Read Time:2 Minute, 45 Second
Selama ini mewarnai identik dengan kegiatan anak kecil. Lewat inovasi, Tabrak Warna membuatnya lazim untuk dewasa.
Salah satu pendiri komunitas Tabrak Warna, Kholisotul Hidayah mengatakan, di Indonesia menggambar untuk dewasa belum ada. Padahal di luar negeri kegiatan ini sudah lazim. Berawal dari situ, ia dan Tria Nurchayanti mempunyai ide untuk menyusun buku mewarnai khusus remaja dan dewasa. “Mewarnai untuk dewasa di Indonesia masih terlihat aneh, makanya kita membuat komunitas mewarnai untuk dewasa,” kata wanita yang akrab disapa Khalezza itu, Kamis (7/4).
Senada dengan Khalezza, pendiri komunitas, Tria Nurchayati menambahkan, terbentuknya komunitas tabrak warna karena banyak orang yang tertarik dengan buku My Own World yang ia dan Khalezza tulis. Ia mengaku, banyak yang mengirim email kepadanya bahwa buku yang dikarangnya sangat bermanfaat. “Juni 2015 buku terbit, nah ketika Agustus, tenyata banyak respons positif dari buku yang kita susun. Bahkan penerbit pun minta dicetak ulang,” tutur Tria, Kamis (7/4).
Khalezza menambahkan, dengan banyaknya permintaan dan respons positif terhadap bukunya itu akhirnya ia beserta dua temannya menggagas ide untuk membentuk komunitas tabrak warna. Di samping itu, menurutnya mewarnai merupakan salah satu cara untuk menghilangkan stres. “Mewarnai bisa membuat otak lebih rileks,” katanya.
Nama komunitas tabrak warna diambil dari tidak adanya aturan dalam mewarnai buku My Own World. Visi komunitas ini adalah menjadi komunitas menyenangkan yang sehat dan bahagia. Komunitas ini didirikan pada bulan Agustus 2015 selang tiga bulan setelah penerbitan buku My Own World. Sampai saat ini jumlah anggota komunitas tabrak warna sudah mencapai 15.000 orang.
Menurut Tria, di Indonesia menggambar adalah kegiatan yang akrab dengan anak kecil. Namun, setelah dewasa mewarnai dianggap aneh. “Kita inginnya orang dewasa pun bisa menggambar di public area dan tidak merasa aneh,” tuturnya.
Tria menjelaskan, mewarnai bisa menjadi sarana menghilangkan trauma pada anak-anak. Misalnya, anak-anak disuruh menggambar hantu yang awalnya seram dan diganti dengan gambar hantu lucu versi mereka. “Menggambar hantu lucu akan menghapuskan memori yang seram tentang hantu,” ungkapnya.
Setiap Sabtu dan Minggu anggota komunitas ini mengunggah foto ke instagram untuk dibagikan ke anggota lainnya. Kemudian setiap tiga bulan sekali diadakan pertemuan untuk diskusi bersama mengenai teknik-teknik mewarnai yang bagus.
Selain itu, Tabrak Warna juga mengadakan penggalangan dana untuk korban bencana alam yang terjadi di Idonesia “Salah satunya ketika terjadi bencana kebaran hutan di Kalimantan, itu kita galang dana untuk dikirimkan kepada para korban,” tutur Tria.
Tia mengaku, buku yang disusunnya sudah banyak yang meniru. Namun ia menjadikan hal tersebut sebagi tantangan baru untuknya. “Ya jadi tantangan buat kita untuk membuat hal yang lebih kreatif, kalau gak ada saingan malah kita akan lurus-lurus aja,” ungkapnya.
Salah satu anggota tabrak warna, Dian Vita mengaku, awalnya tidak tertarik dengan mewarnai, ia merasa aneh tapi setelah dicoba ia merasa nyaman. Dari kenyamanan tersebut, ibu empat anak ini akhirnya mengajak anak mereka untuk ikut mewarnai juga. Menurutnya mewarnai itu dapat melatih kefokusan anak dalam belajar. “Awalnya anak saya hanya bisa fokus lima menit dalam belajar, tapi lama kelamaan akhirnya ia bisa fokus sekitar 15 menit,” tuturnya, Kamis (7/4).
Senada dengan Dian, salah satu anggota Tabrak Warna, Dias Aditia menilai menggambar merupakan kegiatan anak kecil. Namun setelah mencoba ternyata ia merasa nyaman. Ia mengaku bisa menghilangkan stres dengan mewarnai. “Asik aja sih, di sela kesibukan kuliah kita bisa menghilangkan stress dengan mewarnai, apalagi yang diwarnai gambarnya keren,” katanya, Kamis (7/4).
Yayang Zulkarnaen
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating