Suasana pelatihan simulasi sidang PBB di Kopertais DKI
Jakarta sabtu (22/12)
|
Read Time:3 Minute, 29 Second
Berbicara tentang sikap pemuda muslim dunia terhadap konflik Israel dan Palestina, rasanya aksi kecaman dan hujatan pada Israel sudah menjadi hal biasa untuk menggambarkan sikap mereka terhadap konflik ini. Namun tak terpaku dengan arus mainstream tersebut, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta justru punya cara berbeda dalam menyikapi peliknya konflik Israel-Palestina yang tidak berkesudahan ini.
Dalam pelatihan simulasi sidang PBB yang dihelat International Studies Club (ISC) UIN di Kopertais I DKI Jakarta, Sabtu (22/12), sebanyak 45 mahasiswa dari UIN Jakarta, Universitas Indonesia, Universitas Paramadina, serta Universitas Hasanuddin membahas konflik Israel dan Palestina secara komprehensif dan resolutif. Dengan beraksi bak delegasi negara untuk PBB, mereka hadir dan mewakili perspektif negara mereka masing-masing terhadap upaya penyelesaian konflik ini.
Di acara bertajuk International Studies Club Diplomatic Course (ISCDC) ini, setiap delegasi dituntut untuk mengkaji dan menjabarkan masalah Israel dan Palestina hingga ke akarnya. Sejumlah masalah, seperti status jalur Gaza, sikap Israel, perpecahan di tubuh Palestina, alasan serta urgensi perdamaian, mekanisme perdamaian, serta sederet masalah lainnya terkait konflik ini pun tak pelak menjadi sejumlah akar masalah yang dibahas oleh setiap delegasi selama acara berlangsung.
Meski hanya sekedar pelatihan simulasi PBB, namun acara yang berlangsung selama dua hari ini tetap mengikuti sejumlah peraturan yang diterapkan dalam sidang PBB yang sebenarnya. Oleh karena itu, seluruh peserta diwajibkan untuk menggunakan pakaian formal dan berbahasa Inggris di dalam setiap debat di persidangan ini. Setiap peserta pun juga diwajibkan untuk membuat sebuah draf berbahasa Inggris berisi solusi untuk kasus yang sudah dibahas.
“Jujur, saya nervous dan grogi sekali, apalagi saat melihat peserta lain. Mereka seumuran saya, namun pengetahuannya sudah cukup luas” ujar Ilzam Nuzulul Hakiki, mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Kedokteran UIN Jakarta. Peserta asli Jember, Jawa Timur yang menjadi perwakilan Kenya ini menuturkan, ISCDC memang merupakan tantangan untuknya. Terlebih, ia harus menjelaskan pemikirannya tentang Israel dan Palestina melalui sudut pandang negara Kenya dengan hanya berbekal kemampuan bahasa Inggris serta wawasan seadanya.
Meski merasa minder, Ilzam mengatakan, acara ini memberikan pandangan lain terhadap konflik yang terjadi di Palestina dan Israel saat ini. Wawasannya pun bertambah lantaran konflik ini memang dibahas melalui sudut pandang yang berbeda-beda. “Jadi saya dapat memahami bahwa walaupun kita berbeda, kita tetap ingin menuju tujuan yang sama. Konsep ini pun juga dapat saya aplikasikan pada diri saya agar lebih dewasa dalam menghadapi perbedaan,” ujar Ilzam.
Hal serupa dikatakan Ahmad Reza Mahardian, mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Menurut peserta delegasi Iran ini, pembahasan tentang konflik Israel dan Palestina dengan konsep simulasi sidang PBB memang mampu menyuguhkan pandangan objektif terhadap kasus tersebut. Bagi Reza, simulasi ini melatih diri untuk tidak memberikan pandangan hanya karena kesamaan identitas dan ideologi yang bersifat sangat subjektif.
Selanjutnya, pria yang sudah tiga kali mengikuti acara simulasi sidang PPB ini mengatakan, kegiatan tersebut memang membuatnya lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum. “Awalnya saya juga merasa grogi dan bingung dengan sejumlah peraturan di sidang ini, namun lama-kelamaan saya terbiasa dan lebih mengerti dengan isu-isu internasional walaupun fakultas yang saya tekuni tidak berkaitan dengan sejumlah hal tersebut,” kata Reza.
Ketua ISC, Andri Zainal mengatakan, acara ISCDC yang ketiga ini merupakan acara tahunan yang memiliki misi untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan simulasi PBB/Model United Nations (MUN) serta isu-isu internasional pada kalangan mahasiswa UIN. Terlebih, ISC juga ingin menghapus stigma bahwa simulasi PBB ini hanya diperuntukan oleh mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, melainkan semua jurusan pun dapat berpartisipasi di dalamnya.
Andri juga berharap, acara ini dapat menjadi wadah latihan mahasiswa UIN untuk menjadi delegasi-delagasi MUN di skala nasional dan internasional. Menurutnya, di luar negeri MUN merupakan aktivitas yang sudah familiar, namun sayangnya di UIN belum banyak mahasiswa yang mengetahui tentang kegiatan tersebut. “Saya juga heran lantaran saat pendaftaran di buka pendaftaran acara, mahasiswa dari luar UIN malah lebih antusias dan lebih cepat mendaftar,” tandasnya.
Selain rangkaian simulasi sidang PBB, acara ini juga membahas sejumlah mekanisme persidangan PBB di awal acara. Paduan Suara Mahasiswa UIN Jakarta serta penampilan seorang mahasiswa UIN yang sempat menjadi pemenang kontes K-pop di Korea pun memberikan warna sendiri untuk acara cultural night ISCDC yang ketiga tahun ini. (Adea Fitriana)
Average Rating