Jungkir Balik Perekonomian Mahasiswa Kala Pandemi

Jungkir Balik Perekonomian Mahasiswa Kala Pandemi

Read Time:4 Minute, 25 Second


Jungkir Balik Perekonomian Mahasiswa Kala Pandemi

Pandemi Covid-19 membawa dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian mahasiswa UIN Jakarta. Pandemi memaksa beberapa mahasiswa untuk berhenti mengejar mimpi di bangku kuliah dan memutuskan untuk mengundurkan diri maupun cuti kuliah.

Dampak Pandemi Terhadap Perekonomian Mahasiswa

Agus -bukan nama sebenarnya- merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi yang sedang melakukan pekerjaan paruh waktu sebagai Wedding Organizer di awal tahun 2020. Ayahnya yang sudah sepuh membuat Agus harus bekerja keras membiayai uang kuliahnya sendiri. Ia sudah memperkirakan bahwa uang yang dikumpulkannya dari bekerja cukup untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester ini.

Namun naas, virus Covid-19 mulai memasuki Indonesia pada bulan Maret 2020 dan menghancurkan semua harapan Agus. Pekerjaannya sebagai Wedding Organizer sirna, begitupun juga pekerjaan Sang Ayah. Bahkan, Agus dan keluarga harus bergantung sepenuhnya kepada hutang dan hasil jual harta benda.“Untuk makan saja harus bertumpu pada bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI dan Kemensos,” ucapnya, Sabtu (18/9).

Yuni -nama samaran- seorang mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan juga merasa dampak signifikan akibat pandemi. Ayahnya merupakan seorang penjaga keamanan salah satu sekolah di Depok dan sumber pendapatan satu-satunya di keluarga Yuni. Karena sekolah ditutup, ayah Yuni tidak bisa mendapatkan uang harian yang sebelumnya selalu didapatkan dan akhirnya hanya bergantung pada gaji pokok saja.

Karena sudah tidak ada jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapi, mereka pun akhirnya memutuskan untuk berhenti mengejar mimpinya dan mengundurkan diri Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. “Saya memutuskan untuk mengundurkan diri agar bisa mengurangi beban orang tua,” ujar Yuni, Minggu (12/9).

Lain cerita, Dina -nama yang disamarkan- juga merasakan kesulitan ekonomi selama pandemi dan memutuskan untuk mengambil cuti kuliah di semester ini untuk fokus bekerja. Mahasiswa program studi Jurnalistik ini mengaku bahwa tabungan yang Ia miliki dan pendapatan orang tuanya masih belum mencukupi untuk membayar UKT dan melanjutkan kuliah ke semester berikutnya.

Ia bercerita bahwa kondisi perekonomian keluarganya yang semakin diperparah akibat adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di mana banyak instansi yang meliburkan pekerja, termasuk kedua orang tua Dina. PPKM mengakibatkan terjadi pemotongan gaji yang cukup besar bagi kedua kedua orang tuanya. “Apalagi pemotongan gaji di pekerjaan ayah lumayan drastis,” jelasnya, Sabtu (11/9).

Upaya Mencari Bantuan

Sebelum akhirnya memutuskan untuk cuti maupun mengundurkan diri, berbagai upaya untuk mendapat keringanan maupun bantuan sudah mereka lakukan. Namun sayangnya, upaya tersebut masih belum bisa membantu kendala yang mereka hadapi.

Yuni sempat mencoba mengajukan penurunan UKT, namun gagal keduanya.Yuni juga sempat mendapat kabar mengenai cicilan UKT sehari sebelum pembayarannya ditutup, tetapi tidak terburu untuk mengajukannya. Ia sangat menyesalkan hal tersebut sebab jika lolos seleksi penurunan UKT, maka Yuni masih bisa melanjutkan kuliahnya. “Kalau kemarin turun satu golongan saja sudah sangat berarti bagi saya,” jelasnya.

Saat menghubungi pihak kampus, dosen pembimbing akademiknya sempat membantu Yuni agar tetap bisa bertahan, bahkan sampai berusaha untuk menghubungi rektorat dan dekanat. Pihak rektorat menyarankan Yuni untuk mendaftar KIP-Kuliah, sedangkan pihak dekanat langsung menyarankan untuk membuat surat pengunduran diri.

Berbeda dengan Yuni, Dina juga sempat mengajukan banding penurunan UKT saat masih menjadi mahasiswa baru dan berhasil turun satu golongan. Meskipun begitu, nominal yang harus dibayarkan masih terlalu tinggi baginya. “Pekerjaan saya sebagai tutor kecil tidak bisa menutup semuanya,” jelas Dina.

Begitu pula yang dialami oleh Agus. Sebelumnya Ia sempat mendapatkan penurunan UKT dari hasil banding, namun sayangnya nominal yang harus ia bayarkan juga masih terlalu besar. Agus sempat melakukan advokasi dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan Ketua Prodi Sosiologi, tetapi tidak ada bantuan yang dapat mereka lakukan. Agus merasa tidak mendapatkan bantuan dari pihak kampus, “Pihak prodi, fakultas dan responnya tidak bisa membantu,” jelasnya.

Agus yang semester sebelumnya masih memiliki tunggakan UKT, harus melunasinya terlebih dahulu agar dapat mencicil UKT semester berikutnya. Ia juga mengaku bahwa UKT semester sebelumnya diperoleh dari himpunan dana yang dilakukan oleh sahabatnya. “Andai mereka menerima pengajuan cicilan saya, mungkin saya masih bisa kuliah sekarang,” lanjutnya. 

Meskipun begitu, teman terdekat Agus sempat ingin membantu melunasi tunggakan UKT-nya, namun ia tolak. Teman terdekat Agus menyayangkan keputusannya untuk mengundurkan diri karena ia dikenal sebagai mahasiswa yang aktif dan berpotensi untuk membawa nama baik kampus.

Upaya Membantu Mahasiswa

Untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi selama pandemi, pihak rektorat telah mengeluarkan kebijakan penurunan UKT. Namun, tidak semua mahasiswa yang mengajukan penurunan UKT dapat diterima karena terdapat proses seleksi lebih lanjut.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Wakil Dekan (Wadek) Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Nur Rianto Al Arif yang mengatakan bahwa penurunan golongan UKT merupakan usulan dari fakultas atas hasil seleksi. “Universitas menentukan diterima atau tidaknya,” jelasnya, Selasa (5/10).

Nur Rianto juga menjelaskan bahwa fakultas hanya bisa membantu mengusulkan penurunan golongan UKT saja, namun tidak bisa memberikan bantuan berupa beasiswa karena tidak ada anggaran untuk hal tersebut. Tetapi sebagai Wadek Kemahasiswaan, pihaknya sedang berupaya bekerja sama dengan pihak ketiga untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa, meskipun belum mencapai kesepakatan.

Sependapat dengan itu, Wadek Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Cecep Romli mengatakan bahwa kebijakan apapun harus mengacu kepada universitas dan fakultas tidak memiliki anggaran untuk memberikan bantuan. “Sebenarnya fakultas hanya kepanjangan tangan dari universitas,” jelasnya, Selasa (5/10).

Kedua Wadek kemahasiswaan tersebut menjelaskan bahwa ada kriteria tertentu untuk lolos seleksi penurunan UKT. Salah satu kriteria penurunan UKT adalah orang tua dari pihak yang bersangkutan di PHK, tidak punya pekerjaan, atau meninggal. “Jika buktinya kuat, maka akan kita usulkan ke universitas,” jelas Nur Rianto.

Ayu Purnami Wulan

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Lindungi Korban Pelecehan Seksual dari Kriminalisasi Previous post Lindungi Korban Pelecehan Seksual dari Kriminalisasi
Aba-Aba Kuliah Tatap Muka Next post Aba-Aba Kuliah Tatap Muka