Mahful Muis Tumanurung di Mata Mereka

Read Time:1 Minute, 54 Second
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) kini tengah menjadi perbincangan hangat di media. Ajarannya terkait Millah Abraham ini banyak dipercayai masyarakat sebagai aliran sesat. Hal ini juga dibenarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti yang dilansir dari kompas.com, Rabu (3/2).
“Hasil kajian kami, aliran Gafatar adalah sesat dan menyesatkan. Mereka ialah metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah yang telah difatwa sesat oleh MUI pada 2007. Mereka mempraktikkan keyakinan Millah Abraham, yaitu mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi,” ujar Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin di kantor MUI pusat, Jakarta, Rabu (3/2).
Telah diklaim sebagai aliran sesat, ketua umum Gafatar, Mahful Muis Tumanurung menyangkal. “Masalah keagamaan bukanlah menjadi ranah kerja Gafatar. Urusan agama kita serahkan kepada ahlinya dan pribadi masing-masing,” katanya dalam gafatar.org, situs resmi Gafatar.
Sebagai kampus Islam, ini bukan kali pertama UIN Jakarta digadang-gadang sebagai tempat lahirnya pemikir-pemikir ajaran Islam. Lantas, siapa sebenarnya Mahful Muis? Salah satu teman kuliahnya saat menempuh gelar Strata Tiga (S3), Hasani Ahmad Said baru-baru ini mengetahui Mahful bergabung ke dalam Gafatar. Menurutnya, semasa menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta tahun 2008 silam, Mahful merupakan sosok yang kritis.
Bahkan, sambung Hasani, temannya itu sempat mengkritisi beberapa aliran dalam Islam. Tak hanya itu, ketika pengajuan proposal disertasi ia mulai mengajukan perihal Al Millah Nabi Ibrahim. “Setelah saya pelajari lebih jauh, karya dia dijadikan pemikiran untuk Gafatar,” kata Hasani, Selasa (2/2).
Selain Hasani, Ahmad Tholabi Kharlie juga terkejut ketika mendengar Mahful bergabung dalam Gafatar. Sebagai teman semasa menjadi mahasiswa Strata Satu (S1) di UIN Jakarta, Tholabi menilai, Mahful Muis merupakan seseorang yang rajin membaca buku dan memiliki wawasan yang baik. “Karakternya memang selalu menemukan sesuatu yang baru,” ujar Tholabi, Jumat (5/2).
Tholabi bercerita, Mahful sempat mengikuti pengajian yang diadakan oleh Ahmad Musaddeq. Setelah mengikuti pengajian, ia merasa tafsir yang disampaikan oleh Musaddeq adalah tafsir wahyu. “Katanya, ia menemukan sesuatu yang baru di sana, itu ada kaitan antara al-Qiyadah dan Gafatar,” tambah Tholabi.
Mahful yang pernah tercatat sebagai mahasiswa S1, Strata Dua (S2), dan S3 UIN Jakarta dikenal sebagai sosok mahasiswa yang pendiam. Hasani mengatakan, selepas ia menyelesaikan kuliah S3 pada tahun 2011 tak ada kabar lebih lanjut mengenai Mahful. “Komunikasi sampai 2-3 tahun yang lalu setelah itu lost contact aja enggak ada komunikasi lagi,” tutup Hasani.
Rizky Rakhmansyah

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Refleksikan Kebudayaan dengan Tari Saputangan
Next post Perjuangan Hazel Penderita Kanker