Lagi, Kekerasan Terhadap Pers Mahasiswa

Read Time:3 Minute, 6 Second

Kekerasan terhadap pers mahasiwa kembali menimpa dua anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar Universitas Negeri Malang saat sedang meliput aksi damai bertema Roma Agreement Ilegal. Aksi tersebut dilakukan oleh Massa aksi Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang berlangsung di Alun-alun Kota Malang pada Minggu, (30/9).
Peristiwa berawal saat AMP sedang berorasi namun tiba-tiba segerombolan Ormas Pemuda Pancasila (PP) dan Haris Budi Kuncahyo (HKB) datang menghampiri kerumunan massa aksi. Mereka yang menolak aksi ini kemudian melakukan tindakan represif kepada massa aksi FRI-WP dan AMP.
Sambil berteriak dan mengumpat, gerombolan PP-HKB mendatangi kerumunan aksi dan melakukan tindakan represif kepada massa aksi. Massa aksi mencoba melingkar dan melindungi anggota yang dihujami pukulan bahkan tendangan. Gerombolan PP-HKB berdalih merepresi karena ingin menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  
Aksi yang tadinya berlangsung damai menjadi ricuh dan tidak kondusif. Ahmad Kevin Alfirdaus dan Achmad Fitron Fernandha—dua anggota LPM Siar yang sedang meliput—juga terkena tindakan represif tersebut. Padahal saat kejadian mereka sedang bertugas untuk mendokumentasikan aksi tersebut.
Kevin juga diintimidasi oleh oknum ormas saat sedang merekam kerusuhan. Ia didatangi kemudian diteriaki dan disuruh  memilih Indonesia atau Papua, namun ia tidak menjawabnya.
Ormas PP-HKB juga meminta Kevin untuk menunjukkan kartu pers. Namun ia belum memilikinya karena masih berstatus anggota baru. Sejatinya ia memiliki surat tugas, tapi belum sempat menunjukannya ia sudah terlanjur dipukuli.
Akhirnya, Kevin melangkah mundur menjauhi kerumunan Ormas dan berhasil ditarik keluar oleh polisi dari gerombolan pengeroyok. Ia sangat menyesalkan kejadian tersebut. Menurutnya, walau tidak memiliki kartu pers bukan menjadi alasan untuk mendapat kekerasan fisik saat meliput.
Kevin mendapat pukulan di kening bagian kanan, pipi kiri, rahang kanan, dada, tempurung, dan lecet di bagian telinga. Fitron, salah satu teman Kevin dari LPM Siar juga mengalami kekerasan fisik saat berusaha melindungi Kevin. Fitron terkena pukulan di punggung.
Menanggapi kasus tersebut, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang mengeluarkan press release pernyataan sikap pada Rabu (3/10). Dalam pers release tersebut disebutkan:

1.      Mengecam keras tindakan pengeroyokan terhadap jurnalis pers mahasiswa LPM Siar UKMP UM yang diduga dilakukan oleh gerombolan Haris Budi Kuncahyo dan Ormas Pemuda Pancasila
2.      Menuntut gerombolan HBK dan ormas PP untuk tidak lagi melakukan tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang tengah melakukan tugas jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang dan kode etik yang berlaku
3.      Menuntut pihak kepolisian agar lebih tegas dan professional dalam menjalankan tugasnya mengawal penyampaian aspirasi masyarakat di muka umum
4.      Menuntut  Dewan Pers untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap jurnalis pers mahasiswa
5.      Menghimbau kepada masyarakat untuk mendukung pers dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik
6.      Mengajak seluruh elemen masyarakat pro-demokrasi untuk bersolidaritas bersatu melawan pemberangusan ruang demokrasi dan persekusi terhadap masyarakat.

Fitron—sebagai salah satu korban—sangat mengapresiasi sikap PPMI yang responsif atas kekerasan yang dialaminya. PPMI sendiri  langsung menerbitkan pernyataan sikap dan tuntutan terhadap kasus yang dialami Jurnalis LPM Siar. “Untuk saat ini kita menuntut mereka dengan tujuan edukasi terkait kebebasan pers,” ujarnya saat dihubungi via Whats App pada Kamis (11/10).

Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, Hendry Ch Bangun menyatakan, Dewan Pers mengecam tindak kekerasan terhadap wartawan yang bertugas. Karena pada prinsipnya, wartawan meliput untuk memberi informasi kepada masyarakat.

Menurutnya, seorang wartawan dalam bertugas harus membawa identitas yang jelas serta mudah dilihat petugas keamanan. Apalagi saat meliput peristiwa yang berpotensi menimbulkan kericuhan. Ia juga mengungkapkan regulasi tentang pers mahasiswa pada dasarnya bukan wewenang Dewan Pers. “Seharusnya korban membuat visum dan segera lapor ke polisi,” pungkasnya saat di hubungi via Whats App, Kamis (11/10).

RD

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Masjid Jamik Pantoloan Tetap Utuh Pascatsunami
Next post Sosok Mulia Pantang Mengemis