapa saja yang menontonya. “Walaupun pertunjukan ini digelar secara sederhana,” ucap Meldi, Minggu (29/4).
Average Rating