Read Time:2 Minute, 30 Second
Judul : Fajar Baru Islam Indonesia?
Penulis : Mujamil Qomar
Penerbit : Mizan
Cetakan : Desember 2012
Tebal : 286 halaman
Negeri Zamrud Khatulistiwa, begitulah kata orang terhadap Indonesia. Semua akan takjub menyaksikan kemolekan alam dan pesona budaya di dalamnya. Tak hanya itu, agama-agama pun subur berkembang di negara ini tak terkecuali Islam. Namun, hingga kini Indonesia belum memperlihatkan kemolekannya untuk menjadikan Islam sebagai pusat peradaban dunia. Sekalipun, dalam catatan sejarah Islam sudah lama masuk ke Indonesia sejak abad 7 dan menggeser pengaruh Hindu dan Buddha.
Islam masuk dan menyebar ke Indonesia dengan cepat. Pasalnya, penyebaran Islam tidak melalui invasi atau paksaan tirani, melainkan dengan pendekatan kultural dan humanis. Alhasil, Islam menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat Indonesia.
Lantas, benang sejarah rupanya tak banyak memberikan dampak khusus bagi arus pemikiran Islam Indonesia. Cendikiawan muslim Indonesia masih cenderung menerima dan mengadaptasi pemikiran-pemikiran dari luar, sehingga kreativitas dan potensi mereka mati untuk mandiri dan orisinil dalam berkarya.
Dalam buku Fajar Baru Islam Indonesia, Mujamil Qomar menyayangkan keadaan Indonesia saat ini. Kenyataannya Indonesia masih belum mampu menyelesaikan masalah multidimensi. Permasalahan itu seperti jumlah rakyat miskin yang masih banyak, tingkat pendidikan yang rendah, penegakkan hukum yang lemah, ketinggalan dalam industri dan teknologi serta persoalan korupsi yang seperti tiada akhirnya.
Menurut Mujamil, kenyataan ini seharusnya bisa segera dituntaskan bila ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban. Jika tidak, harapan itu akan semakin jauh dan Indonesia akan terus tenggelam dalam keadaannya sekarang.
Meskipun begitu, Mujamil melihat ada sisi lain yang dapat mendukung kebangkitan Islam. Kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Indonesia dapat menjadi modal yang besar dan mendasar. Terlebih, keberadaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menjadi organisasi sosial keagamaan yang menjadi penjaga gawang moderasi dari arus fundamentalis dan liberalis.
Sikap organisasi yang didirikan Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan ini sangat penting bagi kalangan umat Islam Indonesia. Meskipun keduanya berbeda haluan dalam pandangan visi dan misi. Namun, NU dan Muhammadiyah tetap berkomitmen dalam penekanan dakwah melalui pendekatan inklusif dan moderat.
Citra Islam Indonesia yang menerima perbedaan ini, selain menjadi indikator kekayaan pemikiran, juga merupakan hasil pemahaman dan penafsiran terhadap substansi Islam yang pengejawantahannya sesuai konteks budaya Indonesia. Semua hal ini dikupas Mujamil dalam bukunya yang memiliki ketebalan 286 halaman ini.
Mujamil menawarkan empat strategi untuk mewujudkan kebangkitan Islam di Indonesia; Pertama, membangun pemikiran yang inovatif-konstruktif, yaitu pemikiran yang bersifat pembaruan sekaligus membangun. Kedua, membudayakan tindakan kreatif-produktif. Ketiga, menciptakan kebijakan strategis-transformatif. Keempat, melaksanakan pembangunan secara kolektif-sinergis.
Akhirnya, semangat utama yang tersimpan dalam buku ini adalah menjadikan Islam Indonesia sebagai kiblat baru pemikiran Islam serta mengikis skeptis muslim Indonesia akan masa depan yang cemerlang. Sang penulis dalam bukunya mengharapkan empat strategi penawarannya menjadi stimulus menuju kebangkitan Islam layaknya fajar baru yang muncul di Indonesia.
AM
Average Rating