Maret lalu, Raja Belanda mengunjungi Indonesia mengembalikan beberapa peninggalan bangsa Indonesia yang sebelumnya menetap di berbagai museum Belanda. Pusaka-pusaka tersebut di antaranya ialah Tombak Kanjeng Kiai Bondhan, Pelana Kuda Kanjeng Kiai Gentayu, Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro, Payung Kebesaran Diponegoro, dan Keris Kanjeng Kiai Nogo Siluman.
Pihak Museum Nasional Indonesia—biasa juga disebut Museum Gajah—akhirnya mengelola pelbagai benda bersejarah tersebut untuk dipamerkan dalam “Pamor Sang Pangeran”. Pameran yang mengambil tema tentang sosok Pangeran Diponegoro ini menunjukkan koleksi pusaka peninggalan Sang Pangeran Jawa. Satu hal yang tak biasa, pusaka-pusaka tersebut tak dibatasi menggunakan tiang-tiang besi dengan pita, melainkan taburan daun pandan dan bunga-bungaan.
Ruangan pameran terbalut tirai-tirai hitam dan tata lampu yang apik pada setiap koleksinya. Tak hanya memamerkan koleksi, pameran ini juga menggabungkan teknologi multimedia. Di awal acara, pengunjung akan menuju ke sebuah auditorium dengan tempat duduk bertingkat. Mereka kemudian menyaksikan seorang pencerita mengisahkan kehidupan Diponegoro dengan video mapping (pemetaan video) dalam buku pop up.
Setelah bagian pembacaan cerita, pengunjung akan masuk ke ruangan lain yang memamerkan koleksi lainnya. Sebuah layar menampilkan lukisan karya Djoko “Timun” Mursabdo berjudul Manggoloyudo Tanah Jowo. Selain itu, ada pula Babad Diponegoro—tulisan Sang Pangeran selama ia diasingkan di Manado. Ilustrasi hologram di mana Diponegoro sedang berjalan bersama kudanya—Kiai Gentayu, lengkap dengan pelana kuda replika—turut membuat pameran terasa semakin nyata.
Pengunjung pun disuguhi tayangan animasi yang menceritakan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Film pendek berdurasi 20 menit tersebut menceritakan kisah Diponegoro sampai ia diasingkan oleh Belanda ke Manado. Adapun keris milik Diponogoro disimpan di ruang terpisah dari koleksi yang lain. Waktu untuk melihat keris tersebut dibatasi hanya lima menit per empat orang pengunjung. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan di area keris tersebut.
Terselenggara di masa pandemi, pameran ini tentu menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk membatasi jumlah pengunjung, Museum Nasional mengharuskan pengunjung untuk mendaftar terlebih dahulu melalui laman musnas.pkn.id. Jumlah pengunjung yang dapat masuk ke area pameran dibatasi hanya 25 orang tiap sesinya untuk waktu satu jam. Dalam satu hari, terdapat lima sesi pameran mulai pukul 10.00 sampai dengan 16.00.
Semenjak Museum Nasional beroperasi kembali pada Kamis (15/10) lalu, “Pamor Sang Pangeran” menjadi pameran pertama yang diselenggarakan dari Rabu (28/10) hingga Kamis (26/11). Gagasan itu sudah ada sejak bulan Maret lalu saat pusaka tersebut kembali ke Indonesia. “Saat itu, rencananya hendak membuat mini exhibition, tetapi pelaksanaannya terhalang pandemi,” ujar Kurator “Pamor Sang Pangeran” Nusi Lisabilla Estudiantin saat Institut temui secara langsung, Kamis (18/11).
Nusi menambahkan, rencana semula pameran tersebut tidak “semeriah” seperti sekarang. Namun, penundaan akibat pandemi membuat kurator dan pihak penyelenggara bisa merancang acara yang lebih menarik dari ide sebelumnya. “Dengan harapan, pengunjung lebih mudah paham tentang sosok Diponegoro tersebut,” imbuh Nusi.
Pameran yang mengusung perpaduan multimedia dan interaksi secara langsung ternyata memang pengunjung terkesan. Seperti halnya menurut seorang pengunjung bernama Adawiyah, sesi pembacaan cerita tentang biografi singkat Pangeran Diponegoro menjadi bagian favoritnya. “Menjadi sarana edukasi untuk masyarakat agar bisa tahu perjuangan para pahlawan bangsa,” tanggapnya melalui Instagram, Selasa (17/11).
Banyak hal unik terjadi pada pameran kali ini, terutama reaksi pengunjung ketika melihat langsung keris peninggalan Pangeran Diponegoro. Menurut Sisi—pemandu pameran—ada pengunjung yang sampai sungkem kala itu. “Sikap tersebut merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat terhadap sosok Sang Pangeran,” ungkap Sisi, Rabu (18/11). Sisi menambahkan, terdapat pula seorang juru kunci yang masuk terlebih dahulu sebelum penyelenggara hendak memulai pameran. Beberapa pengujung juga mengaku kerap melihat “siluet-siluet” selama berada di dalam ruang pameran.
GF, NM
Average Rating