Kocar – Kacir Koruptor Astina

Read Time:3 Minute, 44 Second
Tindak korupsi menjadi godaan tersendiri bagi para penguasa. Ananta, Walikota Astina pun kocar kacir mendengar kabar akan adanya pemeriksaan pelaku korupsi secara tiba-tiba.
Tirai merah perlahan terbuka, tanda pertunjukan akan dimulai. Alunan musik  mulai terdengar, mengiringi dua lakon berkostum serba hijau dan merah muda, mulai dari selendang, kaca mata serta sepatu boot. Keduanya memasuki panggung dengan langkah terburu-buru.
Keduanya membicarakan kabar akan ada perang antara negeri Astinapura dengan negeri Amarta.Selain itu, kota Astina juga akan kedatangan Inspektur Jenderal untuk menyelidiki kinerja walikota dan para pejabat negara di kota itu. Salah satu lakon yang mendengar kabar tersebut berujar akan membongkar tindak korupsi yang sudah dilakukan walikota.
Tak lama, muncul tiga lakon dengan baju serba biru, merah dan kuning keemasan. Berkumpulah kelima wanita yang menyebutkan dirinya sebagai pasukan elit canu. Mereka berlima sangat membenci WalikotaAstina, Ananta Bura, karena kebijakan yang diterapkan dianggap menyengsarakan rakyat dan membuat kota kacau balau.
Lalu, kelima wanita itu pun mengajak para pedagang dan tukang gali untuk melakukan aksi di kediaman walikota. Sebelumnya, mereka menyanyikan lirik berjudul “protes lima aktivis”. Mereka berjoged, menghentakan kaki dan melambaikan tangan, dengan suara tinggi menggambarkan emosi yang dipendam selama ini.
“Tak guna jika walikota tak bekerja. Hanya korupsi, itu tindakan mereka,”  teriak kelima wanita tersebut sebagai bentuk protes akan tak beresnya kinerja walikota saat ini.
Saat mendengar kabar mengejutkan dari ibukota Astinapura, sang walikota pun langsung bergegas memanggil dua pejabat negara sekaligus sahabat karibnya, Armaditya Arjuna dan Arimi Anjani. Ia khawatir jika utusan yang disebut Inspektur Jenderal itu datang diam-diam lalu melaporkan tindak korupsi yang ia lakukan selama ini.
Kemudian, Ananta berfikir untuk menyuap Inspektur Jenderal. Walikota yang dirundung cemas itu langsung memerintahkan Armaditya sebagai kepala hakim melakukan pembenahan bangunan dan Arimi  sebagai kepala kesehatan untuk menambahobat-obatan.
Tak hanya itu, ia juga menugaskan kepada kepala pos untuk membuka semua surat yang masuk dan keluar di kantor pos dengan teliti. Sehingga, jika ada surat terkait kedatangan Inspektur Jenderal dapat langsung diberitahukan kepadanya.
Desas-desus datangnya Inspektur Jenderal nyatanya bersamaan dengan hadirnya seorang pemuda dari ibukota Astina yaitu, Anta Hinimba. Kepanikan pun semakin bertambah terlihat di wajah Ananta dan beberapa pejabat negara saat si kembar Nakuli dan Sadiwi menerobos masuk ke ruangan. Mereka mengaku melihat ada seorang petugas negara yang sedang menginap di salah satu penginapan.
Lantas, Ananta yang telah mendengar cerita Nakuli dan Sadewi langsung bergegas menemui dan memastikan kebenaran tersebut. Ananta juga mengingatkan kembali tugas masing-masing para pejabat. “Kita memang tidak luput dari kesalahan. Tapi, kalau kaya gini jadinya setan alas!! tidak ada yang beres di kota ini,” ujarnya sembari nada tinggi lalu pergi.
Ananta pun akhirnya bertemu dengan Anta Hinimba. Ternyata saat itu Anta sedang dililit hutang, Ananta yang mengetahui pun dengan sigap membantu membayar hutang  tersebut. Menurutnya ini salah satu bentuk menyuap diam-diam. Tak hanya sang walikota saja, enam pejabat kota pun turut menyuap Anta.
Selang beberapa menit, seusai para pejabat memberi suapan. Datanglah beberapa pedagang mengadu kepada sang Inspektur Jenderal semua perbuatan tersebut. Anta yang dikira Inspektur Jenderal hanya manggung-manggut saja mendengar keluhan pedagang.
Merasa menjadi tamu istimewa, Anta mencuri kesempatan untuk merayu putri walikota. Tak disangka, sebelum mendekati putri Ananta ia sempat kepergok berduaan dengan istri Ananta. Namun, pada akhirnya ia memilih putri walikota dan berniat meminangnya.
Sebelum dilangsungkan pernikahan, pelayan setia Anta menasehatinya agar segera kembali ke tujuan awal yaitu pulang kerumah. Setelah dipikir-pikir, akhirnya dia pergi dari kota tersebut dengan janji akan kembali lagi guna melangsungkan pernikahan.
Raut muka kegembiraan Ananta  tak terhingga saat membayangkan putrinya akan bersanding dengan seorang jenderal. Khayalan untuk pindah rumah ke ibukota Astina sudah di kepala. Dan tinggal menunggu hari saja.
Belum selesai merancang kegembiraan, datanglah utusan raja memberitahu bahwa walikota dan pejabat ditunggu oleh Inspektur Jenderal. Sang walikota pun setengah tidak percaya mendapat kabar tersebut. Ibaratnya ia seperti sudah jatuh tertimpa tanggal pula.
Kabar tersebut menjadi penutup dalam pentas bertajuk “Inspektur Jenderal Kalau Penguasa Kacau’ (KPK)” yang diselenggarakan oleh Teater Koma di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu (14/11). Naskah Inspektur Jenderal merupakan karya Nikolai Gogol di tahun 1800-an dengan judul asli ‘Revizor’.
Sejak teater koma didirikan tahun 1977, pertunjukan ini menjadi produksi yang ke 142. Sutradara N. Riantiarno mengabungkan nuansa budaya Eropa dan Indonesia di atas panggung. Hal tersebut terlihat dari pakaian yang dikenakan para pemain.
Pimpinan produksi Teater Koma Ratna Riantiarno mengatakan, pertujukan kali ini menjadi upaya mengingatkan kembali pada mereka yang berkuasa. “Kalau dicerita para pejabat kalang kabut mendengar kedatangan seorang Inspektur. Kalau di kita seperti apa yah,” tuturnya.

Triana Sugesti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Paradoks Keamanan Lahan Parkir
Next post TABLOID EDISI 40