Larangan Mudik, Bagaimana Mahasiswa di Perantauan?

Larangan Mudik, Bagaimana Mahasiswa di Perantauan?

Read Time:3 Minute, 27 Second


Larangan Mudik, Bagaimana Mahasiswa di Perantauan?

Mudik sejatinya menjadi tradisi lazim masyarakat Indonesia, termasuk lingkup mahasiswa. Namun berbeda dengan situasi saat ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menetapkan mudik haram akibat merebaknya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Ketetapan ini membuat mahasiswa di perantaun dirundung dilema.

Tidak ada yang dinanti keluarga di kampung halaman sana sebab mudik lebaran seakan menjadi hal yang mengerikan. Arus mobilisasi manusia dari zona merah COVID-19 (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) akan mempercepat mata rantai penyebaran virus tersebut. Dilansir dari cnnindonesia.com, Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas pun menilai haram hukumnya bagi masyarakat yang nekat mudik di tengah situasi saat ini.

Tanggapan setuju pun datang dari salah seorang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Nurul Irfan turut mengindahkan fatwa MUI tersebut. Ketika MUI sudah mengeluarkan fatwa, maka taatilah untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19,” ungkapnya, Senin (6/4).

Kendati demikian, tak dapat dipungkiri pilu dari mahasiswa rantau dengan adanya imbauan akan larangan mudik tersebut. Dalam kondisi sulit seperti ini, mereka justru harus jauh dari keluarga kampung halamannya. Karena itu, pro dan kontra terhadap mudik lebaran di masa pandemi ini tak terhindarkan.

Seperti halnya salah seorang Mahasiswa Hukum Pidana Islam Ali Maksum Asy’ari yang justru memilih pulang kampung pada awal April silam. Asy’ari mengungkapkan, ia langsung mengisolasi diri selama dua pekan sesampainya di kampung halaman sebagai antisipasi penyebaran COVID-19. Menurutnya, perbedaan pendapat wajar terjadi di kalangan mahasiswa. Tidak dipungkiri banyak pula mahasiswa yang tetap memilih pulang asalkan konsekuen menaati protokol yang ada, seperti isolasidiri,” papar Ali, Senin (6/4).

Berbeda halnya dengan Asy’ari, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Nur Senoaji lebih memilih untuk tetap berada di Ciputat. Ia mengungkapkan bahwa tentu butuh dukungan dari keluarga masing-masing meski terpisah jarak yang jauh. Senoajipun turut menaati imbauan pihak asrama akan larangan mudik. Kalau ada larangan mudik yang telah disepakati dari pihak asrama, hendaknyakita patuh,” katanya, Senin (6/4).

Senoaji menambahkan, kondisi Mahasiswa UIN Jakarta saat ini yang belum mudik pun tetap aman dan terkendali. Seperti halnya pihak kampus yang gencar memberikan bantuan seperti dari Social Trust Fund (STF) berupa sembako dan masker. Kebutuhan-kebutuhan tersebut khusus disediakan untuk mahasiswa di Ciputat yang belum mudik.

Program tersebut berawal ketika STF melihat kebutuhan pokok yang dibutuhkan mahasiswa saat ini, yaitu pangan. Prosedur untuk mendapat makanan jadi yang disediakan oleh STF yaitu dengan mengisi google formdengan kuota yang ditentukan. STF menyediakan kurang lebih tiga ratus porsi setiap hari. Jika form sudah penuh, mereka pun akan menutupnya sementara. “Jadi sempat ada mahasiswa yang tidak kebagian, sebab melihat pula kapasitas kemampuan kami,” ujar Koordinator Program Bantuan STF Dewi Maryam, Senin (6/4).

Telah berjalan sebanyak dua sesi, Dewi juga mengatakan bahwa program bantuan berjalan lancar. Sesi pertama berjalan mulai dari Senin (30/3) hingga Jumat (3/4), sedangkan sesi kedua berjalan dari Senin (6/4) hingga Jumat (10/4). Dewi pun menambahkan, program bantuan ini akan terus berjalan seiring dengan evaluasi yang dilakukan oleh STF.

Gerakan Bantuan dari Fakultas

Selain STF, ada pula fakultas yang secara mandiri membantu mahasiswanya yang terdampak, salah satunya Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Program yang diinisiasi oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema), Senat Mahasiswa, Organisasi Peminatan dan Keilmuan, serta Himpunan Mahasiswa FST tersebut juga menggandeng pihak Dekanat FST untuk kerja sama. Untuk mewujudkan bantuan tersebut, mereka membuka donasi pada Jumat (27/3) hingga Senin (30/3) silam.

Pendataan kondisi mahasiswa telah didata sejak dua hari sebelumnya. Setelah mengumpulkan hinga Rp9.360.000 donasi, mereka pun mendistribusikan bantuan hingga Selasa (7/4). Sebanyak empat puluh mahasiswa FST mendapat bantuan berupa sembako, vitamin, dan penyanitasi tangan. Selain itu, terdapat pula 44 keluarga mahasiswa yang mendapat donasi karena terhambat mata pencahariannya. “Kami juga kerja sama dengan Asosiasi Printridi untuk bantuan seratus faceshield bagi Rumah Sakit Syarif Hidayatullah dan Pusat Kesehatan Masyarakat sekitar,” ujar Ketua Dema FST Ribbi, Kamis (9/4).

Ribbi menambahkan, respons positif datang dari para penerima bantuan. Semua merasa terbantu, baik dari mahasiswa yang menetap di indekos dan orang tua mahasiswa yang terdampak. Untuk program ke depannya, civitas academica FST tengah mengumpulkan dana kembali dengan target mahasiswa dan karyawan FST. “Dana dikelola oleh Wakil Dekan II,” pungkas Ribbi.

Fitha Ayun Lutvia Nitha & Muhammad Silvansyah Syahdi M.

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
100 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Kampus Kurang Peka, Mahasiswa Resah Previous post Kampus Kurang Peka, Mahasiswa Resah
Layakkah Omnibus Law? Next post Layakkah Omnibus Law?