Read Time:2 Minute, 2 Second
Transaksi politik serta kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada tahun 1998 telah menjadi sejarah. Saat itu, rezim militer yang berkuasa mengatur segala bentuk aktivitas manusia di bumi pertiwi ini. Namun, ingatan masyarakat akan kedua peristiwa yang terjadi di masa orde baru itu, mulai terkikis oleh adanya perkembangan zaman.
Nyatanya, memori sejarah itu tidak hilang, hanya saja dimakan oleh zaman. Bukan pula sengaja untuk dilupakan, tetapi dengan sendirinya memori sejarah itu tertutup oleh peristiwa alam. Kini, memori sejarah itu kembali diingatkan oleh para seniman.
Salah satunya ialah Asep Topan. Pria kelahiran 1989 ini menyuguhkan gambar berdesain barcode yang memperlihatkan sekelompok orang yang sedang berkampanye dengan menggunakan berbagai macam atribut.
Sesuai dengan desain barcodenya, ia mengombinasikan warna hitam dan putih. Mengenai pemilihan kedua warna itu, Asep memiliki pandangan tersendiri. “Hitam memiliki filosofi yang negatif. Sedangkan, putih dapat memberikan filosofi positif bagi yang melihatnya,” ujarnya, Selasa (8/10).
Sebenarnya, transaksi politik ini sudah tidak asing di telinga masyarakat. Karena pada dasarnya, masyarakat Indonesia tahu akan adanya transaksi politik itu. Hanya saja dengan adanya perkembangan zaman yang begitu cepat ini, ingatan masyarakat mengenai sejarah transaksi politik tersebut mulai pudar. Oleh karena itu, terkadang masyarakat perlu terus-menerus diingatkan mengenai sejarah tersebut.
Selain itu, gambar berdesain frekuensi gelombang yang terlihat seperti semut pada televisi itu pun terpajang di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki (TIM). Desain tersebut diambil dengan menggunakan handphone oleh Asep, dari berita di televisi dan media sosial terkait pemilu 2014. Pancaran sinar lampu yang diletakkan di setiap gambar, membuat karya seni sederhana yang dibuat dengan menggunakan teknik sablon itu sarat akan makna.
Ukuran gambar yang terpajang di dinding itu pun berbeda-beda. Ada yang hanya seukuran screen handphone dan ada pula yang lebih besar dari itu. “Begitu pula dengan kertas yang digunakan. Kita menggunakan kertas kalkir dan ada pula yang menggunakan kertas biasa,” ujar Asep, Rabu (9/7).
Dalam pameran tunggalnya yang bertemakan Lost in Transaction ini, Asep berkolaborasi dengan seniman lain yaitu Mahardhika Yudha. Sebelumnya, pria lulusan desain grafis IKJ (Institut Kesenian Jakarta) itu pun pernah juga mengadakan pameran bersama dengan komunitasnya.
Setiap harinya, tingkat antusiasme pengunjung pameran sangat tinggi. Menurut salah satu mahasiswa IKJ, Belang, setiap harinya pengunjung pameran ini bertambah. Sebagian besar para pengunjung berasal dari mahasiswa IKJ sendiri. “Banyaknya pengunjung dari mahasiswa IKJ, karena selain diharuskan untuk mengunjungi pameran, juga sebagai salah satu sumber belajar,” ujarnya, Selasa (8/7).
IM
Average Rating