Read Time:2 Minute, 33 Second
Perlahan berangsur-angsur, penonton datang memadati Aula Madya Lantai 2 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta guna menyaksikan pementasan teater, Kamis (17/10) lalu. Kedatangan mereka disambut dengan ramah oleh segenap panitia. Terdengar bunyi gong menggema, para penonton pun mulai memasuki ruangan. Dalam sekejap, nuansa kegelapan langsung menyelimuti seluruh ruangan seolah turut menyambut kedatangan mereka yang hadir.
Saat orang-orang telah mengambil tempat duduk, alunan musik mengiringi jalannya pementasan, pertanda bahwa drama akan segera dimulai. Mulanya, seorang laki-laki dan perempuan tampak memasuki panggung. Keduanya saling bercengkrama, namun tak disangka malah berujung pada perdebatan hebat yang tiada henti di antara keduanya.
Bertemakan “Kamu dan Perasaan-perasaanku yang Aduh”, pementasan teater ini menceritakan dualisme sisi dalam diri manusia yang saling bertolak-belakang. Tergambar dari sosok sang lelaki sebagai “Aku”, dirinya menganggap bahwa eksistensi manusia di dunia dan apa yang ada di dalamnya tidak terlepas dari peran Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, berseberangan dengan tokoh “Kamu” alias si wanita, ia justru menganggap bahwasanya Tuhan tidak memiliki campur tangan apapun dalam dinamika kehidupan manusia.
Berawal dari kegelisahan pribadi, penulis sekaligus sutradara pementasan teater, Said Riyadi Abdii mencoba untuk menyinggung realita yang dialami oleh manusia. Dirinya mencoba untuk mengaktualisasikan realita tersebut ke dalam pementasan drama. Sebagaimana yang tergambar pada sosok “Aku” sebagai laki-laki yang religius, dan sosok “Kamu” sebagai wanita yang materialis. “Religiusitas dan materialisme itu adalah hal yang saling bertentangan,” ujar Abdii ketika diwawancarai usai pementasan di Aula Madya Lantai 2, Kamis (17/10).
Hal tersebut juga diungkapkan Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid UIN Jakarta Rusydi Jamil Fiqri, pementasan ini menggambarkan realita kehidupan manusia di era kemajuan teknologi. Kecanggihannya membuat manusia seolah-olah diperalat oleh mesin, sehingga eksistensi manusia terancam tergantikan oleh robot-robot tersebut. Rusydi juga menyebut bahwa tokoh “Aku” mencoba untuk mengajak manusia berserah diri kepada Tuhannya. “Ada yang tak bisa digantikan oleh mesin, yaitu ibadah,” lanjutnya ketika diwawancarai di Aula Madya, Kamis (17/10).
Rusydi menambahkan, pementasan teater ini bertujuan untuk mengisi salah satu rangkaian acara ulang tahun Teater Syahid yang ke-30 pada tanggal 17 Oktober. Selain itu, pementasan ini juga merupakan ajang uji coba bagi para anggota Teater Syahid sebelum mengikuti festival di Kota Medan 16 November 2019 mendatang. “Pementasan ini akan dibawa ke festival di Medan tanggal 16 November,” jelasnya, Kamis (17/10).
Pementasan teater ini berlangsung selama tiga hari, terhitung dari tanggal 17 hingga 19 Oktober 2019. Bagi para penonton, pementasan ini menimbulkan kesan tersendiri. Seperti yang diungkapkan Mahasiswi UIN Jakarta Lee Mita Nudiana, menurutnya pementasan ini terkesan lebih menampilkan sisi humor dan menyenangkan. “Kesannya seru dan lucu,” ujar Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum ini, Kamis (17/10).
Rupanya penonton teater juga tidak hanya berasal dari kalangan mahasiswa UIN Jakarta. Mahasiswa dari luar pun turut andil dalam pementasan ini. Salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) Daffa Kasatria Putra juga turut mengutarakan antusiasmenya selama menonton pementasan. Menurutnya pementasan teater ini sangat langka dan jarang ditemukan di zaman sekarang. “Masih ada orang yang mau bercerita dengan teater seperti ini,” ujar Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesahatan Uhamka tersebut, Kamis. (17/10).
Average Rating