Kala itu, hening dan gelap menyelimuti Aula Student Center (SC) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Seketika, satu demi satu lampu mulai menyala hingga menerangi panggung. Beberapa pemain pun duduk dengan wajah muram. Tak berbeda pula ekspresi wajah serupa ditunjukkan pemain yang berdiri di sudut lain panggung.
Sesaat kemudian, terdengar suara parau dari seorang wanita berkerudung merah muda dan baju biru, “Oh, ia terbaring sunyi, tatkala bintang-bintang yang dipasangnya telah menyala. Oh, ia pun terbaring ketika benderang lampu di tangan diacungkan pada kegelapan malam.“ katanya pilu.
Pemain drama lainnya pun ikut menyahut padu di atas panggung. “Terbaring, terbaring, hatiku hening, hatiku hening. Cemasku, khawatirku, berkeping-keping memenuhi dada, memenuhi saat-saat yang genting.Cemasku, ya Allah. Khawatirku, ya Allah.” keluh mereka. Mereka merupakan umat Nabi Muhammad yang khawatir kehilangan ajaran Islam sepeninggal nabi.
Setelah itu, seorang perempuan lain berperawakan tinggi berjalan maju dua langkah dan memberi petuah bagi umat Muhammad, “kalau lebih dulu kita meratap, kalau lebih dulu kita bertangisan, kalau lebih dulu kita menduga, seakan kita lebih tahu dari Yang Maha Tahu, yang akan terjadi, yang akan ada, kita tak tahu kapan datangnya, kita tak tahu apakah ada”ucapnya.
Munculah seorang wanita dengan tongkat di tangan, Bahimah (Fitri Puspita Dewi). Sembari tertawa ia mengultuskan dirinya sebagai manusia sempurna, dengan kesempurnaannya ia mengaku bisa menghidupkan kembali manusia yang sudah wafat dan mewafatkan manusia hidup.
Menyimak pernyataan Bahimah, umat nabi pun menyadari bahwa Bahimah sedang menebarkan benih kesesatan di dunia. Menyadari akan hal itu mereka pun resah, kesesatan yang dibawa Bahimah akan menyebabkan kehancuran dunia. Tak jauh berbeda dengan Bahimah, dari sudut kanan panggung keluar seorang wanita mengenakan gaun emas merah, Wailah (Wirda Makiyah). Ia juga mengaku sebagai pengganti nabi Muhammad.
Bahimah dan Wailah merupakan pemeran antagonis dalam pementasan drama berjudul Telah Pergi Ia, Telah Kembali Ia, disutradarai oleh Siti Sarah Ismiani, di Aula SC UIN Jakarta, Jumat (5/6). Sarah menuturkan, drama ini diadaptasi dari naskah karya Arifin C. Noer, bercerita tentang kekhawatiran umat Nabi Muhammad kehilangan ajaran Islam sepeninggal nabi wafat, yang dikemas dengan lebih modern.
Sama halnya Sarah, Pimpinan Produksi Membaca Arifin C. Noer, Bunga Indah Puspita Sari mengatakan, drama ini bertujuan untuk meningkatkan minat seni dan budaya di Indonesia. Menurutnya, kini minat masyarakat akan terater tanah air sudah berkurang. “Cerita drama ini asli milik Indonesia. Terlebih, mahasiswa sastra Indonesia mestinya mengembangkan sastra Indonesia yang terpendam,” ujarnya.
Salah satu penonton Amalia Utami, mengaku terkesan dengan pementasan drama tersebut. Makna yang disampaikan sarat akan pesan religius. “Pesannya, tuh, dapet banget dan bikin sadar penonton yang sudah banyak melupakan ajaran nabi,” katanya.
IK
Average Rating