Peran Mahasiswa dalam Politik 2014

Read Time:2 Minute, 53 Second
Sumber Internet

Tahun 2014 adalah tahun pemilu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melepaskan pemerintahannya dan rakyat Indonesia bersama-sama menggelar pesta demokrasi untuk memilih pemimpin Nusantara yang baru. Lalu bagaimana dengan mahasiswa? Apa yang mereka perankan dalam tahun pemilu ini?

Untuk mendapat kejelasan yang lebih mendalam tentang peran mahasiswa di pemilu 2014 ini, Reporter INSTITUT  Siti Mualiah mewawancari pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta sekaligus Peneliti Senior  Lembaga  Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, Jumat (10/01). Berikut petikannya:

Pemilu akan digelar pada tahun ini, bagaimana pandangan Anda melihat peran mahasiswa dalam politik saat ini?

Secara umum saya melihat peran mahasiswa di dunia politik belakangan ini mengalami proses penurunan. Terutama jika kita bandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, di mana kontribusi mahasiswa di dalam mendesakkan agenda sesuai dengan kepentingan publik melalui berbagai macam cara. Baik itu melalui diskusi publik, demonstrasi, maupun petisi sangat terlihat.

Namun hampir sepuluh terakhir, Saya melihat peran itu sepertinya makin berkurang. Mahasiswa lebih asik dengan dunianya sendiri dan dengan dirinya sendiri. Mereka melakukan banyak kegiatan untuk mempercepat kelulusan, dan saat yang sama mereka melupakan peran yang seharusnya mereka lakukan.

Seharusnya, jelang pemilu 2014, mahasiswa mengambil langkah-langkah yang kontributif bagi kepentingan transisi menuju demokrasi. Entah itu dalam bentuk civic atau votes education (pendidikan bagi pemilih agar memilih yang benar) atau melakukan pemantauan pemilu.

Beberapa parpol sudah masuk kampus untuk menjaring melalui gerakan-gerakan mahasiswa, bagaimana Anda melihat hal tersebut?

Ya wajar saja, partai politik sedang mencoba mencari simpati mahasiswa dengan melakukan kegiatan atau langkah-langkah untuk mendekatkan diri pada mahasiswa. Jika kita melihat jumlah pemilih dari kalangan pemilih pemula, jumlah pemilih dari kalangan mahasiswa makin lama makin besar. Jadi kalau kita lihat grafik BPS, pemilih dari usia 17-25 tahun mencapai 22% dari jumlah pemilih tingkat nasional, dan dari 22% tersebut berasal dari kalangan mahasiswa.

Jadi alasan mengapa parpol melakukan hal itu sederhana. Mahasiswa yang secara statistik memiliki jumlah lebih besar, secara kualitatif pun mahasiswa lebih dapat dipercaya oleh pemilih. Maka dari itu, jika mahasiswa berhasil direkrut oleh partai politik melalui kegiatan yang mereka lakukan, diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan dukungan suara secara luas pada parpol tersebut.

Bagaimana sejarah gerakan mahasiswa di kampus-kampus?

Jika melihat dari awal sejarah gerakan mahasiswa, sebenarnya bisa kita tarik pada zaman kolonialisme belanda. Boedi Oetomo, Sarekat Islam, kemudian gerakan-gerakan yang melahirakan partai politik non-kompromis pada masa era kolonialisme belanda terbentuk dari kegundahan kalangan terdidik.

Poin dari awal gerakan mahasiswa, gerakan yang dibangun berdasarkan ideologi. Jika ideologinya keislaman, maka dia aktif di organisasi yang memperjuangkan religio politico Islam. Tapi jika ia dibesarkan dalam tradisi ideologi nasionalis, maka ia akan bergerak dalam gerakan mahasiswa yang nasionalis.

Pada akhirnya, kalau melihat sejarah Indonesia pasca proklamasi 1945, gerakan mahasiswa makin muncul. Sampai kemudian, sejarah perkembangan berikutnya yang terjadi pada  tahun 65-66 saya kira sangat krusial. Sebelum terjadinya apa yang disebut sebagai pembrontakan G30SPKI, ada pertarungan antar gerakan mahasiswa di kampus-kampus.

Saat itu, perang wacana atau perang diskusi antar gerakan mahasiswa sudah menjadi hal yang lumrah di kampus. Sampai kemudian, hal itu semakin tidak tertampung dan buntu oleh persoalaan politik yang formal kemudian melahirkan pembrontakan.

Lalu bagaimana Anda melihat kedekatan mahasiwa dengan parpol yang masuk kampus?

Kalau terlalu partisan, akan menimbulkan kesan bahwa mahasiswa telah terkontaminasi oleh partai politik. Kesan tersebut muncul dari hipokrisi. Seharusnya mahasiswa tidak buta politik jadi  harus dibuka saja hak mereka berpolitik. Silahkan ada mahasiswa yang dekat dengan partai A, partai B, partai C, sebagai kontestasi wacana.

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Andi Syafrani, Jadi Pengacara Tak Sekadar Cari Uang
Next post Pakar Pendidikan Bicara Kesehatan