Judul Buku : Markesot Bertutur
Penulis : EMHA Ainun Najib
Penerbit : Mizan
ISBN : 978-979-433-723-3
Tebal : 471 halaman
Markesot adalah sosok lugu nan cerdas, mbeling, terkadang juga misterius. Dalam kesehariannya dengan para sahabatnya, Markembloh, Markasan, Markemon, dan lain-lain yang tergabung dalam Konsorsium Para Mbambung (KPMb) membincangkan seabrek problem masyarakat Indonesia. Dari konflik politik internasional sampai soal celana dalam. Dari tasawuf hingga filosofi urap. Dalam bertutur khas Jawa Timuran yang penuh canda dan sindiran, Markesot mengajak kita meneropong kehidupan secara arif dan menemukan hakikat di balik nilai-nilai semu yang merajalela.
Markesot tak hanya bertutur soal urusan dalam negeri saja. Urusan konstelasi politik di luar negeri turut menjadi sorotannya. Pembaca bisa ‘menikmati’ celoteh Markesot seputar persoalan Perang Teluk, George Bush, Saddam Hussein, hingga hubungan antara Kuwait dengan Irak. Di bagi ke dalam delapan bab, tuturan Markesot ini disusun sesuai konteks tertentu sejalan dengan bahan perbincangan yang menyorot berbagai problematika bangsa yang belum terpecahkan.
Sebagai lelaki ia juga tidak jarang membahas hal-hal yang berhubungan dengan sifat laki-laki. Seperti dicontohkan dalam potongan berikut:
“Makin malam biasanya mereka makin cantik. Terutama pada jam-jam mereka akan pulang, wah, cantiknya bukan main. Pokoknya ketika perempuan akan pergi dari kita, jadi cantik. Juga cantik tidaknya wanita itu tergantung situasi batin kita. Kalau pas gairah berumah tangga menggebu-gebu, memancar kecantikan kaum wanita. Apalagi pas punya uang lebihan yang kira-kira bisa untuk nonton, rasanya mereka cantik-cantik bukan main. Tapi anehnya, kalau sudah beberapa kali diajak nonton, cantiknya berkurang. Kalau sudah lama tidak diajak, kok cantik lagi…” (hal. 80)
Pada lain waktu, ketika sedang sangat serius merenungi sesuatu yang diluar jangkauan kemampuannya, Markesot piawai dalam menempatkan filsafat mbambung yang melingkupinya.
“Orang berhak hidup dengan pandangannya sendiri sepanjang dia sanggup menjaga jarak, tenggang rasa, dan toleran terhadap pandangan lain di sekitarnya. Kamu boleh beranggapan bahwa hidup ini tidak ada manfaatnya sehingga mati itu lebih baik. Akan tetapi, kamu mulai bersalah jika pendapatmu itu kamu paksakan umpamanya dengan cara membunuhi orang lain”. (Hal. 94)
Markesot pun mampu mendeteksi dan membuat sebuah sintesis atas permasalahan korupsi yang tidak pernah selesai hingga saat ini ia dilahirkan kembali.
“Jadi ada tiga macam pendorong korupsi: keterpaksaan, hukum korupsi struktural, serta hedonisme, yakni keinginan untuk bermewah-mewah. Di Indonesia ini, ada ketimpangan yang sangat njomplang antara perolehan ekonomi normal dan iming-iming hidup mewah.” (Hal. 162)
Isi buku Markesot Bertutur terasa meloncat-loncat dari pembahasan awal ke pembahasan yang selanjutnya. Hal tersebut adalah sebuah kemakluman, karena semua isi yang terdapat dalam buku tersebut adalah kumpulan dari artikel bebas yang telah dimuat di Koran. Meski demikian, semua artikel yang terdapat dalam buku Markesot Bertutur ini masih sangat relevan dijadikan pijakan untuk berkaca dan menyindir dinamikan kehidupan di Indonesia, baik dalam tataran ritus religi, sosial, politik, dan semua yang bersinggungan langsung dengan kehidupan.
Dengan membaca buku Markesot Bertutur ini, pembaca bisa mempraktekkan sikap Markesot yang selalu tenang dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menyelimuti diri sendiri, orang-orang sekitar, dan berbagai persoalan kenegaraan. (Selamet Widodo)
Average Rating