Polusi udara di Kota Tangerang Selatan menyerang kesehatan fisik dan mental. Kualitas udara yang kian memburuk membuat warga lebih cepat emosional.
Melansir dari tempo.com, polusi udara menjadi masalah serius di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Pada Jumat (18/8) indeks kualitas udara di Tangsel (AQI) mencapai 206 yang artinya sangat tidak sehat. Polusi udara membuat sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengidap infeksi saluran pernafasan.
Mahasiswa Hubungan Internasional, Atthar Alifiano Ibrahim mengalami gangguan pernafasan akibat polusi udara. Ia mengatakan dampak dari kualitas udara yang buruk juga mengganggu fokusnya saat beraktivitas. Polusi udara menjadi alasan utama radang tenggorokan yang saat ini dialaminya.
“Penyakit ini membuat aktivitas perkuliahan menjadi tidak maksimal,” ujar Atthar, Selasa (22/8).
Senada dengan Atthar, Faizis Sururi Mahasiswa Akidah Filsafat Islam turut merasakan dampak dari kualitas udara yang buruk. Ia mengeluh karena polutan yang tersebar di udara membuat wajahnya sensitif dan rentan berjerawat. Selain itu, Faizis mengeluh karena sampah di lingkungan kosnya selalu dibakar begitu saja.
“Masyarakat kesulitan mencari tempat sampah. Sekalipun ada mesti berbayar dan itu memberatkan masyarakat,” ucapnya, Senin (21/8).
Ardita Agung, salah satu warga di Ciputat, Tangsel merasakan dampak psikis akibat polusi udara. Suhu udara yang semakin panas membuat dirinya cepat merasa lelah dan lebih emosional. Ardita yang berprofesi sebagai guru harus mencari cara membangun suasana belajar di situasi yang tidak kondusif.
“Sudah capek di kerjaan, ditambah udara yang nggak segar itu mempengaruhi suasana hati,” tutur Dita, Selasa (22/8).
Lebih lanjut, Firda Amalia Relawan Nafas Indonesia sengaja memasang sensor udara di Gedung Student Center (SC) UIN Syarif Hidayatullah agar mahasiswa sadar terhadap isu polusi udara. Firda juga memaparkan polusi udara tidak hanya menyerang kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental.
“Sensor itu dipasang supaya mahasiswa mengetahui kualitas udaar di lingkungan kampus, sehingga bisa lebih peka terhadap pemenuhan hak kesehatan dan hak lingkungannya,” ungkap Firda, Selasa (22/8).
Sujiyo Miranto, Dosen Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah mengatakan kendaraan bermotor menyumbang 67,4 persen pencemaran udara dan disusul oleh limbah industri sejumlah 26,8 persen. Menurutnya, polusi udara tidak hanya menyebabkan gangguan pernafasan, namun juga meningkatkan risiko hipertensi.
Sujiyo pun menawarkan solusi dari kualitas udara yang kian memburuk. Masyarakat disarankan untuk membudayakan penggunaan transportasi umum dengan dukungan dari pemerintah untuk memperbesar anggaran subsidi. Lebih lanjut, berkaitan dengan pemcemaran udara yang diakibatkan oleh industri perlu adanya relokasi pabrik di luar kota.
“Regulasi terkait dengan penataan pabrik perlu ditingkatkan,” tandas Sujiyo, Kamis (24/8).
Reporter: Wan Muhammad Arraffi
Editor: Nurul Sayyidah Hapidoh