Slogan Agamis, Nyatanya Miris!

Read Time:2 Minute, 12 Second
Oleh : Muhammad Teguh Saputro*
Pengenalan Budaya Akademik Kampus atau yang lazim dikenal dengan PBAK merupakan budaya atau kegiatan wajib yang dilaksanakan pihak kampus UIN Jakarta sebagai kegiatan awal serta pengenalan budaya kampus kepada mahasiswa baru. Sehingga tidak heran persiapan untuk mensukseskan kegiatan PBAK ini dilakukan secara matang dan maksimal, mulai dari pihak Universitas dalam hal ini adalah Dema Universitas, Fakultas dalam hal ini adalah Dema Fakultas sebagai pemegang dan penanggung jawab acara hingga tingkat jurusan.

Namun PBAK yang sejatinya memperkenalkan budaya, mempromosikan keunikan serta keunggulan UIN Jakarta ini sedikit ternodai dengan adanya kabar atau keluhan dari mahasiswa baru terkait waktu salat yang begitu ngaret. Diperparah lagi adanya halangan atau larangan dari pihak panitia – Dema FITK UIN Jakarta –  kepada mahasiswa baru yang berinisiatif meminta izin melakukan salat ditengah padatnya materi atau jadwal kegiatan PBAK itu sendiri.

Tidak berhenti di situ, tangggapan dari panitia PBAK sendiri terkait hal ini sangatlah mengecewakan, sebagai kakak tingkat atau yang lebih populer dikenal dengan gelar senior, menyuruh mahasiswa baru untuk  menjama’ salat yang seharusnya masih bisa dilakukan juga kekeliruan yang luar biasa. sebagai senior, panitia, sekaligus pengurus Dema FITK melakukan perbuatan semacam itu dapat mengotori marwah PBAK sendiri, juga dapat mencoreng nama besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan – sebagai fakultas yang terkenal dengan melahirkan generasi-generasi pendidik – lebih umum lagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai kampus Islam terbaik di Indonesia.

Kembali ke persoalan PBAK FITK UIN Jakarta, sesuai dengan pengakuan mahasiswa baru FITK dari jurusan Pendidikan Agama Islam yang enggan disebutkan namanya. Dia nampak kecewa besar dengan manajemen waktu PBAK yang tidak mendahulukan atau memprioritaskan mahasiswanya untuk salat terlebih dahulu sebelum melanjutkan materi.

Meski sempat dijanjikan oleh pihak panitia terkait mobilisasi salat berjamaah, hal itu tidak pernah terealisasi sampai waktu menunjukkan pukul 17.00 lebih. Bahkan dia bersama teman-teman mahasiswa barunya sampai nekat salat sendiri di Lobi Barat FITK hanya dengan beralas kardus, sebuah pemandangan yang sangat mengelus dada bagi yang melihatnya. Pengakuan lain juga didapat dari mahasiswi baru dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang hanya diberikan izin dari panitia untuk melakukan salat di selasar samping audit Harun Nasution di tengah acara yang masih berlangsung.

Ironi. Kesuksesan dan kelancaran PBAK memanglah penting, namun meninggalkan atau mengesampingkan kewajiban salat sebagai mahasiswa muslim juga merupakan kesalahan fatal. Kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan oleh panitia – Dema FITK – sebagai sosok-sosok pilihan yang dipercaya untuk mensukseskan pesta sepekan tersebut. Juga merupakan evaluasi bagi Sema FITK dan Pengawas PBAK yang sampai luput dengan perkara yang kelihatannya sepele ini. Mengambil dari salah satu poin slogan yang digaungkan oleh Dema FITK di PBAK edisi 2018, berslogan Agamis, nyatanya miris.

*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mediasi Kekacauan PBAK
Next post Maba Nyalakan Bom Asap