Pers punya kewajiban mengekspresikan kebebasannya untuk membuat berita sesuai fakta. Hal tersebut dibuktikan oleh ditetapkannya Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 40 Tahun 1999 yang mencakup kebebasan pers dalam menyuarakan informasi sesuai kode etik jurnalistik.
Kebebasan pers kembali disorot publik pada era Joko Widodo (Jokowi). Kebebasan pers kini memang diatur kebijakan baru yang mungkin dirasa lebih baik—pemerintah memberi jaminan kemerdekaan dan kebebasan pers. Alih-alih berpotensi besar menjebloskan pers ke ranah hukum.
Apa itu kebebasan pers? Mengapa pada era Jokowi kebebasan pers dinilai lemah oleh kalangan? Akankah berdampak buruk jika kebebasan pers masih seperti itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Institut telah melakukan wawancara khusus bersama Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Rizky Yudha, pada Senin (7/2).
Menurut Anda, kebebasan dalam dunia pers itu seperti apa?
Kebebasan pers itu berpacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu kebebasan dalam menggunakan media untuk mencari, mengolah dan menyampaikan informasi. Selain itu, pers juga memiliki kebebasan menyuarakan pendapat sesuai dengan fakta dan kode etik jurnalistik.
Apakah ada perbedaan kebebasan pers di era Jokowi dengan era sebelumnya? Mengapa demikian?
Berbeda sekali. Di era sebelum Jokowi ruang lingkup pers masih terbatas. Sedangkan pada era Jokowi, kebebasan pers diberi ruang cukup luas dan diatur oleh UU. Seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Cipta Kerja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tetapi hadirnya UU tersebut, kebebasan pers malah dilemahkan. Hal itu dikarenakan bertentangan UU di atas dengan UU Pers.
Di era Jokowi kebebasan pers dinilai melemah. Bagaimana tanggapan Anda mengenai
melemahnya hal tersebut?
UU yang saya sebutkan tadi, justru mengatur kewenangan pemerintah dalam mengambil alih internet. Itu bertentangan dengan UU Pers. Berbagai kasus di era Jokowi diselesaikan melalui pengadilan bukan ke Dewan Pers. Padahal seharusnya, jika pers memiliki karya jurnalistik dan itu salah, maka dihukum sesuai UU Pers bukan ke pengadilan.
Menurut Anda, bagaimana implementasi UU Pers soal kemerdekaan pers sedari UU ini dibentuk?
Dewan Pers dinilai sudah mengimplementasikan UU Pers serta menjalankan fungsinya dengan baik. Namun UU yang diketok palu oleh pemerintah berkata lain. Ia mengundang kerugian bagi jagat pers. Pencemaran nama baik dan berita bohong disamakan dengan ujaran kebencian. Kenyataan ini berimpak pada pemberangusan kebebasan berpendapat. Lebih-lebih menjatuhkan pers ke ranah pengadilan hukum.
Apakah dengan melemahnya kebebasan pers di era Jokowi dan diteruskan ke era berikutnya dapat berdampak bagi dunia pers di generasi selanjutnya?
Jika kasus-kasus seperti divonis penjara tiga wartawan gegara menyuarakan pendapatnya atau kekerasan terhadap fisik hingga media terus terjadi maka, tidak sehat bagi tumbuh kembang pers. LBH Pers dan Dewan Pers telah merevisi UU yang meloyokan pers. Sayangnya pemerintah masih tak berkutik satu pun. Sudah keharusan pemerintah lindungi kebebasan pers. Paling tidak, pemerintah perlu ada tindakan serta tanggung jawab untuk merubah UU yang bermasalah atau membikin UU baru yang melindungi kebebasan pers.
Muhammad Naufal Waliyuddin
Average Rating