Read Time:2 Minute, 45 Second
Bukan hanya sekadar adu keindahan. Karya seni pun bisa menjadi salah satu wujud penjelasan dari pandangan, sikap, dan penilaian yang dimiliki oleh tiap negara.
Setelah menjejakkan kaki ke dalam ruang pameran, pengunjung langsung disuguhkan dengan sebuah karya seni menyerupai stalagmit. Dengan ukuran hampir dua setengah meter menjulang melebihi tinggi manusia. Secara keseluruhan stalagmit ini dihiasi dengan garis berwarna hijau, putih, dan hitam. Terlihat seorang lelaki berkemeja putih tengah asyik mengabadikan karya seni tersebut dengan jepretan lensa kamera.
Sekitar dua langkah ke depan dari stalagmit, terpajang pula dua lukisan karya seniman asli Negeri Jiran Malaysia, Nadiah Bamadhaj namanya. Nadiah hanya menggoreskan warna hitam dalam karya lukisnya yang bertajuk Rumah Mendung ini. Lukisan ini menggambarkan setengah tubuh manusia mulai dari pinggang hingga kaki, sedang berjongkok menghadap ke kanan. Dan tepat di atasnya terdapat atap rumah yang saling menyatu.
Tak jauh dari lukisan Nadiah, dapat juga menemukan karya seni dari seniman asal Yogyakarta, Fendry Ekel “Six Degrees of Separation.” Uniknya karya ini berbentuk 12 potong kayu dengan ukuran yang sama berwarna hitam dan disusun sebanyak tiga baris. Di baris pertama kotak kayu bertuliskan tahun 2010, 1928, 1965 dan 2011. Baris kedua kotak bertuliskan tahun 1992,1998, 1997, dan 2012. Baris terakhir 1968, 1971, 2001, dan 1945.
Saat pengunjung masuk lebih dalam galeri, maka akan menjumpai sebuah patung wanita di sudut ruangan. Patung wanita ini digambarkan tengah duduk dan bersiap mandi. Dengan mengenakan handuk, tangan kirinya memegang sebuah handphone seluler merah.
Di sisi lain, terdapat pula ruangan terpisah tanpa pencahayaan, hanya sinar layar proyektor tampak tengah menayangkan dua buah video. Lebih lanjut pada bagian kiri ruangan tersebut menampilkan video dengan seorang laki-laki berjas rapi tengah tertawa terbahak-bahak. Sebelah kanan ruangan terlihat video yang menayangkan seorang wanita memegang buku di depan sembilan orang dalam keadaan tertidur lelap ditutupi selimut.
Begitulah sekelumit gambaran dari karya seni pameran Southeast Asia Plus (SEA+) Triennale bertemakan ‘Ecounter’ (pertemuan). Pameran yang diadakan di Galeri Nasional ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Bukan cuma karya seni asli Indonesia saja yang dipamerkan, beberapa negara tetangga juga turut serta berpartisipasi dalam pameran kali ini. Setidaknya ada 44 karya yang berasal dari 12 negara. Di antaranya Malaisya, Singapura, Thailand, Kamboja, Filipina, Myanmar, Laos, Australia, Denmark, Norwegia dan United Kingdom. Indonesia sendiri memamerkan karya seni dari berbagai daerah yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta,Bali, dan Balikpapan.
Menurut kurakator Rizki A.Zaelani mengatakan, pameran ini bukan sakadar p ertemuan karya seni dari pelbagai negara. Namun juga salah satu wujud penjelasan dari keindahan, pandangan, sikap, dan penilaian yang dimiliki oleh setiap seniman.
Meski berasal dari daratan yang berbeda (art from different lands), bukan berarti karya seni ini hanya menjelaskan situasi dari asal negara masing-masing seniman. Tapi juga sikap mereka dalam menghadapi perkembangan situasi masyarakat kontemporer.
Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus Andre Sukmana mengapresiasi betul karya seni dari para seniman Indonesia. Menurutnya kegiatan ini menjadi kesempatan berharga bagi para seniman Indonesia untuk menampilkan prestasi pencapaian karya yang Telah dihasilkan seniman Internasional. “Art from Different Lands menampilkan beragam karya seni semacam lukisan, gambar, patung, obyek, fotografi, seni video, serta karya seni instalasi.
Salah satu pengunjung, Rara Astuti Hayati tertarik dengan konten pameran. “Bukan hanya bagus tapi juga unik. Enggak nyangka kalau seni rupa ternyata ada yang menggambarkan sejarah dan perkembangan teknologi di tiap era,” ujarnya, Kamis (10/11).
Aisyah Nusyamsi
Average Rating