Cagar Budaya Indonesia Tak Terpelihara

Read Time:1 Minute, 54 Second
Kerusakan Candi Trowulan di Kabupaten Trowulan, Mojokerto. (Sumber: arsitektnusantara.wordpress.com)

Cagar budaya merupakan bagian dari situs sejarah yang harus dipelihara. Baik oleh pemerintah, maupun masyarakat setempat. Seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, setiap cagar budaya berhak mendapatkan perlindungan yang layak. Sayangnya, sampai saat ini masih ada beberapa situs sejarah di Indonesia yang kondisinya memprihatinkan.
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman mencatat, kerusakan terparah terjadi pada situs Trowulan, Kecamatan Trowulan,  Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Kerusakan terjadi sejak tahun 1960. Meski sudah direvitalisasi, kerusakan masih saja terjadi, karena banyak penduduk mengambili batu bata kuno untuk dijadikan semen merah.
Tak hanya di Trowulan, kondisi serupa juga terjadi di Banten (Istana Kaibon) dan Bogor (Astana Van Motman). Kerusakannya beragam, mulai dari dinding yang dipenuhi coretan, tanaman dan rumput liar yang tumbuh, dan bangunan yang sudah lapuk karena tak terurus.
Menanggapi hal itu, Kepala Dokumentasi Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Rochie menuturkan, ketidakpedulian masyarakat dalam menjaga situs sejarah sulit dihindari.
Menurut Rochie, masalah perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan cagar budaya bukan sepenuhnya tanggung jawab Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. “Seharusnya ada kerjasama, baik dari masyarakat maupun pemerintah setempat,” ujarnya, Kamis (10/7).
Sedangkan, menurut Kepala Badan Pelestarian cagar Budaya Serang, Yusuf Budi Aryanto, menuturkan, pengelolaan cagar budaya di setiap daerah Indonesia belum optimal karena kurangnya  Sumber Daya Manusia (SDM).
Yusuf juga menjelaskan, anggaran yang diberikan oleh pusat sangat terbatas sehingga tak memungkinkan baginya menambah pegawai. Sebenarnya, setiap direktorat di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memiliki 57 pegawai. Namun, untuk Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kemendikbud hanya memberikan 8 orang pegawai.
Terkait hal itu, Staf Subdirektorat Registrasi Nasional Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Guntur menuturkan, pihaknya telah menyesuaikan jumlah pengelola dengan tugas  yang sesuai. Namun, adanya kelalaian dalam pelindungan situs cagar budaya masih terjadi. “Masyarakat memanfaatkan lahan cagar budaya hanya untuk kepentingannya saja,” paparnya.
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, kata Guntur, telah berupaya seoptimal mungkin dalam melestarikan cagar budaya. “Masih ada daerah yang belum memiliki ketetapan hukum dalam merawat cagar budaya menjadi salah satu terhambatnya upaya pemerintah pusat,” jelasnya.
Guntur menambahkan, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman butuh dukungan dari Pemda dan masyarakat setempat untuk melestarikan cagar budaya. “Kerjasama antara masyarakat dan pemerintah daerah atau provinsi dalam merawat cagar budaya akan sangat membantu,” katanya.

AN

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kerap Dikaitkan dengan ISIS, UIN Jakarta Rilis Bantahan
Next post Di Pinggir Kali, Puisi dan Musik Tercipta