![]() |
Selamet Daroyni dari LSM Kiara saat berbicara tentang lingkungan dalam peringatan hari bumi dan hari Kartini di Aula SC, Sabtu (20/4). |
UIN Jakarta, INSTITUT – Bencana banjir hampir menenggelamkan Jakarta pada awal Januari lalu, termasuk kompleks Istana Negara dan Bundaran Hotel Indonesia (HI). Banjir terjadi karena Jakarta telah kehilangan daerah hijau, resapan air, waduk, dan sungai akibat konversi guna lahan.
Selamet Daroyni dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kiara menyatakan, Jakarta telah gagal dalam melakukan pembangunan. Menurutnya, pembangunan yang dilakukan justru menjadi bencana, karena membuat masyarakat menjadi konsumerisme terhadap barang-barang. Dalam hal ini ia pun memberi contoh, seperti setiap orang yang membawa minimal tiga kantong plastik belanja saat keluar dari pusat perbelanjaan.
Selamet memberi perumpamaan, bila ada satu juta masyarakat yang berbelanja ke pusat perbelanjaan, maka ada tiga juta kantong plastik yang terbuang. Padahal, menurutnya barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan oleh masyarakat.
Bagi Selamet, dampak dari budaya konsumerisme ini adalah kegiatan ekonomi yang cenderung mengeksploitasi sumber daya alam (SDA). Eksploitasi SDA tersebut tidak didampingi dengan perbaikan lingkungan. Kemudian, konsumerisme terhadap produk barang membuat sampah dalam negeri mencapai 38,5 juta ton per tahun. Apalagi, Indonesia juga menjadi tong sampah barang elektronik bagi negara maju.
Menanggapi hal tersebut, Arif Sumantri, Dosen Kesehatan dan Lingkungan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) menerangkan, Indonesia tengah mengalami deforestasi. Deforestasi yaitu perusakan lapisan atas hutan dengan cara merubah penggunaan lahan hutan secara permanen.
Jumlah populasi penduduk yang terus bertambah, namun tidak disertai dengan pertambahan lahan. Hal itu mengakibatkan banyak masyarakat yang membuka hutan untuk dijadikan pemukiman. Lalu, permintaan bahan baku kayu yang cukup tinggi membuat masyarakat melakukan penebangan pohon di hutan.
Dalam hal ini Selamet mengatakan, dalam 12 tahun (1991-2003) Indonesia telah kehilangan 68 juta hektar hutan. Setiap menitnya ada sekitar 10 hektar hutan yang hilang. Itu semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota.
Selamet menuturkan, gaya hidup konsumerisme telah mengeruk segala SDA, tapi tak pernah melihat dampaknya, terutama terhadap hutan. “Jakarta adalah contoh kota yang gagal memanusiakan manusia, ” jelas Selamet dalam acara Peringatan Hari Bumi dan Hari Kartini yang bertema Potret Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara di Aula Student Center (SC), Sabtu (20/4).
Selamet pun memberi solusi, cara untuk mengembalikan lingkungan adalah dengan mendidik masyarakat kota untuk tidak mengkonsumsi barang secara berlebihan. Selain budaya konsumerisme, Arif menjelaskan, perilaku masyarakat pun tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan.
Ia pun menambahkan, Jakarta memang dibanggakan sebagai pusat perekonomian, politik, dan bisnis. Namun, Jakarta buruk dalam pengelolaan lingkungan, perencanaan pembangunan kota Jakarta berantakan, karena tak ada integrasi aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan. “Kalau begini terus, tahun 2050, 90% wilayah Jakarta Utara akan tenggelam secara permanen,” jelas Selamet.
Ia pun menghimbau kepada kota besar lainnya agar tidak menjadikan Jakarta sebagai contoh pembangunan. Menurutnya, jika tetap mengikuti model pembangunan Jakarta, kota tersebut akan mengalami bencana seperti Jakarta.
Untuk mengatasi permasalahan lingkungan, Jakarta perlu menerapkan deliberasi ekokrasi, yaitu upaya perwujudan kedaulatan lingkungan hidup. Konstruksi berfikir dan berperilaku masyarakat harus diubah dari anthropocentrime yang lebih menekankan pada kebutuhan manusia menjadi hubungan antara Tuhan, alam, dan manusia. (Anastasia)
Average Rating