Hari Santri Nasional Bukan Sekadar Slogan

Hari Santri Nasional Bukan Sekadar Slogan

Read Time:2 Minute, 37 Second
Hari Santri Nasional Bukan Sekadar Slogan

Oleh: M. Rifqi Ibnu Masy*
 
Berangkat dari urgensi perayaan Hari Santri Nasional dan multi-pemaknaan santri itu sendiri. Tulisan ini mencoba memperbincangkan seberapa perlu adanya peringatan tahunan bagi kaum sarungan di negeri ini. Selain itu, predikat santri juga menjadi perbincangan menarik. Apakah santri hanya gelar bagi mereka yang mengenyam pendidikan di pesantren, atau bahkan lebih luas cakupannya.

Terlepas dari kontroversi, dalam penelitiannya The Region of Java (1961), Clifford  Geerth mengklasifikasi masyarakat Jawa dalam tiga golongan. Pengastaan masyarakat Jawa tersebut merujuk pada istilah Priayi, Santri, dan Abangan. Dalam hal ini, santri dikategorikan sebagai golongan masyarakat yang teguh  mengamalkan nilai-nilai keagamaan Islam dalam kehidupannya.

Lain dengan Geerth, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam tulisannya Pesantren Sebagai Sub kultural (2007) lebih mengkhususkan istilah santri itu sendiri. Baginya, santri merupakan siswa yang tinggal di pesantren, guna menyerahkan diri. Gus Dur menekankan kata menyerahkan diri sebagai syarat mutlak untuk memungkinkan santri menjadi anak didik kiai dalam arti sepenuhnya. 

Lebih lanjut, Gus Dur menjadikan konsep barakah sebagai pijakan utama seorang santri dalam menuntut ilmu. Alhasil, untuk memperoleh konsep barakah tadi seorang santri harus mendapatkan kerelaan sang kiai dengan mengikuti segenap kehendaknya dan melayani segenap kepentingannya. Pelayanan santri terhadap sang kiai harus dianggap sebagai tugas kehormatan, dalam hal ini Gus Dur menganggap sebagai ukuran penyerahan diri santri ke sang kiai. 

Sedangkan, KH. Mustafa Bisri (Gus Mus) menganggap santri bukan hanya yang menempah ilmu di pesantren saja. Melainkan, siapa pun yang berakhlak layaknya santri patut disebut santri. Dari pernyataan Gus Mus ini, tentu kita dapat mengambil kesimpulan kesimpulan siapa pun bisa menjadi santri asalkan berakhlak layaknya santri. 

Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 yang dikeluarkan pada 15 Oktober 2015, Hari Santri Nasional resmi diperingati tiap tahunya pada 22 Oktober. Tentu, penetapan tanggal tersebut bukan tanpa sebab. Jika menilik sejarah, 22 Oktober sebagai hari besar dan bersejarah bagi bangsa kita. Di mana pada tanggal tersebut, Resolusi Jihad digaungkan oleh kalangan ulama sebagai kewajiban untuk melawan penjajah pada 1945. 

Jangan lupakan sejarah, mungkin itulah kalimat yang tepat menggambarkan keagungan resolusi jihad yang dicetuskan para ulama. Resolusi jihad itu sendiri merupakan seruan merespons Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang ingin kembali menjajah Indonesia pasca kemerdekaan. Tentu, tindakan NICA tersebut sebagai tindakan penghinaan bagi bangsa Indonesia yang notabenenya sudah merdeka. 

Resolusi jihad pun dicetuskan pada 22 Oktober 1945, berisi himbauan bagi umat Islam yang berada dalam radius 94 kilometer dari pusat pertempuran wajib ikut berperang melawan Belanda. Selain itu, resolusi jihad juga menegaskan hukum membela tanah air adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang Islam di Indonesia. Bahkan, ulama besar kala itu seperti KH. Wahab Hasbullah memimpin langsung pertempuran. 

Seluruh elemen pesantren, baik itu santri, kiai, bahkan masyarakat muslin Indonesia kala itu tergerak penuh atas seruan resolusi jihad tersebut. Bahkan, dua minggu setelah resolusi jihad digaungkan. Pertempuran besar 10 November 1945 pecah di Surabaya, hingga sekarang kita mengenal dengan istilah Hari Pahlawan. Peringatan Hari Santri Nasional itu sendiri, seyogianya menjadi memoar peranan ulama dalam mendirikan tanah air ini. Para santri generasi sekarang sudah sepatutnya memetik uswah dari fenomena besar tersebut. 

*Penulis merupakan Pimpinan Redaksi LPM Institut 2019, Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

UIN Jakarta dan Diskriminasi Mahasiswa Rantau Previous post UIN Jakarta dan Diskriminasi Mahasiswa Rantau
Kembangkan Konten Kreatif Islami Next post Kembangkan Konten Kreatif Islami