Menjadi relawan pendidikan tak sekadar berbagi ilmu. Memperhatikan lingkungan dan membina masyarakat juga menjadi prioritas utama.
Read Time:2 Minute, 35 Second
Tidak semua anak di Indonesia memperoleh pendidikan yang layak. Terutama anak-anak yang tinggal di wilayah pesisir. Akses transportasi yang tidak memadai membuat mereka minim edukasi. Sebab, tak banyak pula guru yang ditempatkan di pulau-pulau kecil. Tak heran, masih banyak anak pesisir yang belum paham ilmu pengetahuan.
Berawal dari permasalahan kala mengunjungi daerah pesisir pulau, Hendriadi Bahtiar Daeng Sila seorang pemuda asal Sulawesi Selatan membentuk komunitas bernama Sahabat Pulau. Ia tergerak untuk membentuk Sahabat Pulau karena saat berada di daerah pesisir, ia merasa bahwa tingkat edukasi anak-anak di sana masih sangat rendah.
Sejak itu, Hendri bersama pemuda lainnya untuk menjadi relawan bagi anak-anak pesisir. Komunitas yang berdiri sejak 25 Maret 2012 ini telah memiliki puluhan cabang di berbagai kota seperti Lampung, Palu, Gorontalo dan lain-lain. Sehingga, setiap cabang Komunitas Sahabat Pulau memiliki ratusan relawan.
Sahabat Pulau memiliki program kakak dan adik Panda. Panda sendiri artinya Harapan Anak Indonesia. Para kakak Panda bertugas untuk kontributif sebagai mentor, donatur, motivator, dan inspirator untuk adik Panda. Tak sampai di situ, program ini juga menghidupkan kembali budaya menulis dengan berkomunikasi secara surat-menyurat antar kakak dan adik Panda.
Komunitas yang berbasis pendidikan ini juga tak semata menawarkan program pendidikan bagi anak-anak. Program lainnya ialah Deliver Education Social and ArtPreneur atau Desa Preneur. Di sini, masyarakat diberi pelatihan tentang wirausaha dan juga menghasilkan produk. “Di Bone, kita ada tanah pusaka farm sebagai wujud social enterprise dari program Desa Preneur,” ujar Anisa Nur Ropika Sekretaris Jenderal Sahabat Pulau pada Selasa, (16/4).
Sahabat Pulau memiliki program lain bernama Rumah Baca Harapan atau Rubah. Rubah menjadi tempat para relawan daerah untuk memaksimalkan kegiatan kreativitas. Kegiatan lainnya adalah konservasi mangrove. Walaupun bukan program inti, tetapi sahabat pulau telah beberapa kali melakukannya di beberapa titik lokasi.
Salah satu relawan, Fajar Kurniasih mengatakan bahwa ia bergabung di Sahabat Pulau Lampung pada tahun 2014 lalu dikarenakan ajakan oleh temannya. Perempuan yang kini sudah bekerja itu sekarang menempati posisi divisi program Adik Panda untuk Chapter Lampung.
Selama menjadi relawan, tentu ada kendala yang harus ia hadapi. Salah satu kendala utama baginya adalah transportasi yang sulit. Pernah ia menempuh dua jam perjalanan darat dan laut untuk menuju Pulau Pahawang. Walaupun kendala yang dihadapi cukup menyulitkan, Fajar tetap menikmati perjalannya menjadi relawan Sahabat Pulau. Sebab para pemuda harus lebih antusias untuk mengikuti jejaknya. “Harapannya agar banyak pemuda yang bergabung di organisasi sosial, terutama bidang pendidikan dan lingkungan,” tuturnya, Senin (8/4).
Berbeda dengan Fajar, Mahasiswa IAIN Metro Lampung Siti Zainatul Mar’ah mengaku tertarik menjadi relawan Sahabat Pulau karena acara televisi. Menurutnya keuntungan yang didapat kala menjadi relawan ada banyak. Yaitu menambah keluarga baru serta bisa berkumpul dengan orang-orang yang hebat. “Saya terkadang tidak percaya kalau orang-orang hebat itu kenal baik dengan saya,” Ujarnya, Kamis (11/4).
Zain juga berharap kepada pemuda-pemudi Indonesia untuk melakukan pergerakan di bidang pendidikan. Menurutnya, janganlah takut untuk bergerak demi keadilan pendidikan yang merata untuk anak-anak Indonesia. “Jangan takut menjadi lebih baik, jangan takut menjadi relawan,” pungkasnya.
RIZKI DEWI AYU
Average Rating